Bahkan Tak Selembar Daun Pun Jatuh Tanpa Sepengetahuan-Nya

Dr Fatimah

Dr Fatimah

Oleh: Dr. Fatimah, M.A

MENYAKSIKAN asyiknya seekor kupu-kupu menempelkan Proboscisnya (mulut penghisap) di Mahkota Bunga Melati sambil sesekali mengepak-ngepakkan sayap, dan kadang merubah posisinya, terlihat ia begitu lama menempel di Mahkota Bunga itu, sepertinya ada sesuatu yang dinikmatinya disitu, berayun-ayun ditangkai pohon Melati yang lemah, setelah itu ia pun terbang.

Kupu-kupu
(Foto ini diambil di pekarangan depan rumah penulis)

Melihat aksi si kupu-kupu membuat penulis terpana, sembari bergumam dalam hati, “Apakah peristiwa ini sudah dalam ketetapan-Nya sembari dengan sepengetahuan-Nya?”

Penulis hanya sebatas tahu apa yang dilakukan si kupu-kupu terhadap bunga Melati tersebut adalah aktifitas; pertama, yakni proses perkembangbiakan pada tumbuh-tumbuhan yang disebut dengan penyerbukan, dimana serangga seperti kupu-kupu berperan sebagai Polinator (penyerbuk) dalam proses perkembangbiakan tumbuhan, dan kedua, adanya aktifitas Nectaring (penghisap madu) kepada tumbuhan karena tumbuhan memiliki sesuatu yang bersifat makanan bagi serangga, termasuk kupu-kupu.

Pada prosesnya, bisa saja keduanya terjadi bersamaan. Diluar kemampuan akal penulis tentu gumaman sebelumnya dapat dijawab dengan sederhana bahwa aktifitas kupu-kupu di bunga melati dan segala prosesnya tentulah sepengetahuan-Nya yang sudah dalam ketentuan-Nya dalam rangka pemeliharaan alam semesta untuk kehidupan makhluk-makhluk-Nya.

Hal ini terdukung dengan apa yang diungkapkan oleh seorang Ulama Besar yakni Imam Al-Ghazali berdasarkan hadis Nabi “Bahkan tak selembar daun jatuhpun tanpa sepengetahuan Allah“. Lebih jauh lagi, Allah telah berfirman dalam Q.S. Al-An’am (6): 38 dan 59:

Dan tidak ada seekor binatangpun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan“.

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)“.

Jika rincian dan detail kehidupan kecil kupu-kupu dan melati saja begitu jelas, bagaimana pula dengan segala proses kehidupan satu, seratus, seribu hingga jutaan bahkan milyaran manusia yang hidup di muka bumi ini? Belum lagi dengan alam semesta beserta dengan isinya? Apakah ini semua luput dari pengetahuan Allah? tentu jawabannya TIDAK. Semua yang bersifat “makhluk” pasti tak luput dari pengetahuan dan ketentuan sang Khalik yang telah ditetapkan.

BACA JUGA :  Sporing ke Tanjung Balai (Cerbung, Bag. 4)

Bagi orang-orang yang beriman kepada Allah, sebenarnya tak sulit menjawab dan berteori singkat tentang ini. Toh apalah yang mustahil bagi Allah dengan segala Kuasa-Nya bagi seluruh makhluk-Nya? Jika mau menelaah lebih jauh lagi maka sebenarnya tidak ada sesuatu yang kebetulan di dunia ini. Semua yang terjadi pasti atas izin dan kehendak Allah. Semuanya ada dalam pengetahuan dan genggaman Allah. maka sekuat apa pun upaya kita menolak dan menghindar dari sesuatu yang tidak diinginkan, bila itu sudah ditetapkan Allah atas makhluk, maka bagaimanapun caranya, hal itu pasti akan tetap terjadi. Begitu pun sebaliknya.

Seringkali, kuasa Allah melalui ketentuan dan ketetapan-Nya hanya menjadi asupan yang seakan-akan itu semua adalah “teori” semata. Mayoritas kehidupan manusia contohnya, sejak dari lahir, mampu berbicara, berjalan, memakai pakaian sendiri hingga proses akil dan baligh yang membuat diri seorang manusia dewasa hanya dianggap siklus kehidupan manusia tanpa menyandarkan semuanya kepada Allah. setibanya ia menjadi manusia aktif di muka bumi ini, bekerja dan berpenghasilan serta menggapai pundi-pundi harta yang berlimpah, justru semua itu dialamatkan pada keberhasilan, kemampuan, kehebatan dan kecakapan diri dalam menjalaninya.

Padahal, seluruh proses seorang manusia bagaimana ia dilahirkan, mampu berbicara, berjalan sampai memiliki kemampuan dalam bekerja dan berpenghasilan di muka bumi ini, segalanya merupakan ketentuan dan pengetahuan-Nya. Dia-lah yang menciptakan seluruh rangkaian peristiwa tersebut dari awal hingga akhir.
Jika rangkaian tersebut yang menurut manusia adalah “kebaikan” dan harus diimani serta diyakini adanya, demikian pula akan halnya peristiwa yang dianggap “buruk” tatkala menimpa kehidupan manusia, semua juga harus diyakini pasti dalam ketentuan-Nya dan pengetahuan-Nya pula.

Menjelang akhir tahun ini, begitu banyak peristiwa berupa bencana yang dialami manusia, mulai dari banjir, longsor, gempa bumi hingga erupsi gunung merapi. Apakah ini semua harus ditolak oleh kita sebagai manusia, sedangkan ini semua sudah menjadi ketentuan-Nya? Tentu sebagai makhluk upaya kita adalah senantiasa beriman dan berdoa serta bertawakkal hingga mengambil hikmah atas setiap ketentuan-Nya. Seperti yang diungkapkan dalam Q.S. At-Taghaabun (64): 11.

BACA JUGA :  PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG LGBT

Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu“.

Rangkaian-rangkaian yang terjadi dalam kehidupan diri sendiri, dengan orang lain dan alam semesta yang senantiasa bersinggungan dengan aktifitas kita pasti dalam pengetahuan-Nya yang sudah dalam ketetapan-Nya. Segala mudharat dan manfaat, anugerah dan musibah, pasti terjadi atas izin-Nya. Semua pasti ada hikmahnya, tinggal kita tingkatkan tawakkal kepada-Nya.

Menjalani kehidupan di muka bumi ini pasti akan menemui senang dan sedih, manfaat dan mudharat, anugerah dan musibah. Tidak perlu cemas berlebihan dengan segala yang terjadi, dan jangan pula berharap berlebihan dengan apa yang akan terjadi, semuanya dilakukan dengan wajar saja.

Jangan terlalu bersedih apalagi kecewa dengan sesuatu musibah yang menimpa, problema yang dihadapi, tetaplah berbaik sangka kepadaNya. Dan tak pula perlu terlalu bersuka ria dengan kebahagiaan yang dirasa, keberuntungan yang diperoleh karena keduanya adalah jalan untuk tetap memuji-Nya dan sebagai hamba-Nya siap menyatakan bahwa segala sesuatu adalah dalam pengetahuan-Nya dan Ketetapan-Nya untuk kemaslahatan hamba-hamba-Nya.

Oleh karena itu, selalu berdoa kepada Allah dan jangan sampai sekejap pun terlepas dan lalai dari Allah. Nabi telah mengajarkan kita dengan doa dalam Sabdanya: “Wahai Yang Maha Hidup, wahai Yang Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata tanpa mendapat pertolongan dari-Mu selamanya”.

Begitu hina kita sebagai manusia jika seluruh kebaikan yang digapai di dunia diakui sebagai hasil kerja diri sendiri, sedangkan jika seluruh keburukan yang terjadi pada kita di dunia dinyatakan sebagai sialnya hidup yang diberikan Allah. Naudzubillah!.

Semoga kita senantiasa mendapat Ridho Allah dalam setiap aktifitas selamanya. Aamiin ya Rabbal Alamin.

(Penulis adalah Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sumatera Utara)

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *