Asaberita.com-Jakarta — Tuan Guru Batak (TGB) Syekh Dr Ahmad Sabban elRahmaniy Rajagukguk MA menyampaikan buku “Dakwah Kerukunan dan Kebangsaan” ke Ibu Hj Megawati Sukarno Putri.
Bersama forum Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKAN), Tuan Guru Batak (TGB) sebagai Ketua Dewan Penasehat Gerakan Da’i Kerukunan dan Kebangsaan [GDKK] menyampaikan Gagasan Dakwah Kerukunan dan Kebangsaan di Gedung BPIP Komplek Sekretariat Negara RI Jakarta. [Kamis, 27-02-2020]
Setelah TGS Prof Dr Saidurrahman mewakili forum rektor menjelaskan tentang peran UIN SU dalam penguatan Islam Kebangsaan. Selanjutnya Tuan Guru Batak (TGB) Syekh Dr Ahmad Sabban elRahmaniy Rajagukguk MA, diberi kesempatan menyampaikan tentang gagasan dakwah kerukunan dan kebangsaan yang selama ini disuarakannya.
Dalam gagasan dakwah itu, TGB menegaskan bahwa narasi-narasi agama tidak boleh berbenturan dengan idiologi bangsa. Untuk itu, gerakan dakwah kerukunan dan kebangsaan sebuah gerakan mulia atau jihad kebangsaan. Gerakan dakwah rahmatan lil’lamin yang juga menguatkan pilar-pilar kebangsaan.”
Gagasan besar yang melahirkan “Gerakan Da’i Kerukunan dan Kebangsaan – GDKK ” ini, sejalan dengan ide besar Islam kebangsaan Ir H Sukarno. Kita tahu bahwa Bapak H Ir Sukarno sebagai proklamator bangsa dan Presiden RI pertama merupakan pemikir Islam kebangsaan.
Tuan Guru Batak (TGB) sangat meyakini jika GDKK ini dikembangkan diseluruh daerah di Indonesia akan menjadi kekuatan sekaligus rumah besar para Da’i, Ustadz dan para penceramah agama yang benar-benar mampu mengintegrasikan ajaran agama dengan nilai-nilai kebangsaan. “Banyak para Da’i, Ustadz dan para penceramah agama yang kurang memahami pilar-pilar kebangsaan, untuk itu GDKK hadir untuk pembinaan itu.” Ungkap Tuan Guru Batak (TGB), Mursyid Thoriqah yang juga dosen S3 UIN SU.
Dalam pertemuan istimewa yang langsung dipimpin oleh Ibunda Hajjah Megawati Sukarno Putri ini, menguatkan peran agama terhadap keutuhan bangsa, terkhusus menyangkut Islam kebangsaan yang telah dianut oleh Proklamator Bangsa H Ir Sukarno. Islam kebangsaan ini juga secara subtansial juga terus dianut oleh Hajjah Megawati Sukarno Putri sebagai tokoh bangsa dan presiden perempuan pertama di Indonesia dan di-dunia Islam.
Dalam pertemuan ini, juga dihadiri oleh Mantan Wakil Presiden Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, Wakil MPR RI Dr Ahmad Basarah, Prof Dr Yudian Wahyudi Ketua BPIP, Romo Benny, para Rektor PTKAN, para Ulama, Dedi Handoko, SH, MH (Presidium Forum Masyarakat) Katolik Indonesia) dan sejumlah tokoh nasional dan tokoh lainnya.
Dr Salahuddin Harahap selaku ketua GDKK Indonesia dalam kontak seluler dengan wartawan (Red), mengatakan “pemikiran dan gagasan Tuan Guru bisa di sebar dan di jadikan referensi dalam solusi kerukunan dan kebangsaan.” Lebih lanjut dijelaskan bahwa, program GDKK bertujuan menjadikan tema agama sebagai perekat bangsa dalam merawat kemajukan dengan cinta dan persaudaraan sejati seperti yang selalu di gelorakan oleh TGB dalam setiap dakwahnya.
Tuan Guru Batak yang merupakan seorang ulama dan tokoh sufi muda yang selalu aktif menyuarakan perdamaian dan persaudaraan kebangsaan melakukan pendekatan dakwah bercirikan At Tawassuth ( Di tengah), At-Tawazzun ( seimbang), Al-I’tidal atau tegak lurus, toleran dan menghargai ke bhinnekaan.
Masih menurut Dr Salahuddin, dalam kaitan dengan Islam Kebangsaan Ir Sukarno, maka dakwah kerukunan kebangsaan Tuan Guru Batak semakin menampakkan elanvitalnya.
Mengaitkan Islam dengan kebangsaan jangan dipahami sebagai upaya menyeret-nyeret interpretasi atau tafsir atas ajaran Islam agar dapat beradaptasi dengan konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konsepsi “Islam Kebangsaan” — adalah simpul dari adanya sebuah kesadaran bahwa, sebagai sebuah bangsa kita telah memiliki budaya yang dibangun dari integrasi nilai-nilai (values) yang diperoleh dari hasil nalar, perenungan, kontemplasi, pengayaan dan dialektika pada fase demi fase kehidupan masyarakat kita.
Lebih jauh, budaya bangsa kita merupakan adaptasi integratif dari prinsip-prinsip nilai (the principles of values) yang diperoleh dari agama dan keyakinan yang kita miliki, filsafat serta tradisi dan kearifan lokal masyarakat Indonesia.
Bung Karno memilih istilah “Api Islam” — yang diertentangkan dengan “Islam Sontoloyo”. Api Islam menunjuk kepada substansi Islam sebagai rahmat Allah Swt yang diberikan kepada manusia untuk membebaskan manusia dari keterkungkungan, keterpurukan, kemiskinan, kebodohan serta penindasan.
Gagasan “Api Islam”— dipopulerkan untuk menghantam mental dan logika seorang muslim yang merasa taat, alim, menyebut-nyebut dan memuji-muji Allah Swt— sedangkan ia terpuruk, tertindas, tidak merdeka, tidak bermartabat, tidak mandiri alias penganut “Islam Sontoloyo”.
Api Islam Bung Karno, tidak hanya menunjuk pada energi langit yang bersumber dari wahyu Allah Swt, melainkan berupa energi yang lahir dari integrasi antara wahyu dari langit dengan wahyu yang di bumi Indonesia yang seterusnya disebut dengan “Islam Kebangsaan” atau oleh Cak Nur disebut dengan “Islam Ke-Indonesiaan”.
Gagasan Api Islam— dengan pemilihan istilah “Api”— telah menunjukkan adanya kesadaran akan dinamika yang berkelanjutan pada “Islam Kebangsaan”. Bung Karno mempolulerkan istilah “Islam Progresif” — “Islam Berkemajuan”. Simbol dari adanya kesadaran akan tak terhindarkannya dinamisasi sejarah, pemikiran dan budaya. Tetapi tidak juga bermakna modernisasi seperti gerakan revivalisme atau puritanisme Islam dengan menghilangkan budaya bangsa yang telah terintegrasi dalam Islam itu sendiri.
Api Islam Indonesia harus tetap mempertimbangkan Islam sebagai wahyu, Islam sebagai hasil pemikiran masyarakat Indonesia serta Islam sebagai Budaya Bangsa Indonesia.” Demikian jelas Dr Salahuddin didampingi Ikhyar Velayati Harahap yang juga pengurus GDKK. Salam. (has)
- Paslon Bupati Nomor 1 Freddy-Andreas Bantah Tudingan Suap di Pilkada Samosir - Desember 7, 2024
- Anak Penjual Ketoprak Lulus Seleksi Bintara TNI AU dari Panda Lanud RHF - Desember 7, 2024
- Bincang-bincang Podcast, Dishub Sumut Pastikan Kesiapan Transportasi Mudik Nataru 2024 - Desember 7, 2024