MEDAN – Komunitas Peduli Seniman Sumut (Kopisusu), yang beranggotakan para penulis, sastrawan, dan seniman, mengecam keras aksi teror berupa pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor Tempo oleh orang tak dikenal. Mereka menilai tindakan ini bukan sekadar intimidasi terhadap media, tetapi juga ancaman serius terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Sekretaris Kopisusu, S. Satya Dharma, menyatakan bahwa tindakan tersebut mencerminkan upaya menekan kerja jurnalistik dengan cara yang keji. “Yang lebih menyedihkan adalah respons juru bicara Istana Kepresidenan yang menganggap enteng kejadian ini. Pernyataan Hasan Nasbi yang menyarankan agar kepala babi itu dimasak, bukan hanya menunjukkan sikap tak peduli, tapi juga mencerminkan matinya nurani,” tegasnya.
Rangkaian Teror ke Kantor Tempo
Teror terhadap Tempo dimulai pada 19 Maret 2025, ketika kantor media tersebut menerima paket kepala babi tanpa telinga. Paket dikirim oleh kurir dengan atribut aplikasi pengiriman barang dan ditujukan kepada wartawan desk politik sekaligus host siniar Bocor Alus Politik, Francisca Christy Rosana.
Tiga hari kemudian, pada 22 Maret 2025 pukul 08.00 WIB, Tempo kembali menerima paket misterius berisi enam bangkai tikus tanpa kepala. Agus, petugas kebersihan, awalnya mengira kotak tersebut berisi mi instan karena terbungkus kertas kado bermotif bunga mawar merah. Namun, saat dibuka, ia dan petugas keamanan menemukan tumpukan bangkai tikus tanpa kepala di dalamnya.
Hasil pemeriksaan sementara menunjukkan bahwa bungkusan tersebut dilemparkan ke dalam kompleks kantor Tempo dari luar pagar pada pukul 02.11 WIB. Sebelumnya, pada 21 Maret, akun Instagram @derrynoah juga mengirim pesan ancaman yang menyebut akan terus meneror hingga kantor Tempo “mampus.”
Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, menegaskan bahwa tindakan ini adalah upaya teror terhadap kebebasan pers. “Pengirimnya dengan sengaja ingin menakut-nakuti kami. Tapi kalau tujuan mereka membuat kami gentar, mereka salah besar. Kami tidak takut, tapi kami menuntut agar tindakan pengecut ini dihentikan,” ujarnya.
Kopisusu: Ini Kemunduran Peradaban
Ketua Kopisusu, penyair Wirja Taufan, menyebut bahwa kejadian ini menandakan kemunduran peradaban. “Di masa Orde Baru, kita sudah pernah melihat bentuk-bentuk teror terhadap pers. Tapi yang dialami Tempo kali ini lebih sadis dan lebih brutal,” katanya.
S. Satya Dharma menambahkan bahwa aksi teror dengan penggalan kepala babi dan bangkai tikus adalah bentuk sadisme. “Ini bukan hanya ancaman bagi Tempo, tapi juga ancaman terhadap demokrasi kita,” ujarnya.
Karena itu, Kopisusu mendesak kepolisian untuk segera mengusut kasus ini dan menangkap pelakunya. “Salah satu amanat Reformasi 1998 adalah menjamin kebebasan pers sebagai pilar keempat demokrasi. Ironisnya, setelah 27 tahun berlalu, kita justru menghadapi ancaman yang lebih primitif. Ini tidak bisa dibiarkan!” tegas S. Satya Dharma. (ABN)