HukumPeristiwa

Dilaporkan Gelapkan Surat Tanah Warisan, Janda Beranak Satu Asal Pekanbaru Minta Perlindungan Kapolri

×

Dilaporkan Gelapkan Surat Tanah Warisan, Janda Beranak Satu Asal Pekanbaru Minta Perlindungan Kapolri

Sebarkan artikel ini
Sengketa Warisan
Dilaporkan Gelapkan Surat Tanah Warisan, Janda Beranak Satu Asal Pekanbaru Minta Perlindungan Kapolri

MEDAN – Seorang janda beranak satu asal Pekanbaru, Tomay Maya Sitohang, meminta perlindungan hukum kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polsek Sukajadi, Polresta Pekanbaru, dalam kasus dugaan penggelapan surat tanah warisan.

Tomay merasa penetapan dirinya sebagai tersangka tidak berdasar karena perkara yang dilaporkan merupakan sengketa warisan keluarga, yang seharusnya menjadi ranah hukum perdata, bukan pidana.

“Seharusnya Polsek Sukajadi menelaah lebih dalam bahwa persoalan ini adalah sengketa waris, bukan penggelapan. Prosesnya pun sedang berjalan di Pengadilan Negeri Pekanbaru. Mengapa saya justru dijadikan tersangka dan langsung ditahan? Saya ini seorang janda dengan anak kecil. Saya tidak pernah menyalahgunakan surat tanah itu,” ujarnya kepada wartawan di Medan, Senin (6/10/2025).

Tomay menilai tindakan penyidik yang menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan sebagai bentuk ketidakadilan. Ia berharap Polri dapat bersikap sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, khususnya bagi perempuan dan anak.

Awal Mula Sengketa Warisan

Kasus ini berawal setelah meninggalnya kedua orang tua suami Tomay, yakni almarhum Robinson Aluman Sitorus dan almarhumah Parange Panjaitan. Seluruh anak-anak pasangan tersebut, termasuk suami Tomay, almarhum Richard Maruli Fernando, sepakat menunjuk Richard untuk menyimpan surat-surat tanah warisan keluarga.

BACA JUGA :  Oknum ASN Dinkes Palas Diduga Tidak Netral, Dilaporkan ke Bawaslu

Semasa hidup, keluarga besar sempat sepakat menjual salah satu aset warisan berupa tanah di Jalan Dharma Bhakti Ujung, Kelurahan Bandar Raya, Kecamatan Payung Sekaki, Kota Pekanbaru, dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 489. Rekening atas nama Richard digunakan sebagai rekening penerima dana hasil penjualan.

Namun setelah Richard meninggal dunia, hubungan Tomay dengan kelima saudara iparnya memburuk. Ia mengaku diasingkan dan ditekan untuk menyerahkan dokumen-dokumen penting, termasuk sertifikat tanah, emas, mobil, hingga uang pesta keluarga (tupak).

“Saya takut kalau surat-surat itu dikuasai mereka, anak saya Catherine Angela Mariska bisa kehilangan haknya sebagai ahli waris pengganti ayahnya,” ujar Tomay.

Jaga Hak Anak, Malah Jadi Tersangka

Untuk melindungi hak anak semata wayangnya, Tomay kemudian mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Pekanbaru, agar anaknya diakui sebagai ahli waris sah pengganti ayahnya. Gugatan tersebut tercatat dalam Perkara Nomor 155/Pdt.G/2024/PN Pbr dan telah diputus pada 3 Juni 2024.

Meski proses perdata masih berlangsung, Tomay justru dilaporkan oleh keluarga suaminya ke Polsek Sukajadi dengan tuduhan penggelapan surat tanah. Dua bulan kemudian, ia langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

“Saya sudah mendapatkan penetapan pengadilan sebagai wali sah untuk menjual dan mengelola harta warisan anak saya. Tapi kenapa saya diperlakukan seperti pelaku kejahatan? Saya bukan pencuri, bukan penggelapan. Saya hanya mempertahankan hak anak saya,” tegasnya dengan nada haru.

BACA JUGA :  Kebaruan Disertasi Menteri AHY: Pendidikan Berkualitas yang Merata, Peningkatan Kapasitas Inovasi serta Produktivitas Ekonomi

Minta Atensi Kapolri dan Komnas Perempuan

Tomay menyebut telah mengirimkan surat ke Propam Polda Riau untuk meminta gelar perkara, namun hingga kini belum ada tindak lanjut. Ia juga sudah melayangkan surat permohonan kepada Kapolda Riau melalui Dirreskrimum dan Irwasda, serta meminta perhatian dari Kompolnas, Komnas Perempuan, dan Komisi Perlindungan Anak (KPA) agar kasus ini tidak salah arah penanganan.

“Saya mohon kepada Bapak Kapolri agar memberi perhatian. Ini hanya persoalan keluarga, seharusnya diselesaikan melalui jalur perdata, bukan pidana,” pintanya.

Tomay berharap keadilan berpihak pada kebenaran dan penegakan hukum berjalan tanpa diskriminasi terhadap perempuan dan anak.

(ABN/Rizky Zulianda)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *