Dosen Menjerit, Sudah 13 Bulan Serdos Tidak Kunjung Cair

Dosen
Imran Simanjuntak, Dosen STAI Samora Pematangsiantar, Sumut.
Dosen
Imran Simanjuntak, Dosen STAI Samora Pematangsiantar, Sumut.

Asaberita.com, Medan – Ratusan dosen yang berada di bawah naungan Kopertais Wilayah IX Sumatera Utara, menjerit. Pasalnya, sudah 13 bulan sertifikasi dosen (Serdos) tidak cair.

Hal itu disampaikan oleh Dosen STAI Samora Pematangsiantar, Sumut, Imran Simanjuntak dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Kamis (29/7/2021).

Bacaan Lainnya

Menurut Imran, kondisi ini sangat menyakitkan. Seluruh dosen Kopertais Wilayah IX Sumut yang kurang lebih berjumlah 285 dosen sampai kini sejak 13 bulan yang lalu terhitung mulai Juni 2020 sampai Juli 2021, belum menerima hak sertifikasi dosen.

Kondisi ini diperparah saat pandemi corona yang harus dihadapi. Tidak ada bantuan apapun yang diberikan negara terhadap dosen perguruan tinggi islam sertifikasi saat berhadapan dengan virus corona, yang seharusnya bisa digunakan memperkuat imunitas tubuh. Malah sumber utama satu-satunya jalan penyambung dan bertahan hidup yaitu sertifikasi dosen, masih belum diterima.

“Pikiran berat, kacau, galau, karena terus berharap dalam hitungan hari, minggu, bulan, hingga kini juga tak cair-cair. Tidak sedikit dosen yang sudah memiliki utang. Jangankan untuk meningkatkan imunitas tubuh, menenangkan diri dan pikiran untuk tidak terbebani atas janji-janji mereka aja sudah menjadi virus baru yang lebih hebat dari covid,” kata Imran.

Berbagai macam jenis bantuan yang menjadi perhelatan negara dalam mengatasi covid sama sekali tidak menyentuh dosen sebagai tenaga pengajar khususnya dosen perguruan tinggi Islam di Sumut. Mulai dari PKH, kartu sembako, bantuan khusus bahan pokok, bantuan subsidi upah, bantuan kouta data internet dan lainnya, hanya menjadi bumbu masak tetangga sebelah, dan kita hanya kebagian aromanya, jelas Imran.

BACA JUGA :  Menohok, Cita Citata Sindir Pemerintah Naikan Harga BBM

“Belum lagi diskriminasi yang kami hadapi terkait dengan sertifikasi dosen perguruan tinggi swasta yang tidak rutin pencairannya. Sementara untuk dosen Perguruan Tinggi Islam Negeri tetap aman, nyaman dengan pesonanya tanpa ada kendala. Angin-angin pencairan serdos mereka hanya menjadi sapaan kata sabar buat kami, dengan berharap tidak lama lagi serdos kami mungkin juga akan cair,” kata Sekretaris PW ISNU Sumut ini.

Namun faktanya, sejak Dosen Kopertais Wilayah IX berjuang untuk mendapatkan hak hak normatifnya sejak Februari 2021 yang didapat hanya janji. Berjanji mulai dari April, ditunggu sampai Mei juga belum cair. Berjanji Juli hingga kini tak jelas. Janji-janji itu diperoleh saat para dosen langsung berhadapan baik dengan pihak Kopertais atau bahkan sampai Anggota DPRD dan DPR RI.

“Semuanya hanya klise yang mengelabui para dosen yang baik hati ini,” ujar Imran.

Tetap saja menjadi argumentasi bayang-bayang bahwa katanya dana sertifikasi dosen sudah teralihkan ke sektor lain untuk penanganan covid. Eits. Ntar dulu. Pengalihan pembiayaan untuk covid dalam regulasinya sungguh sangat tidak dibenarkan berasal dari sumber hak personal dosen sertifikasi.

Maka jika terjadi pengalihan (recofusing) dana serdos bisa jadi pidana. Karena dana serdos bukanlah bahagian dari nomenklatur dana infrastuktur yang bisa di recofusing. Ini bisa jadi pidana.

“Tapi kami harus mengalah dan tidak mau mendalami hal itu, karena yang terpenting di atas konflik dan masalah adalah solusi. Itu yang kami tunggu. Solusi yang belum kunjung sampai,” kata Imran.

BACA JUGA :  GDKK dan Tokoh Lintas Agama Deklarasi Dukung Pemerintah Tindak Ormas Intoleran

Sisi lain yang juga menyakitkan di atas sebuah harapan adalah sesaat setelah para dosen membuat tanda terima serdos semester genap 2020, harapan pencairan itu serasa di depan mata. Namun serdos itu dan kini sudah semester ganjil 2021 telah berlalu belum juga ada tanda-tanda akan cair. Dan ironinya, beberapa beberapa dosen Kopertais yang menunggu dan belum sempat menerima dana serdos, sudah terlebih dahulu meninggal dunia.

“Kami juga diperhadapkan pada masalah yang seharusnya bukan menjadi hambatan bagi kami. Kembali hak normatif kami itu dikaitkan dengan pemeriksaan BPKP, dengan dalih ada penyimpangan. Bukankah BPKP memang seharusnya melakukan pemeriksaan rutin terhadap seluruh instrumen penyalur dana yang bersumber dari negara? Toh kalau ada yang menyalahi aturan silahkan ditindak secara proporsional sesuai dgn ketentuan. Idealnya ini bukan jadi faktor penghalang untuk para dosen yang telah menyampaikan kewajibannya baik BKD dan persyaratan lainnya yang sesuai dgn alur pemeriksaan tim assesor,” urai Imran.

“Hingga kami harus berkata, tolonglah Pak Menteri, Pak Kopertais. Kami juga orang yang terkena dampak covid, butuh biaya makan, anak juga harus sekolah. Utang pun sudah melilit pinggang,” pungkas Imran. (red/has)

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *