MEDAN – Sungguh ironi, di tengah deraan krisis ekonomi yang kian melilit masyarakat, para wakil rakyat di DPRD Kota Binjai justru memilih menikmati kenyamanan hotel mewah bintang lima. Sejak 19 hingga 21 Oktober 2025, mereka menggelar rapat kerja penyusunan rencana kegiatan di Hotel Grand Mercure Medan, salah satu hotel paling elit di pusat Kota Medan.
Dengan tarif kamar yang mencapai Rp700 ribu hingga Rp2 juta per malam, Hotel Grand Mercure jelas bukan tempat yang dapat mudah diakses oleh mayoritas warga Binjai. Mengingat 35 anggota DPRD dan puluhan pegawai sekretariat yang turut hadir, pengeluaran untuk penginapan saja selama tiga malam diperkirakan mencapai sekitar Rp180 juta hingga Rp250 juta. Itu belum termasuk biaya rapat, konsumsi, transportasi, dan fasilitas lainnya yang berpotensi membawa total anggaran jauh melampaui setengah miliar rupiah.
Anggaran sebesar itu, yang seharusnya dapat digunakan untuk meningkatkan infrastruktur kota, mendukung UMKM lokal, atau memperbaiki pendidikan, kini menguap begitu saja di balik dinding-dinding hotel berbintang.
Alasan klasik seperti “efisiensi” dan “kenyamanan” untuk kelancaran rapat kerja. Namun, bagi sebagian besar masyarakat Binjai, keputusan ini justru menambah ketidakpercayaan publik terhadap para wakil rakyat yang seharusnya menjadi teladan.
Salah seorang warga Binjai yang enggan disebutkan namanya menuturkan, “Ini sudah jadi pola lama. Rapat luar kota atau menginap di hotel mewah sering kali dijadikan alasan untuk menikmati fasilitas mewah tanpa melanggar aturan formal.” Meski secara hukum sah, ia menekankan bahwa ada hal yang lebih penting daripada sekadar legalitas, yaitu etika dan tanggung jawab moral terhadap uang rakyat.
Di Kota Binjai, situasi ekonomi masih jauh dari kata membaik. Harga bahan pokok meroket, pedagang kecil terus berjuang untuk bertahan, dan tingkat pengangguran semakin mengkhawatirkan. Di tengah kenyataan ini, foto-foto para wakil rakyat yang tengah berpose santai di lobi hotel bintang lima semakin menambah ironi dan kekecewaan masyarakat yang merasa terpinggirkan.
Di media sosial, geramnya warga Binjai pun memuncak. “Kami di pasar menghitung uang receh untuk beli beras, mereka di hotel mewah menikmati fasilitas bintang lima dengan alasan rapat kerja,” tulis salah seorang warga dalam unggahan yang langsung viral di Facebook. Rasa kecewa masyarakat terus meningkat, dengan tuntutan agar DPRD Binjai memberikan penjelasan yang jelas terkait penggunaan anggaran negara.
Hingga berita ini diturunkan, pimpinan DPRD Binjai belum memberikan keterangan resmi mengenai besaran anggaran yang dikeluarkan untuk kegiatan tersebut. Publik kini menuntut transparansi penuh terkait penggunaan dana daerah yang terasa lebih mengutamakan kenyamanan para pejabat ketimbang kepentingan rakyat.
Peristiwa ini kembali membuka luka lama mengenai mentalitas pejabat yang semakin menjauh dari realitas kehidupan masyarakat. Ketika kemewahan menjadi bagian dari rutinitas birokrasi, rasa empati terhadap penderitaan rakyat semakin terkikis.
Rapat kerja DPRD Binjai di Hotel Grand Mercure bukanlah sekadar acara rutin tahunan. Ini adalah simbol kemewahan yang tampak mencolok di tengah kesulitan yang dihadapi mayoritas rakyat. Tampaknya, batas antara melayani rakyat dan menikmati fasilitas atas nama rakyat semakin kabur.
Kini, rakyat Binjai hanya bisa berharap bahwa para wakil mereka kembali mengingat tujuan utama mereka: untuk bekerja demi kesejahteraan masyarakat, bukan untuk menikmati kemewahan yang seharusnya tidak mereka nikmati. Pada akhirnya, yang dibutuhkan bukan hanya laporan kerja yang rapi, tetapi juga keteladanan dalam menggunakan anggaran rakyat dengan bijaksana.
(ABN/Qhusyai)
- Wali Kota Binjai Lantik 45 Pejabat, Tekankan Tanggung Jawab dan Integritas dalam Pelayanan Publik – Oktober 23, 2025
- Pertamina EP Rantau Dukung Pencegahan Stunting Lewat Bantuan Alat Posyandu di Desa Sukajadi – Oktober 23, 2025
- Kantah Toba Turut Sukseskan Program “Berkantor di Desa” di Narumonda VIII – Oktober 23, 2025