MEDAN – Pakar Hukum Sumatera Utara, Prof. Dr. Zulfirman, S.H., M.H., menyoroti secara serius kasus dugaan pengalihan status aset negara berupa lahan PTPN I Regional I seluas sekitar 8.007 hektare dari Hak Guna Usaha (HGU) menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) yang kini tengah ditangani Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).
Dalam perkara tersebut, mantan Bupati Deli Serdang berinisial AT telah diperiksa penyidik sebagai saksi. Prof. Zulfirman menegaskan, pemeriksaan tidak seharusnya berhenti pada pembuktian administratif perubahan status lahan, melainkan perlu menggali lebih dalam peran dan kewenangan pejabat daerah yang terlibat dalam proses tersebut.
“Terkait pemeriksaan mantan Bupati Deli Serdang, Kejatisu diharapkan tidak hanya fokus pada adanya peralihan peruntukan status tanah, tetapi juga mendalami secara komprehensif peran yang bersangkutan dalam proses perubahan itu,” ujar Prof. Zulfirman di Medan, Senin (15/12/2025).
Dosen Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Medan ini menjelaskan, pendalaman tersebut penting untuk memastikan apakah dalam menjalankan kewenangannya, mantan bupati telah bertindak melampaui batas atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurutnya, dalam konteks otonomi daerah, bupati memiliki peran strategis sebagai pejabat pemberi izin, khususnya terkait pemanfaatan ruang, perubahan peruntukan, dan penggunaan tanah di wilayah pemerintahannya. Oleh karena itu, setiap keputusan harus selaras dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten serta tidak melanggar kewenangan pemerintah pusat maupun provinsi.
“Bupati wajib memastikan kesesuaian dengan RTRW Kabupaten Deli Serdang. Kewenangan itu jelas, tetapi juga memiliki batas yang tegas. Di sinilah peran bupati menjadi sangat krusial dan harus dipertanggungjawabkan secara hukum,” tegasnya.
Praktisi hukum yang akrab disapa Bang Zul ini menambahkan, penyidik perlu menelaah apakah perubahan status penggunaan tanah tersebut didahului oleh mekanisme yang sah, termasuk pembahasan dan persetujuan DPRD. Ia menilai, keputusan yang diambil secara sepihak berpotensi melanggar hukum dan membuka ruang terjadinya penyalahgunaan wewenang.
“Jika perubahan status penggunaan tanah dilakukan tanpa mekanisme rapat paripurna DPRD, lalu ditandatangani secara sepihak, maka di situlah letak dugaan pelanggaran hukumnya. Itu berpotensi menguntungkan pihak tertentu dan merugikan negara,” ujarnya.
Prof. Zulfirman menekankan, fungsi utama kepala daerah bukan hanya menerbitkan izin, tetapi juga menjaga, melindungi, dan mengamankan aset negara yang berada di wilayah kerjanya. Ketika kewenangan tersebut disalahgunakan, maka konsekuensi hukumnya harus ditegakkan.
Sebelumnya, mantan Bupati Deli Serdang AT diperiksa penyidik Kejatisu terkait kasus dugaan korupsi penjualan aset PTPN I Regional I yang digunakan untuk pembangunan kawasan perumahan Citraland di atas lahan seluas sekitar 8.077 hektare. Pemeriksaan dilakukan karena yang bersangkutan menjabat sebagai bupati pada saat proses jual beli aset tersebut berlangsung.
Asisten Intelijen Kejatisu, Bani Ginting, membenarkan pemeriksaan tersebut. Ia menyatakan AT telah dimintai keterangan sebagai saksi oleh penyidik tindak pidana khusus Kejatisu.
“Benar, yang bersangkutan telah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik bidang Tindak Pidana Khusus Kejatisu pada Kamis (30/10/2025) lalu,” ujar Bani Ginting saat dikonfirmasi wartawan, Jumat lalu.
(ABN/basri)
- Kepala Kanwil BPN Sumut Tinjau dan Benahi Tunggakan Layanan di Kantor Pertanahan Toba – Desember 16, 2025
- Kanwil BPN Sumut Perkuat Kompetensi SDM Lewat Pelatihan Pemaduan Data Spasial Pertanahan dan Tata Ruang – Desember 16, 2025
- Kementerian ATR/BPN Raih Predikat “Informatif” dari Komisi Informasi Pusat – Desember 16, 2025











