Peringatan Kudatuli 1996, “Tingkah Unik Para Demonstran”

Kisah para demonstran

Kisah para demonstran

Oleh : Wignyok Prasetyo

Ini Medan Bung !

Mana ada lah cerita 27 Juli itu cuma Jakarta, apalagi cuma jalan Diponegoro. Bah! (Pakai logat Medan yang masih sisa sikit-sikit, padahal awak lahir bukan di Pinang Baris sana, tp di kaki Gunung Slamet).

Bacaan Lainnya

Co klen tengok itu cerita kawan2 di Surabaya & Semarang. Pedihnya nginap di kantor Bakorstanasda. Dengan istilah “bakorstanas” saat itu memang ngeri ngeri sedap (ngeri kali pun : logat Medan).

Jadi jaman reformasi (pasca 98) aman lah. Protes sana’protes sini, paling cuma ngadepin netijen. Pakai klarifikasi, minta maaf, pakai materai, kelar itu barang. Bahkan banyak yang santai2 saja itu, aman. Meskipun masih ada lah satu dua kasus. Ya Budiman kan belum dibebaskan di jaman Habibie (apa Habibie gak niat ya? Atau luput?), dia bebas di jaman Gusdur. Atau satu kawan GMNI (Monang) yang sempat merasakan kamar prodeo gara2 menghina Presiden SBY tahun 2005 itu. Bah, kau pun Nang! Ferdi Semaun juga.

Tp gak signifikan lah

Klo jaman 32 tahun itu, masih dianggap “ringan” klo cuma kaki kursi (diduduki pulak) naik di atas jempol kaki, atau kau cuma dipaksa merangkak di atas lantai yang penuh biji kacang hijau, atau lutut kena setrum listrik yang bikin lupa sejenak nama kekasih kau.

Jadi jangan kau lawan itu pemeriksa, pakai ngocol pula bilang, “Saya hanya mau menjawab jika didampingi pengacara”. Dia akan respon itu, “di sini nggak ada HAM2an”, sambil naruh pestol di meja. hihihi.

Jadi, itulah rupanya, Medan juga sama heboh. Maksudku mencekam. Lah ini para “gerombolan” yang juga diburu di Medan: PRD, KSMM, Forsolima, GMNI, LSM. Ini tokoh2nya neh Tri Heru Wardoyo, Asrul Anwar Acun, Aswan Jaya, Kamal Pane, Ikhyar Velayati Harahap, Jakpar Ahmad, Sahat M Lumbanraja, Mulana Samosir, Simson Juntak, Imran Simanjutak, Aliantonius Tampubolon, Turunan Gulo, Sarma Hutajulu, Parlin Manihuruk, Lindung Sibuea (RIP Lindung), Janes Silitonga, Mangasi, Syahrul, Syukur, Dewi, Elfenda, Andi, Ucok, Tongam Siregar (RIP Tongam), dll. Beberapa sempat juga dibawa ke Polda atau “diciduk” ke GAPERTA. Gaperta itu nama jalan ya, nah di situ lah kantor Bakorstanasda.

Itu bukan tokoh2 imajinatif, aku kenal dgn mereka, dan kami rutin interaksi sebelum & pasca 27 Juli 1996. Tri Heru, jebolan UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), dulu aktif di FKMY (Forum Komunikasi Mahasiwa Yogyakarta). Beliau ini “penasehat spiritual” kami. Kami sering singgah lah di rumahnya di Binjai sana (orang Medan nyebutnya “Binje”). Terutama awak lah, yang butuh diskusi, apalagi klo sudah 2 hari tak makan & belum sentuh COMPIL (Commodor Filter). Paten kali diskusi di rumah beliau.

Ups! Tapi memang banyak tempat singgah dan diskusi, dan makan di Medan. Sekre Forsolima, sekre KSMM juga. Kos2annya Sahat & Janes juga asik. Klo ke tempat Sahat suka kali mancing2 ajak makan makan B2 tuh, kimbeee. Apalagi kos2an Sarma, ada roti dan Selei. Di dekat sekre Forsolima juga ada kantor LSM perburuhan yang nyaman suasananya untuk ngobrol2 soal perburuhan. Kenal baik dengan salah satu aktifisnya Butet (Hotnida Simamora). Rumah si Yutha Nalurita, bukan gembong aktivis memang, tp syoor kali kawan ini klo diminta “nanduk” siapalah, haha.

BACA JUGA :  Politik Identitas: Semakin Bebas, Semakin Mulia

Belakangan menjelang 27 Juli ya tempat kos nya Anitra Sitanggang, aktifis pekerja yang baru saja mogok di depan pabrik & halaman DPRD Sumut bareng ratusan buruh pabrik di pasar besar, jalan Medan-Binje. Baru saja mogok sudah langsung direkrut Kesper masuk PRD hihi. Tempat kos nya itu adem, enak buat diskusi soal perburuhan. Awak & Kesper sering ke sana, kadang ajak Acun, Kamal & Aswan, Heru juga. Soalnya selesai diskusi dah siap makanan yg bernutrisi, nasi & ikan, wkwkwk. Kadang juga ke kosan Leni Manrofa, aktifis pekerja juga, kawan orang si Anitra.

Gak lama kosan Anitra juga digerebek. Semua catatan rapat diambil. Klo tak salah Anitra diangkut pula ke Gaperta. Jumpa Mangasih & Lindung, & 4 mahasiswa lain di Bakorstanasda, katanya. Salut buat klen lah.

Yang panjang ya rumah mamaknya Acun & rumah mamaknya Ikhyar. Di sini lah gerombolan PRD sering rapat2. Ya sesekali rumah Aswan.

Klo dgn Sahat kami cuma berdua “rapatnya”, seting, selesai, eksekusi, praktis. Hahaha konspirasi. Persis waktu kami mau aksi solidaritas untuk HKBP.

Rumah Ikhyar (kesper) itu bukan cuma tempat rapat, tempat berteduh juga, terutama awak. Nginap beberapa hari, cuci pakaian (kadang juga cuci piring lah), goreng telur, macem rumah sendiri lah. Baik kali pun mamaknya. Sampai suatu hari beliau tanya sama awak dengan lembut, “Nak, siapa yang bawa panci mamak?”. Waduh, panci? Mungkin si Mamak lupa naruh, apa aku yg pindahkan ya, pikirku. Gak lama beberapa hari setelah itu nongkronglah kami di kantin IAIN (lupa yg di kota atau yg di jalan pancing). Tiba tiba muncul lah Kesper dgn 2 bungkus rokok samsu & compil, dan ngajak kami makan. Waduh, gak salah lagi ini mah. Alfatihah untuk Mamak, karena pancinya udah ‘sekolah’.

Iyah, beberapa hari setelah 27 Juli, Medan juga lumayan horor. Sehingga kami mesti evakuasi kawan2, begitu petuah dari “penasehat spiritual”, Bpk. Tri Heru. Dan sambil buat rilis statemen untuk media massa. Pada saat itu media massa yang mainstreem ya koran (media cetak). Bahwa “gerakan di Medan mendukung semua gerakan demokrasi, dan mengecam pernyataan Jenderal Syarwan Hamid & Jenderal Faisal Tanjung”, begitu kira kira lah kontennya. Entah aku lupa koran apa yang muat rilis kami, seingatku ada.

Evakuasi lah kami. Acun yg pertama, untung dia punya kereta (motor), so kami bisa keliling sampai Langkat sana. Aswan, Ikhyar, Kamal, Basri, angkut itu semua pakaian dari rumah, “enyah klen dari rumah!”.

BACA JUGA :  Rusia Menyerang Ukraina, Ujian Pulugri Indonesia

Tapi ya sambil lacak & kontak kawan2 KSMM. Dulu belum banyak yang punya motor gak ada yg bisa kupinjam, ya kemana mana kami harus ganti-ganti sodako (angkot). Tp asik naik angkot itu di Medan itu, full ⁰music. Sumpah, klen suruh aku nyanyi “Sai an juma” & “Biring Manggis” masih hafal awak. Tiap naik angot ya 2 lagu itu yg selalu tayang.

Lagi2 jumpa Sahat, beberapa hari kemudian kami rapat sembunyi lah di salah satu tempat kos di Amplas. Ada Kamal, Ikhyar, Aswan, Sahat, klo gak salah ingat hadir Turunan gulo, Mulana Samosir, Ali Tampubolon. Mulana gak botak waktu itu, sekarang botak mudah2an bukan karena usia ya. Ali juga gondrong mirip bintang Ali Topan Anak Jalanan. Gak ingat lah awak semua isi rapat. Samar samar ya beberapa yang kuingat. Lanjut gerakan, mau aksi (demo). Gilak memang klen, lagi diburu malah mau aksi. Sempet juga sih canda2 ngobrol mau bikin heboh Medan, aksi di kantor pemerintah atau di kantor bank hahaha. Dua hari setelah itu memang sempat ada heboh karyawan sebuah bank pada berhamburan keluar karena ada telpon gelap akan ada bom di situ. Kimbeee…siapa pulaaaaak yang telpon itu?

Setelah itu…..lupa lah…kami sempat “ngungsi” di rumah Hasan Basri di Langkat sana. Belum masuk peradaban memang, tak ada listrik. Tp mayan lah untuk tempat menyingkir sementara mikir mesti “What is To be Done” selanjutnya. Meskipun banyak nyamuk, bukan cuma banyak tapi besar & ganas pula, saking ganasnya ini celana jeans bisa mereka tembus juga. Ngademin pikiran dengan sesekali kami nyanyi bareng dengan anak gadis tetangga Hasan Basri yang cengkok suaranya mirip kali Evi Tamala.

Merasa suntuk & jenuh (bahasa anak sekarang: ” gabut”), pikir mesti ke Jakarta ini koordinasi dgn kawan2. Susah waktu itu, gak ada WA gak ada internet. Mau telpon kemana telponnya?

Ke Jakarta lah kami dengan dukungan ongkos dari Acun & Ngadino (kel. Petani yang 1994 kami pernah advokasi di Medan & Jakarta)

Ya pikirku aku kan cuma dikejar di Medan, Jakarta gak lah, aman. Suatu hari di halaman bioskop Megaria Cikini, bertemu lah awak dgn 3 orang. Satu orang nyelip pestol dah sepertinya. Setelah itu “missing link” (rantai yang hilang).

Jempol dah kaku neh…

Penulis adalah Ketua Umum Masyarakat Pemerhati Pangan (Mappan) Indonesia, Wignyo Prasetyo.

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *