BINJAI – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) DR. Djoelham Binjai menggelar konferensi pers pada Kamis (6/3/25) untuk menanggapi kabar meninggalnya seorang pasien cuci darah, Rantam br Ketaren (75).
Konferensi pers yang berlangsung di Aula RSUD DR. Djoelham Binjai ini dihadiri oleh Pelaksana tugas (Plt) Direktur RSUD DR. Djoelham Binjai, dr. Romi A. Lukman, penanggung jawab Hemodialisa dr. Alfred Situmorang, Sp. PD, serta kuasa hukum rumah sakit, Arif Budiman Simatupang.
Dalam keterangannya, dr. Romi A. Lukman menegaskan bahwa seluruh pelayanan di RSUD DR. Djoelham Binjai telah dijalankan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Untuk kasus ini, kami telah bekerja sesuai prosedur. Kami berharap segala tuduhan atau dugaan tidak hanya berdasarkan asumsi semata,” ujar dr. Romi.
Meski demikian, dr. Romi mengakui masih terdapat kekurangan dalam pelayanan rumah sakit dan menyatakan pihaknya tengah melakukan berbagai perbaikan sejak dirinya menjabat sebagai Plt Direktur.
Terkait Pasokan Air dari BPBD Binjai
Salah satu isu yang mencuat adalah pasokan air dari BPBD Binjai yang digunakan saat proses cuci darah pasien. Menanggapi hal ini, dr. Romi menjelaskan bahwa pasokan air dari BPBD bertujuan menjaga kestabilan suplai air.
“Kami memiliki pasokan air yang memadai, termasuk dari BPBD Binjai, untuk memastikan ketersediaan air tetap stabil. Air tersebut juga telah melalui proses penyaringan ketat sebelum digunakan pada mesin Hemodialisa,” tegasnya.
Lebih lanjut, dr. Romi membantah dugaan bahwa air yang digunakan dalam proses cuci darah tidak steril.
“Air dari BPBD adalah air bersih. Namun, sebelum digunakan, air tersebut tetap melalui proses filtrasi hingga memenuhi standar yang layak pakai,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, dr. Alfred Situmorang, Sp. PD, menjelaskan maksud dari tulisan “No Water” yang menjadi sorotan dalam kasus ini. Menurutnya, tulisan tersebut tidak berarti proses cuci darah terhenti akibat tidak adanya air.
“Fungsi air dalam cuci darah adalah untuk menjaga kestabilan pasokan cairan ke mesin. Jika terjadi kekurangan, bukan berarti proses hemodialisa tidak dapat dilakukan. Kondisi ini mirip seperti pasien yang menjalani cuci darah dalam keadaan puasa,” jelasnya.
Menanggapi kekhawatiran terkait kemungkinan pembekuan darah akibat kekurangan air, dr. Alfred menegaskan bahwa dalam prosedur cuci darah terdapat zat bernama Efalin yang berfungsi untuk mencegah pembekuan darah.
“Jika terjadi masalah, kami memiliki SOP yang mengatur tindakan yang harus dilakukan, termasuk penghentian proses cuci darah jika diperlukan,” ujarnya.
Kuasa Hukum RSUD: Tidak Ada Malpraktik
Sementara itu, kuasa hukum RSUD DR. Djoelham Binjai, Arif Budiman Simatupang, menegaskan bahwa pihak rumah sakit telah bekerja sesuai prosedur dan tidak ada unsur kelalaian yang mengarah pada malpraktik.
“Tidak ada hubungan antara tulisan ‘No Water’ dengan meninggalnya pasien. Malpraktik terjadi jika ada kelalaian, tetapi dalam kasus ini, kami tegaskan tidak ada kelalaian,” katanya.
Arif juga menyampaikan bahwa jika keluarga pasien merasa dirugikan, mereka dipersilakan menempuh jalur hukum yang berlaku.
“Kami berharap semua pihak menghormati regulasi yang ada dan tidak mencari kelemahan manajemen rumah sakit dengan mendatangi instansi yang tidak berkaitan dengan permasalahan ini,” tambahnya.
Meskipun demikian, pihak rumah sakit tetap menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya pasien.
Latar Belakang Kasus
Diketahui, Rantam br Ketaren (75) meninggal dunia saat menjalani cuci darah di RSUD DR. Djoelham Binjai. Kematian pasien ini sempat viral di media sosial dan menimbulkan dugaan malpraktik.
Kejadian bermula saat korban menjalani cuci darah untuk kedua kalinya di Ruang Hemodialisa RSUD DR. Djoelham Binjai.
(ABN/Qhusyai)
- Penuhi Hak Dasar, Lapas Binjai Bagikan Perlengkapan Mandi untuk Warga Binaan – Agustus 21, 2025
- Solidaritas Kader Golkar Ingatkan Bahlil Waspadai Upaya Pendongkelan – Agustus 21, 2025
- Tiga Pedoman dari Sekjen Kementerian ATR/BPN untuk Wujudkan Tata Kelola Anggaran yang Transparan dan Akuntabel – Agustus 21, 2025