Sidang Kasus Gedung UIN-SU yang Mangkrak, Hakim: Manajemen Konstruksi Ikut Bertanggungjawab

UIN SU
Dua saksi dari Manajemen Konstruksi PT Kenta Karya Utama dihadirkan dalam persidangan dugaan Tipikor gedung kuliah terpadu UIN SU yang mangkrak, Senin sore (27/9) di PN Medan.

Asaberita.com, Medan – Manajemen Konstruksi (MK) dari PT Kanta Karya Utama (KKU) selaku konsultan dalam pembangunan gedung kuliah terpadu Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU) yang mangkrak, harus ikut bertanggungjawab.

Sebab, karena penilaian dan rekomendasi MK bahwa progres pengerjaan gedung sudah 91,07%, sehingga pihak UIN-SU selaku penyedia jasa mencairkan pembayaran pekerjaan kepada PT Multikarya Bisnis Perkasa (MBP) selaku kontraktor proyek.

Hal itu disampaikan majelis hakim Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Medan yang diketuai Jarihat Simarmata, pada sidang lanjutan kasus gedung mangkrak UIN-SU di ruang Cakra 8 PN Medan, Senin (27/9) sore.

Pada sidang ini, JPU dari Kejati Sumut menghadirkan 3 orang saksi yakni Ir Zainal Mustafa (Dirut PT KKU), P Sijarto Ajiwibowo (Leader PT KKU), dan Ahmad Rivai Parluhutan selaku pengawas/mandor dari PT MBP, serta diikuti 2 terdakwa yakni Saidurrahman (KPA) dan Joni Siswoyo (Dirut PT MBP) secara daring. Sementara terdakwa lainnya yakni Syahruddin (PPK) berhalangan karena sakit.

“Saudara tahu tidak apa akibat dari rekomendasi progres pekerjaan 91,07% yang saudara buat selaku MK dalam proyek ini,” tanya hakim.

nst

“Akibatnya hepeng kalau dalam bahasa Batak !. Dana jadi cair ke kontraktor karena tandatangan dan rekomendasi progres yang saudara buat itu,” ujar hakim lagi yang ditujukan kepada dua saksi dari PT KKU.

“Karena rekomendasi itu juga, sementara bangunan belum selesai, saudara bisa seperti terdakwa yang disana itu. Karena sebelumnya juga ada saksi yang berubah jadi tersangka dalam kasus ini karena perannya,” tegas hakim sembari meminta jaksa untuk mendalaminya.

Murni Penilaian MK

Kasus UINSU

Sementara, menjawab pertanyaan JPU Hendri Edison dan Robetson Pakpakhan, apakah ada pihak-pihak yang meminta MK untuk membuat hasil progres pekerjaan proyek 91,07%, leader MK Ajiwibowo yang bertanggungjawab di lapangan mengatakan bahwa rekomendasi itu murni dari penilaian MK dan tidak ada permintaan dari pihak manapun.

“Selaku manajemen konstruksi, kami juga memahami berbagai aturan pengawasan dan aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dilapangan kami memiliki 6 orang tim ahli bidang bangunan, elektrikal serta pengawasan, dan setiap hari tim kami berada dilapangan,” kata Ajiwibowo.

Dijelaskan Ajiwibowo, awalnya pihak kontraktor dari PT Multikarya Bisnis Perkasa menyampaikan bahwa pekerjaan sudah 93%, tapi setelah mereka teliti dan buat penilaian, progresnya baru 91,07% dan itulah yang mereka rekomendasikan ke PPK untuk ditindaklanjuti.

Saat ditanya jaksa apa yang menjadi dasar rekomendasi dan penilaian MK menyampaikan progres pekerjaan gedung sudah 91,07%, sementara berdasar penilaian ahli yang lain yang mengaudit belum sampai. Ajiwibowo menyampaikan bahwa penilaian mereka berdasarkan bobot pekerjaan yang telah selesai berpanduan pada Rancangan Anggaran Proyek (RAP).

BACA JUGA :  Menanti Keadilan dari Majelis Hakim

Dimana dalam proyek ini, sebut Ajiwibowo, pembangunan 6 lantai gedung kuliah terpadu itu telah selesai 100%. Yang belum selesai adalah pemasangan elektronikal dan finishing bangunan.

Elektronikal yang belum selesai itu, jelas Ari, seperti pemasangan lift, AC, hidran, pemasangan kabel-kabel dan sejumlah item lainnya. “Tetapi materialnya on side sudah ada, jadi kita hitung dalam progres meski pemasangannya belum selesai. Tapi kami dari MK sudah membuat teguran lisan dan menyurati kontraktor agar segera menyelesaikan pekerjaan proyek yang tersisa sebelum kontrak berakhir, dan kontraktor menyatakan kesanggupannya,” jelas Ajiwibowo.

Saat kembali ditanya jaksa kenapa material on side dinilai dalam progres sementara belum dapat digunakan. Menurut jaksa, bila belum berfungsi harusnya dinilai nol. “Seperti lift, meski ada beberapa komponen sudah terpasang tapi karena belum bisa digunakan harusnya kan dinilai nol, bukankah begitu? Sehingga sebenarnya belum sampai 91,07%,” kata jaksa.

Atas pertanyaan jaksa itu, Ajiwibowo mengatakan bahwa dalam aturan material yang sudah on side ada bisa dihitung dalam progres.

UIN SU
Dua terdakwa mengikuti persidangan via virtual.

Terjadi Penyusutan

Sementara saat ditanya Sofwan Tambunan selaku kuasa hukum Saidurrahman, apa yang menjadi penyebab penilaian progres dari MK berbeda dengan penilaian dari ITS. Ajiwibowo mengatakan itu disebabkan karena terjadi penyusutan setelah pengerjaan proyek tidak dilanjutkan.

“Saat kami melakukan penilaian di pertengahan Desember 2018, fisik bangunan gedung sudah 100%, elektrikal sudah 70% dan finishing 5%. Sehingga kita gabungkan dari tiga kategori ini progresnya 91,07%. Tapi karena sisa pekerjaan proyek tidak diselesaikan kontraktor, akhirnya terjadi penyusutan,” ujarnya.

Ajiwibowo menyebutkan sebelumnya sejumlah plafon sudah terpasang, tapi karena belum finishing dan bangunan dibiarkan sekian lama terbengkalai maka kembali rusak, sehingga dalam audit belakangan dinilai nol. Demikian juga dengan cat di tembok, karena sudah kusam dan berlumut kembali dinilai nol.

“Belum lagi masalah elektrikal, seperti AC, kabel-kabel dan beberapa item lainnya yang sebagiannya sudah terpasang, kembali dibuka sehingga progresnya kembali nol. Kami tidak tahu apa yang menjadi masalah kontraktor dengan vendor dan suplayer, apakah masalah pembayaran atau apa, sehingga barang yang sudah terpasang kembali dibuka dan materi yang on side sebelumnya kembali diambil vendor dan suplayer,” jelasnya sembari mengatakan pihaknya tidak lagi melakukan pengawasan setelah adanya adendum perpanjangan kontrak 3 bulan dengan kontraktor, karena kontrak mereka dengan PPK berakhir 31 Desember 2018 dan tidak diperpanjang.

Ketika ditanya PH Saidurrahman, dengan progres yang sudah 91,07%, apakah dana jaminan di BJB sebesar Rp4 miliar lebih jika digunakan maka proyek itu bisa selesai, Ajiwibowo mengatakan selesai. “Sisa penyelesaian proyek itu ya senilai Rp4 miliar itu,” katanya.

BACA JUGA :  Sidang Lanjutan Kasus UIN Sumut, Saksi Marhan Sebut Dana 2 Miliar ke Eks Rektor Pinjaman dan Sudah Dikembalikan

Kemudian saat ditanya apakah ada keterlibatan Saidurrahman selaku KPA dalam penilaian progres yang MK buat, Ajiwibowo mengatakan tidak ada. “Kami tidak pernah berhubungan dengan KPA. Laporan progres yang MK buat kami sampaikan ke PPK,” jelasnya.

Yakin Kliennya Tak Bersalah

Usai persidangan, Sofwan Tambunan selaju kuasa hukum Saidurrahman saat ditanya media ini menyatakan dirinya sangat yakin jika kliennya tidak bersalah dan tidak ada mengambil keuntungan dari proyek ini.

“Kami yakin klien kami tidak bersalah dalam kasus ini dan tidak ada melakukan korupsi dalam proyek ini. Dan saya pun jika memang ia bersalah, saya tidak akan mau jadi pengacaranya. Saya mau membelanya karena saya yakin beliau bersih,” ujarnya.

Hal itu, sebut Sofwan, terlihat dari fakta-fakta persidangan, dimana Prof Saidurrahman sebagai kliennya sama sekali tidak ada melakukan intervensi kepada para pihak yang terlibat dalam proyek ini. Sebagai KPA, Saidurrahman hanya mengeluarkan SK pengangkatan panitia.

Saat ditanya terkait dakwaan jaksa tentang kerugian negara Rp10,3 miliar, Sofwan mengatakan tidak ada kerugian negara dalam proyek ini, yang ada justru negara untung dengan adanya pengembalian.

Dengan progres sudah 91,07% sesuai kesaksian pihak MK, ujar Sofwan, dana jaminan di BJB Rp4,016 miliar itu setara dengan nilai sisa proyek. Dan dana jaminan itu sudah dicairkan perbendaharaan negara sehingga negara tidak rugi.

Kemudian muncul audit ITS dan BPKP yang menyebut ada kerugian Rp10,3 miliar, sebagai tanggungjawab seorang pimpinan yang ingin menjaga marwah dan nama baik lembaga UIN-SU, Prof Saidurrahman kemudian juga menyetorkan dana Rp10,3 miliar ke kas negara sebagai pengembalian.

“Dimana kerugian negaranya. Tidak ada, malah untung. Jikapun ada kerugian Rp10,3 miliar disebabkan penyusutan, harusnya yang dikembalikan hanya Rp4,3 miliar,” ujarnya.

Karena, lanjut Sofwan, dana Rp4,016 miliar uang jaminan di BJB sudah dicairkan negara dan dana retensi sebesar Rp2 miliar dari nilai proyek masih di kas negara untuk dana pemeliharaan.

“Harusnya Prof Saidurrahman dapat medali kehormatan karena memiliki tanggungjawab lebih menjaga agar tidak terjadi kerugian negara dan malah menyetor lebih ke negara,” ujarnya. (has)

 1,992 total views,  2 views today

Komentar Anda

Leave a Reply

Your email address will not be published.