PEMATANGSIANTAR — Polemik dibukanya kembali Tempat Hiburan Malam (THM) Studio 21, setelah sebelumnya dipasang garis polisi akibat kasus peredaran narkotika jenis ekstasi, kembali memantik kemarahan publik. Masyarakat mempertanyakan integritas penegakan hukum, terlebih ketika tempat yang pernah menjadi lokasi kejahatan narkoba itu kini terlihat melakukan renovasi dan persiapan operasional seolah tidak pernah tersandung kasus serius.
Temuan di lapangan menunjukkan aktivitas pekerja dan persiapan pembukaan kembali Studio 21, meski sejumlah pelaku yang terjaring dalam operasi narkotika di lokasi tersebut masih mendekam di penjara. Ironisnya, Amut—pemilik gedung dan penyedia tempat—tidak pernah tersentuh proses hukum, memunculkan dugaan kuat adanya ketidakseriusan aparat dalam menindak kasus ini.
Kondisi ini memicu kekecewaan publik, terlebih karena THM tersebut juga diduga melanggar aturan tata ruang. Bangunan Studio 21 disebut berdiri di atas garis sempadan sungai, kawasan yang menurut PP No. 38 Tahun 2011 Pasal 5 ayat (1) jelas tidak boleh dibangun secara permanen karena merupakan ruang penyangga ekosistem sungai.
Dari sisi pidana, kembalinya aktivitas Studio 21 dituding berpotensi melanggar UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terutama:
- Pasal 131, terkait kewajiban melapor jika mengetahui adanya tindak pidana narkotika.
- Pasal 132 ayat (1), mengenai permufakatan jahat dalam tindak pidana narkotika.
Kemarahan publik ini kemudian disuarakan secara lantang oleh Ketua DPP Komunitas Masyarakat Peduli Indonesia Baru (KOMPI B), Henderson Silalahi. Ia menilai pembiaran tersebut merupakan bentuk pelecehan terhadap hukum dan melemahkan upaya pemberantasan narkoba di Sumatera Utara.
“Kami mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun langsung. Jika Studio 21 dibuka kembali, potensi menjadi sarang peredaran narkotika itu sangat besar. Ini jelas mencoreng wibawa hukum di Sumatera Utara,” tegas Henderson, Kamis (13/11).
Ia juga menyoroti dugaan pelanggaran sempadan sungai serta lemahnya pengawasan pemerintah kota.
“Pemerintah daerah dan Polda Sumut harus mengecek legalitas bangunan. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas,” ujarnya.
Henderson memastikan pihaknya akan menyurati langsung Kapolri untuk meminta penanganan tegas terhadap Studio 21 dan Amut sebagai pemilik tempat. Ia menilai jika kasus ini dibiarkan, maka menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di daerah.
Publik kini menunggu tindakan nyata dari Polda Sumatera Utara maupun Mabes Polri. Bagi masyarakat Pematangsiantar, penanganan kasus Studio 21 menjadi indikator apakah penegakan hukum di daerah berjalan objektif—atau justru tunduk pada kepentingan tertentu.
(ABN/TIM)
- Pomparan Raja Sonakmalela Apresiasi Polres Tapanuli Utara atas Penahanan Tersangka Kasus Pelecehan Anak 4,5 Tahun – November 14, 2025
- Tasyakuran Anugerah Gelar Pahlawan Nasional KH Abdurrahman Wahid, PKB Kota Medan Gelar Jumat Berkah dan Santunan Anak Yatim – November 14, 2025
- Unit Reskrim Polsek Medan Baru Tangkap Pemalak Mandor Proyek di Medan Petisah, Pelaku Ancam “Ributkan Lokasi Kerja” – November 14, 2025











