Hukum

Toto Widyanto SH: Hakim Murka Saksi Akui PT Torganda Sembilan Tahun Beroperasi Tanpa HGU

×

Toto Widyanto SH: Hakim Murka Saksi Akui PT Torganda Sembilan Tahun Beroperasi Tanpa HGU

Sebarkan artikel ini
Ketegangan saat usai sidang lapangan di Desa Kuala Bangka, Labuhanbatu Utara.

RANTAU PRAPAT – Tabir dugaan ilegalitas operasi PT. Torganda membuka perkebunan sawit di tanah ulayat Desa Kuala Bangka di Labuhanbatu Utara mulai tersingkap secara memalukan di ruang sidang Pengadilan Negeri Rantau Prapat dalam dua agenda sidang pemeriksaan saksi.

Pasalnya, para petinggi dan mantan petinggi perusahaan yang dihadirkan sebagai saksi pada sidang tanggal 8 dan 15 Oktober 2025 di Pengadilan Rantau Prapat justru memberikan kesaksian “bunuh diri” yang mengonfirmasi bahwa raksasa perkebunan itu telah beroperasi selama 9 tahun penuh tanpa mengantongi izin atau Hak Guna Usaha (HGU).

Pada sidang tanggal 8 Oktober 2025, mantan General Manager PT. Torganda, Tan Hamidi, di bawah sumpah mengakui bahwa perusahaan mulai menanam kelapa sawit sejak tahun 1994. Pengakuan ini sontak memicu reaksi keras dari Hakim Ketua Tommy Manik, S.H., M.H., yang mengetahui bahwa HGU perusahaan baru terbit pada tahun 2003.

Toto Widyanto SH dari Legal Gardian Lawfirm yang menjadi kuasa hukum kelompok tani masyarakat Desa Kuala Bangka Labuhanbatu Utara kepada awak media usai sidang lapangan di Desa Kuala Bangka Kamis (24/10) mengatakan, dalam persidangan lagi lagi Hakim Tomy Manik, SH, MH bertanya Izin PT Torganda membuka lahan mulai tahun 1994.

Saksi dengan gugup menjawab hanya “izin prinsip”. Jawaban ini membuat kemarahan hakim tak terbendung. “Izin prinsip hanya berlaku satu tahun! Jadi selama beberapa tahun hingga 2003, kalian hanya memegang izin prinsip saja?” tanya hakim.

Saksi hanya bisa pasrah menjawab, “Iya.”

Blunder fatal ini terulang kembali pada sidang 15 Oktober 2025. Dua saksi lainnya yang dihadirkan PT. Torganda juga terjebak dalam pertanyaan yang sama. Mereka mengakui beroperasi sejak 1994 dengan HGU terbit 2003. Hakim Ketua kemudian melontarkan pertanyaan mematikan yang membuat seisi ruang sidang terhenyak.

BACA JUGA :  Bupati Labuhanbatu Nonaktif Erik Adtrada Ritonga Divonis 6 Tahun Penjara

“Izin prinsip belum boleh untuk membuka lahan sebelum terbit HGU! Kalau kalian sudah beroperasi dari tahun 1994, kemana selama itu kalian bayar pajak ke negara,” kata Hakim Tomy Manik yang membuat kedua saksi bungkam seribu bahasa. Saksi tampak pucat, kebingungan, dan tidak mampu memberikan jawaban apapun, dan tampak kelemahan fundamental dari klaim hukum PT. Torganda.

Toto yang didampingi Muhardi SH, selaku kuasa hukum penggugat dari Kantor Hukum Legal Guardian Lawfirm, menegaskan, “Ini bukan lagi dugaan, ini pengakuan di bawah sumpah. Mereka telah mengeksploitasi lahan dan mengeruk keuntungan selama 9 tahun tanpa dasar hukum yang sah. Pertanyaannya sekarang, berapa triliun kerugian negara akibat pajak yang tidak pernah dibayarkan? Ini sudah masuk ranah pidana,” katanya.

Sama halnya ketika sidang di lapangan sebelum Hakim dan Penasehat Hukum tiba, di perjalanan mendapat teriakan dari orang yang tak bertanggung jawab “tabrak saja mobilnya”. “Ini kan teror namanya dan mengancam agar sidang lapangan gagal,” tambah Toto.

Arogansi pihak tergugat mencapai puncaknya saat Pemeriksaan Setempat (PS) pada 23 Oktober 2025. Rombongan Majelis Hakim dan penggugat dihadang secara paksa di pos penjagaan oleh sekuriti perusahaan. Namun setelah perdebatan alot, hanya hakim dan kuasa hukum yang diizinkan masuk.

Anehnya di dalam lokasi sengketa, teror sesungguhnya terjadi. Saat tim kuasa hukum berada di dalam mobil, seorang oknum dari pihak PT. Torganda dengan suara lantang dan penuh amarah berteriak, “tabrak saja mobilnya.

BACA JUGA :  Diduga Lakukan PMH, PT Jaya Beton Indonesia Digugat Rp 642 Miliar ke PN Medan

Teriakan provokatif yang memerintahkan kekerasan itu terdengar jelas tidak hanya oleh tim pengacara, tetapi juga oleh Majelis Hakim yang berada di lokasi dan menyaksikan langsung ucapan tersebut dari anak buah PT Torganda.

Suasana menjadi sangat tegang dan nyaris berujung bentrok fisik. Beruntung, tim kuasa hukum penggugat memilih menahan diri untuk menghormati proses hukum dan kehadiran Majelis Hakim.

“Teriakan ‘tabrak saja’ itu adalah bukti nyata niat jahat dan mental premanisme yang mereka gunakan untuk mempertahankan lahan yang bukan haknya. Mereka tidak segan melakukan kekerasan bahkan di hadapan aparat penegak hukum tertinggi di pengadilan,” ujar Muhardi, S.H seraya menambahkan publik dan Majelis Hakim melihat sendiri siapa yang taat hukum dan siapa yang menggunakan cara-cara barbar. “Kami yakin keadilan akan segera datang untuk para petani,” tegas Muhardi.

Kasus ini kini memasuki babak akhir di pengadilan, namun fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan di lapangan telah membuka kotak pandora yang bisa menyeret PT. Torganda ke dalam masalah hukum yang jauh lebih besar. (ABN/dan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *