Scroll untuk baca artikel
#
Peristiwa

Tuan Guru Batak (TGB) Ziarah ke Makam Bung Karno di Blitar

×

Tuan Guru Batak (TGB) Ziarah ke Makam Bung Karno di Blitar

Sebarkan artikel ini

Tuan Guru Batak (TGB) Syekh Dr Ahmad Sabban elRahmaniy Rajagukguk MA, berziarah ke makam Bung Karno di Blitar, Sabtu (14/03/2020).

Asaberita-Blitar — Tuan Guru Batak (TGB) Syekh Dr Ahmad Sabban elRahmaniy Rajagukguk MA, Ulama dan tokoh sufi dari Sumatera Utara berziarah ke Makam Proklamator Bangsa Ir H Sukarno di Blitar, Sabtu (14/03/2020).

Tuan Guru Batak (TGB) menyengaja berziarah guna menghormati dan mendoakan seorang tokoh besar, pendiri dan proklamator bangsa yang sudah sangat berjuang dan berkorban untuk kemerdekaan bangsa.

“Ini sebuah tradisi mulia dalam agama dan juga bagi nusantara kita yakni menghormati dan mendoakan pendiri bangsa.” Ungkap Tuan Guru Batak didampingi Bung Sugiat Santoso tokoh pemuda Sumatera Utara.

Lebih lanjut, pesan TGB dari ziarah ini akan melahirkan semangat untuk menghargai para pejuang bangsa. “Dari ziarah ini, kita kembali di-ingatkan oleh pesan-pesan heroik ‘Bung Karno’ yakni untuk semakin mencintai negeri ini, menjaga idiologi bangsa dan terus berkontribusi untuk merawat kemajukan bangsa.” Tandas TGB, Mursyid Thoriqah Naqsyabandi yang juga dosen S3 UIN SU.

Berdasarkan data sejarah, Ir. H Soekarno atau yang biasa dipanggil Bung Karno lahir di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1901 dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dengan Ida Ayu Nyoman Rai.

Ir. H. Soekarno, meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun. Bung Karno adalah Presiden pertama Republik Indonesia yang menjabat pada periode 1945–1967, memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.

Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.

BACA JUGA :  TGB Apresiasi Menteri Sosial RI, Beri Bantuan ke Masyarakat Simalungun

Ir Soekarno adalah seorang sosok pahlawan yang sejati. Dia tidak hanya diakui berjasa bagi bangsanya sendiri tapi juga memberikan pengabdiannya untuk kedamaian di dunia. Semua sepakat bahwa Ir Soekarno adalah seorang manusia yang tidak biasa yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Ir Soekarno adalah bapak bangsa yang tidak akan tergantikan.

Terkait dengan komitmen keagamaan, Tuan Guru Batak (TGB)menegaskan bahwa Ir H Sukarno adalah muslim sejati. Bersama beliau banyak Ulama-ulama besar yang mengilhami pemikirannya. “Tidak ada sedikitpun keraguan kita tentang komitmen keagamaan Islam Bung Karno. Selain sebagai nasionalis sejati, Bung Karno juga muslim sejati.” Ungkap TGB yang kesehariannya aktif mengasuh pondok persulukan serambi babussalam Simalungun.

Bung Karno memilih istilah “Api Islam” — yang diertentangkan dengan “Islam Sontoloyo”. Api Islam menunjuk kepada substansi Islam sebagai rahmat Allah Swt yang diberikan kepada manusia untuk membebaskan manusia dari keterkungkungan, keterpurukan, kemiskinan, kebodohan serta penindasan.

Gagasan “Api Islam”— dipopulerkan untuk menghantam mental dan logika seorang muslim yang merasa taat, alim, menyebut-nyebut dan memuji-muji Allah Swt— sedangkan ia terpuruk, tertindas, tidak merdeka, tidak bermartabat, tidak mandiri alias penganut “Islam Sontoloyo”.

Api Islam Bung Karno, tidak hanya menunjuk pada energi langit yang bersumber dari wahyu Allah Swt, melainkan berupa energi yang lahir dari integrasi antara wahyu dari langit dengan wahyu yang di bumi Indonesia yang seterusnya disebut dengan “Islam Kebangsaan” atau oleh Cak Nur disebut dengan “Islam Ke-Indonesiaan”.

BACA JUGA :  Presiden Jokowi Bapak Deradikalisasi dan Moderasi Beragama Indonesia

Gagasan Api Islam— dengan pemilihan istilah “Api”— telah menunjukkan adanya kesadaran akan dinamika yang berkelanjutan pada “Islam Kebangsaan”. Bung Karno mempolulerkan istilah “Islam Progresif” — “Islam Berkemajuan”.

Simbol dari adanya kesadaran akan tak terhindarkannya dinamisasi sejarah, pemikiran dan budaya. Tetapi tidak juga bermakna modernisasi seperti gerakan revivalisme atau puritanisme Islam dengan menghilangkan budaya bangsa yang telah terintegrasi dalam Islam itu sendiri. Api Islam Indonesia harus tetap mempertimbangkan Islam sebagai wahyu, Islam sebagai hasil pemikiran masyarakat Indonesia serta Islam sebagai Budaya Bangsa Indonesia.

“Untuk itu, Islam kebangsaan Sukarno harus kita jaga sebagai upaya mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan idiologi dan pilar-pilar bangsa,” tutup Tuan Guru Batak. (has)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *