
Asaberita.com, Labusel — Sejumlah mahasiswa dan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Kecamatan Kampung Rakyat Desa Kampung Perlabian, menolak pembangunan sebuah rumah ibadah berupa gereja di kampung mereka, karena pembangunannya dinilai melanggar aturan.
Penolakan itu, karena masyarakat menemukan adanya indikasi kuat dugaan pelanggaran Perda Labusel Nomor 3 Tahun 2016 Pasal 131 Huruf C Tentang Pendirian Bangunan/Gedung, serta Peraturan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 09 dan 08 (SKB 2 Menteri) Tentang Syarat Mendirikan Rumah Ibadah.
Selain menyurati Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) untuk meminta pemerintah menangani kasus ini, mahasiswa dan warga telah pula menggelar aksi damai dengan mendatangi Kantor Kakankemenag Labusel serta Kantor Bupati Labusel pada Senin, 18 Desember 2023 lalu dengan mengerahkan sedikitnya 100 orang massa.
Mursyid Ibban selaku koordinator pada aksi itu menyampaikan, bahwa pendirian rumah ibadah berupa gereja yang di lakukan oleh umat Kristen di Dusun Bima Desa Kampung Perlabian, Kecamatan Kampung Rakyat, Labusel, diprotes warga pendiriannya karena diduga bangunan yang didirikan tidak memiliki IMB dan tidak memenuhi syarat. Sementara, bangunan sudah berdiri dan rampung sekitar 90%.
“Kita merasa aneh, kenapa IMB belum dimiliki dan masyarakat di sekitar lokasi menolak pembangunan gereja di tempat itu, tetapi pembangunannya terus berlanjut dan bahkan telah hampir rampung. Masyarakat telah berulang kali mengajukan protes tetapi pemerintah hingga kini tidak juga mengambil tindakan,” kata Musyid kepada wartawan, Kamis (21/12).
Dikatakannya, masyarakat Desa Kampung Perlabian yang menolak pembangunan gereja di desa mereka, telah beberapa kali menyurati Pemkab Labusel untuk segera menertibkan pembangunan rumah ibadah yang diduga tanpa IMB itu.
Menurutnya, Wakil Bupati Labusel Ahmad Fadli Tanjung S.Ag selaku Ketua Tim Verifikasi pembangunan rumah ibadah, sejauh ini juga masih belum mengambil tindakan apa-apa atas keresahan masyarakat ini. Padahal sudah jelas, dalam SKB 2 Menteri syarat bisa didirikannya rumah ibadah di satu tempat, minimal harus memiliki 90 jemaat dan adanya persetujuan masyarakat disekitar lokasi pendirian rumah ibadah minimal 60 orang.
“Demi terciptanya ketentraman warga dan menghindari terjadinya konflik, Pemkab Labusel harus merespon apa yang menjadi keresahan dan penolakan warga Kampung Perlabian. Wabub Labusel selaku Ketua Tim Verifikasi harus segera turun dan mengambil tindakan, agar gesekan yang terjadi di masyarakat tidak berujung pada konflik, sehingga ketentraman dan kerukunan antar umat beragama di Desa Kampung Perlabian tetap bisa terjaga,” ucap Mursyid.
Mursyid menegaskan, bila Pemkab Labusel tidak juga peka atas persoalan ini, ia menyatakan bahwa mahasiswa dan warga Desa Kampung Perlabian akan kembali menggelar aksi unjuk rasa dengan mengerahkan massa yang lebih besar lagi, serta akan mendesak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) serta Satpol PP untuk mengambil tindakan untuk menertibkan bangunan yang tidak memiliki IMB itu.
Senada dengan Mursyid, Ketua Umum Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Kampung Rakyat Damhuri Siregar yang didampingi sejumlah aktivis mahasiswa asal Kampung Rakyat diantaranya Bustamin Arifin Rambe, Rahmat Husein Rambe dan Muhammad Hamdani Hasibuan menyatakan akan terus mendukung apa yang menjadi tuntutan masyarakat Desa Kampung Perlabian.
“Negara kita adalah negara hukum, maka hukum harus tetap ditegakkan walaupun langit akan runtuh. Karenanya kami meminta pihak-pihak terkait agar cepat mengakomodir tuntutan warga, apalagi masalah ini masalah yang sensitif yakni persoalan agama. Jangan sampai karena lambannya penanganan dari pemerintah akhirnya masyarakat mengambil tindakan sendiri sehingga terjadi konflik horizontal,” ucap Damhuri Siregar.
Damhuri mengaku kecewa, karena dalam aksi yang dilakukan mahasiswa dan warga Desa Kampung Perlabian pada Senin lalu, masyarakat merasa tidak puas atas apa yang disampaikan Kakan Kemenag Labusel dan Pemkab Labusel yang diwakili Plt. Kepala Dinas Perijinan, sebab jawaban mereka masih mengambang.
“Kondisi masyarakat di bawah sudah resah, tapi jawaban mereka malah meminta waktu untuk mempelajari. Padahal, kasus ini sudah berlangsung lama dan masyarakat juga sudah lama menyampaikan pengaduan tapi tak ada tanggapan. Karenanya kami dari IMPAKAR meminta agar pemerintah peka, demi keamanan dan ketentraman masyarakat dan Kabupaten Labusel. Jika pemerintah tak juga peka, maka kami siap menurunkan mahasiswa IMPAKAR turun ke jalan bersama warga hingga kasus ini ditanggapi dengan serius,” tegas Damhuri. (wn/bs)