Opini

Presiden Prabowo dan Konsekuensi Artificial Intelligence (AI)

×

Presiden Prabowo dan Konsekuensi Artificial Intelligence (AI)

Sebarkan artikel ini
AI

Oleh: Mohammad Radius Anwar
(Institut Yuddy Chrisnandi)

Awal dari Sebuah Adaptasi

Tahun 2025 hadir seolah seperti tahun-tahun sebelumnya, berjalan dengan peristiwa dan dinamika yang saling bertaut, bagai nada dan irama dalam nyanyian kehidupan manusia. Namun, di balik keseharian itu, tersimpan jejak perubahan besar dalam sejarah peradaban manusia — perubahan yang menandai babak baru hubungan antara manusia, sains, dan teknologi.

Dalam perjalanan panjang evolusi kesadaran, manusia beradaptasi dan berevolusi untuk menjawab teka-teki alam semesta (makrokosmos) sekaligus memahami dirinya sendiri (mikrokosmos). Upaya bertahan hidup memaksa manusia mengasah otak dan pikirannya, berinteraksi dengan alam, melahirkan pengetahuan, dan pada akhirnya membentuk kesadaran baru tentang eksistensinya.

Kesadaran yang tumbuh selama ribuan, bahkan jutaan tahun itu, berawal dari proses adaptasi — dari homo sapiens yang berakal menuju makhluk yang kini menciptakan “otak buatan”. Evolusi ini membawa manusia pada era baru: era Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI).

Manusia dan Mesin: Babak Baru Kecerdasan

Manusia modern kini bergulat dengan ciptaannya sendiri — teknologi AI. Inilah terobosan spektakuler yang melibatkan berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti biologi, psikologi, neurosains, linguistik, sibernetika, budaya, dan komputasi. Semua berpadu dalam perangkat keras (hardware) dan lunak (software) yang dijalankan oleh algoritma serta kode komputasional yang kompleks.

Melalui AI, manusia mampu memproses dan menyajikan informasi dalam jumlah luar biasa besar (big data). Data ini tidak hanya disusun menjadi pengetahuan, tetapi membentuk ekosistem informasi global — yang sering disebut Super Highway Information. Lalu lintas informasi yang melimpah ini mengubah cara manusia berpikir, bekerja, dan berinteraksi dengan dunia.

BACA JUGA :  Pjs Bupati Toba Terima Penghargaan dari Panitia PON XXI atas Suksesnya Penyelenggaraan Ski Air di Danau Toba

Namun, setiap kemajuan membawa konsekuensi. Muncul pertanyaan mendasar: sejauh mana manusia mampu mengendalikan ciptaannya sebelum ciptaan itu mengendalikan manusia?

Rekognisi dan Memori: AI Meniru Otak Manusia

Belum lama, dua ilmuwan — John Hopfield dari Inggris dan Geoffrey Hinton dari Amerika Serikat — dianugerahi Hadiah Nobel Fisika 2024 atas penelitian mereka di bidang psikologi kognitif yang dikombinasikan dengan teknologi AI. Penghargaan ini terakhir kali pernah diberikan kepada Albert Einstein pada tahun 1921, menunjukkan betapa monumental dampak temuan ini.

Keduanya mengembangkan konsep Memory Associative atau memori asosiatif, yakni kemampuan sistem untuk “mengingat” dan “memahami” hubungan antarperistiwa yang tampak tidak berkaitan. Dalam konteks AI, konsep ini memungkinkan mesin mengenali pola-pola kompleks — misalnya mengenali wajah seseorang, mengingat nama, kebiasaan, hingga aroma parfum yang digunakan.

Dengan kata lain, temuan Hopfield dan Hinton membawa kecerdasan buatan selangkah lebih dekat dengan kemampuan kognitif manusia. Mesin kini tidak hanya meniru cara berpikir manusia, tetapi juga belajar dan mengingat layaknya otak biologis.

Presiden Prabowo dan Tantangan Kemanusiaan

Dalam konteks Indonesia, kemajuan AI menjadi tantangan strategis bagi Presiden Prabowo Subianto dan pemerintahannya. AI bukan sekadar teknologi, tetapi pergeseran paradigma dalam tata kelola negara, ekonomi, keamanan, hingga pendidikan.

BACA JUGA :  Ketua DPRD Medan Minta Aktivitas PT Jaya Beton Tidak Ganggu Kesehatan Warga

Pemerintahan Prabowo perlu menyiapkan kebijakan yang bijak dan visioner agar teknologi ini membawa manfaat, bukan ancaman. Diperlukan keseimbangan antara inovasi dan etika, antara kemajuan dan nilai kemanusiaan. Sebab, di tengah laju AI yang kian otonom, manusia tetap harus menjadi subjek — bukan objek — dari teknologi yang diciptakannya.

Penutup: Evolusi Baru Kesadaran

AI bukan sekadar alat, tetapi perpanjangan dari kesadaran manusia. Ketika mesin mulai memahami, mengenali, dan bahkan memprediksi perilaku manusia, kita seolah dihadapkan pada cermin yang memantulkan kembali siapa diri kita sesungguhnya.

Evolusi dari homo sapiens menuju makhluk yang berinteraksi dengan kecerdasan buatan adalah kisah tentang adaptasi tanpa akhir. Kini, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk tidak hanya mengikuti arus teknologi global, tetapi juga menuntunnya dengan nilai, moral, dan kebijaksanaan. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *