
Asaberita.com, Medan – Kritikan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) terhadap Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang menyebutnya sebagai ‘The King Of Lip Service’, dinilai Koordinator Forum Aktifis 98 Sumut, Muhammad Ikhyar Velayati, hanyalah sekadar untuk mencari sensasi belaka.
“Kritikan BEM UI yang menyebut Jokowi sebagai ‘The King of Lip Service’ tidak berbasis data dan fakta, sehingga BEM UI hanya sekadar mencari sensasi dan panggung politik belaka, jadi tidak perlu direspon secara berlebihan,” kata Ikhyar di Medan, Selasa (29/6/2021).
Pasalnya, sebut Ikhyar, semua yang dikatakan oleh BEM UI tentang Jokowi di bantah oleh fakta yang ada. Seperti halnya tuduhan bahwa Jokowi tidak pernah menemui pendemo atau rakyatnya yang sedang menyampaikan pendapat.
“Teman-teman di BEM UI mungkin lupa atau mereka tidak tahu, bahwa pada tahun 2016 ketika ada aksi para petani yang tergusur dari sawahnya untuk pembuatan pabrik semen, Jokowi menemui para petani dan mendengarkan aspirasi dan keluhan mereka. Sehingga tidak benar kalau Jokowi tidak pernah menemui pengunjuk rasa,” ujar Ikhyar.
Kemudian, terkait isu revisi UU ITE, Jokowi dalam berbagai kesempatan juga menunjukkan komitmennya. Saat ini, pemerintah sudah membentuk dua tim pengkaji UU ITE yakni untuk kajian penerapan serta kajian revisinya.
Menurut Ikhyar, setelah mendengar berbagai masukan dari masyarakat terkait UU ITE itu, pemerintah meresponnya. Namun, untuk merevisi atau merubah satu UU tidakkah bisa serta-merta sim salabim, haruslah dilakukan kajian terlebih dahulu, dibahas di DPR dan baru disahkan.
“Para mahasiswa harus memahami itu, pembuatan, pencabutan atau revisi UU tidak bisa langsung jadi, ada proses dan mekanismenya. Dan untuk UU ITE ini ada progres yang dilakukan pemerintah menyikapi masukan masyarakat,” ucapnya.
Progres yang telah terlihat, imbuhnya, dengan telah keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 institusi yakni Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri tentang ‘Pedoman Implementasi Pasal-Pasal Tertentu UU ITE’.
Dalam SKB itu diatur bahwa UU ITE tidak bisa digunakan untuk menjerat pemberitaan institusi perusahaan pers media online/internet maupun wartawan yang memberitakannya. Karena untuk institusi pers yang bekerja sesuai ketentuan kode etik jurnalistik, diberlakukan mekanisme UU 40/1999 tentang Pers sebagai lex spesialis, bukan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
“Ini adalah bukti bahwa Pemerintahan Jokowi merespon masukan dari masyarakat terkait UU ITE. Begitu juga dengan isu pelemahan KPK, Jokowi tidak pernah intervensi terhadap kebijakan dan keputusan lembaga KPK. Beliau tetap tegak lurus dan taat aturan hukum,” ujarnya.
Dikatakannya, harus diketahui bahwa Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dinyatakan sah dan konstitusional untuk diberikan pada pengujian calon Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini diputuskan Mahkamah Agung yang dituangkan dalam Putusan Nomor 2 P/HUM/2020. Termasuk soal standar nilai yang lulus dan tidak lulusnya.
“Jadi, tak ada hubungannya ketidak lulusan 57 orang dalam tes TWK menjadi pegawai KPK dengan Jokowi. Itu internal KPK dan hal yang biasa saja, sebab di instansi lain juga banyak pegawai honorernya saat tes menjadi ASN/PNS tidak lulus,” imbuhnya.
Ikhyar mengingatkan semua pihak khususnya mahasiswa, saat ini yang di butuhkan adalah persatuan dan gotong royong untuk menghentikan pandemi covid 19 dan pemulihan ekonomi naaional.
“Rakyat itu mengharapkan semua elemen bangsa, termasuk mahasiswa bersatu dan bergotong royong untuk menghentikan pandemi covid 19 serta pemulihan ekonomi nasional, hentikan kegaduhan serta kegenitan yang tidak perlu,” tuturnya. (red)