
Asaberita.com Medan – Ahli teknis bangunan dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Muzi Irmawan, selaku ketua tim yang melakukan audit terhadap gedung kuliah terpadu Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU), menyebutkan bahwa kondisi gedung masih aman dan layak untuk digunakan.
Hal itu disampaikan Muzi Irmawan ketika dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi ahli secara virtual, pada sidang kasus dugaan tipikor pembangunan gedung kuliah terpadu Kampus 2 UINSU di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (11/10/2021) malam.
Pada persidangan yang dipimpin Safril Batubara selaku hakim ketua didampingi 2 hakim anggota dan panitera, Muzi Irmawan mengatakan tim dari ITS melakukan audit teknis bangunan atas permintaan dan kontrak dari Polda Sumut yang sedang melakukan penyelidikan kasus yang disidangkan saat ini.
Atas permintaan jaksa dari Kejati Sumut dipersidangan, Muzi menjelaskan selama 4 hari tim melakukan audit dan pemeriksaan menyeluruh kondisi gedung untuk memberi penilaian secara kualitatif dan kwantitatif.
Tim, lanjut Muzi, juga memeriksa pondasi serta beton gedung untuk menilai kekuatan gedung dan ketahanannya dari beban saat digunakan serta ketahanan terhadap gempa. “Hasilnya dalam laporan kami sebutkan gedung aman dan layak digunakan setelah dilakukan sedikit perbaikan dan finishing,” kata Muzi.
Kemiringan gedung juga diperiksa, karena menurut Muzi sebelumnya ada info kalau kondisi gedung miring. Namun setelah diperiksa menggunakan alat yang sesuai standart pemeriksaan, didapat hasil kemiringan 0,04 mm antar lantai, masih dibawah batas toleransi kemiringan yakni 0,10 mm.
“Pembangunan gedung bertingkat memang tidak mungkin bisa tegak lurus 100 derajat, pasti ada kemiringannya. Dan kami nilai kemiringan gedung UIN itu masih dalam batas wajar,” ujarnya.
Material Onside tak Dihitung
Masih keterangan Muzi di persidangan. Dengan mengacu pada dokumen kontrak, gambar perencanaan, spesifikasi teknis dan teknikal mekanikal yang dikirim Polda Sumut ke ITS sebagai panduan dalam melakukan pemeriksaan, ia mengakui jika kondisi fisik bangunan gedung kuliah terpadu telah selesai 100%. Namun, tim dari ITS ini membuat 0% untuk progres teknikal mekanikal dan finishing.
Meski Muzi mengakui ada sejumlah peralatan teknikal mekanikal sudah terpasang dan ada material teknikal mekanikal yang sudah onside berada di lokasi proyek, tetapi menurutnya karena belum bisa difungsikan, mereka menghitung progresnya 0%. Sehingga tim dari ITS menyimpulkan bahwa progres keseluruhan adalah 74,17%.
Hasil kesimpulan dari ITS yang menyebut progres baru 74,17% inilah kemudian yang dijadikan acuan Polda Sumut meminta BPKB menentukan kerugian negara yang kemudian ditetapkan sebesar Rp10,3 miliar lebih, serta menjadi dakwaan jaksa kepada 3 terdakwa (Saidurrahman, Syahruddin dan Joni Siswoyo).
Keterangan Muzi Irmawan selaku ketua tim audit dari ITS yang menjadi saksi ahli inipun langsung direspon kuasa hukum Saidurrahman dan Syahruddin.
Sofwan Tambunan selaku kuasa hukum Saidurrahman malah mempertanyakan, apa hubungan ahli serta ITS dengan Polda Sumut. “Kenapa untuk mengaudit gedung harus jauh-jauh mencari ahli ke Surabaya sana. Disini juga banyak ahli teknis bangunan. Kemudian saudara ahli kan di BAP di Polda, itu teknisnya bagaimana? Saudara ahli di BAP dulu baru kemudian memeriksa gedung. Karena kan kalau pemeriksaan ahli misalnya 96% progres, pasti saudara ahli tidak di BAP lagi. Atau bagaimana teknisnya,” tanya Sofwan.
Sebab, lanjut Sofwan, seperti ada pesanan. Ia juga menanyakan ahli apakah pernah membaca laporan progres dari konsultan Manajemen Konstruksi (MK). Karena sebelumnya MK juga memeriksa, rekomendasinya sudah 91,07% progres, dan itu yang menjadi acuan pihak UINSU membayar ke kontraktor.
“Ini mana yang benar, MK atau ITS. MK memasukkan material onside ke progres, ITS tidak. Apa dasarnya. Pihak MK itu juga ahli semua yang mengawasi proyek, bahkan berpengalaman sudah 17 tahun. Apakah hasil pemeriksaan ITS yang paling benar, MK salah. Siapa yang mengujinya. Ini menyangkut nasib orang lho..,” cecar Sofwan secara beruntun.
Atas pertanyaan Sofwan yang beruntun, Muzi mengatakan mereka melayani semua surat permintaan termasuk dari Polda Sumut. Dan dengan Polda Sumut mereka ada beberapa kontrak selain pemeriksaan gedung UINSU.
Muzi tidak bisa menjelaskan adanya peraturan tentang konstruksi bahwa material onside tidak dihitung. Ia hanya mengatakan karena pada umumnya dalam konstruksi demikian. Ahli dari ITS ini juga
mengaku hasil audit mereka tidak ada badan atau lembaga lain yang memeriksa kebenarannya.
Menjawab pertanyaan Sofwan juga, mereka baru melakukan pemeriksaan gedung pada Januari 2020,
serelah menerima kontrak untuk pemeriksaan dari Polda Sumut, yang artinya setelah satu tahun gedung dibiarkan.
Saksi Ahli Merajuk
Pertanyaan yang tak kalah seru juga dilontarkan Ranto Sibarani dan Kamaluddin Pane selaku kuasa hukum Syahruddin kepada saksi ahli dari ITS, dari BPKP serta saksi ahli pengadaan barang dan jasa, Ahmad Feri Tanjung, yang dihadirkan jaksa pada persidangan Senin malam.
Bahkan, saksi ahli Ahmad Feri Tanjung bahkan sempat ‘merajuk’ karena terus dicecar pertanyaan oleh Ranto Sibarani setiap ia menyampaikan pendapatnya yang terkesan seperti berulang terkait jika pejabat pembuat komitmen (PPK) tidak faham tentang konstruksi, ia bisa meminta tim teknis atau konsultan untuk membantunya.
Hal itupun langsung ditanggapi dan ditanyakan oleh Ranto Sibarani, apakah konsultan Manajemen Konstruksi (MK) yang dikontrak PPK melalui tender pelelangan tidak untuk membantu PPK dalam menilai dan mengawasi proyek. Dan apakah PPK harus bertentangan dengan MK?
Atas pertanyaan itu, ahli kembali mengatakan MK bisa salah, jadi PPK yang kurang faham kontruksi bisa meminta bantuan tim teknis.
Merasa pertanyaannya belum terjawab, Ranto pun kembali menanyakan hal yang sama. Karena terus dicecar dengan pertanyaan itu, Ahmad Feri Tanjung, terlihat seperti gusar dan terkesan merajuk. Lalu dengan ketus ia mengatakan “Saya ngak bersedia menjawab”. Demikian juga untuk sejumlah pertanyaan lanjutan kuasa hukum, ahli tidak bersedia menjawabnya, sehingga PH pun menyudahi pertanyaannya setelah pertanyaan terakhir apakah PPK harus orang yang faham konstruksi, dan dijawab tidak. (has)