Oleh : Kamaluddin Pane SH, MH
Dari berbagai referensi, disebutkan bahwa VOC bangkrut sewaktu dipimpin Gubernur Jenderal VAN OVERSTRATEN, dan resmi dibubarkan pada 31 Desember 1799.
Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) adalah kongsi dagang Belanda yang secara resmi didirikan di Amsterdam pada 20 Maret 1602. Setelah Pemerintah Belanda melakukan pembubaran pada 31 Desember 1799, maka tanggal 1 Januari 1800, pemerintah Kerajaan Belanda resmi mengambil kekuasaan VOC di Nusantara. Dan sejak 1 Januari 1800 pula, Pemerintah Belanda resmi berkuasa di Nusantara, tidak lagi memakai kongsi dagang VOC yang sebelumnya diberikan hak khusus.
Pertanyaannya, apa yang menyebabkan VOC bangkrut setelah beroperasi selama sangat lama ?
Konon, diantara penyebab utama kebangkrutan VOC diantaranya adalah maraknya praktik korupsi.
Perbuatan korupsi dilakukan pejabat rendah bergaji sekitar 16-24 gulden dan pejabat gubernur jenderal yang bergaji sekitar 700 gulden.
Mantan-mantan Gubernur Jenderal menjadi orang kaya setelah berhenti dari VOC. Gubernur Jenderal VAN HOORN kembali ke Belanda sebagai jutawan dengan membawa lebih dari 10 juta gulden. Gubernur ALEXANDER CORNABE juga melakukan praktik korupsi saat menjabat pada 1780-1793. Saat menyerahkan kekuasaan kepada Inggris pada 1796, CORNABE juga mengambil uang pemerintahan sebesar 25.000 gulden.
Yang menarik, ternyata modus-modus korupsi yang terjadi kala itu berupa mark up harga, pemalsuan Nota Pembelian, sogokan penerimaan pegawai, pembuatan laporan keuangan palsu sudah terjadi lumrah, terbiasa pada masa VOC, termasuk penyelundupan barang barang. VOC berubah menjadi Veergan Onder Coruptie (VOC), yang artinya “rontok karena korupsi”.
Karenanya, pola tindak pidana korupsi saat ini di Indonesia sebagaimana sering dilansir oleh pihak KPK, boleh dikatakan foto copy dari praktik korupsi di zaman VOC. Bentuk bentuk tindak pidana korupsi tersebut, seperti mark up harga, pengutipan untuk menduduki jabatan tertentu, laporan keuangan palsu yang banyak terjadi, ternyata sudah terjadi saat zaman VOC.
Terkait dengan langkah pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Leading Sector harus diberikan dukungan penuh oleh Negara dan masyarakat.
Praktik Operasi Tangkap Tangan (OTT) harus terus digiatkan, walaupun konsekwensinya punya citra jelek sebagaimana dilansir oleh Oppung LBP. KPK harus benar-benar menjadi benteng pemberantasan korupsi. KPK harus benar-benar diberikan independensi.
(Penulis adalah praktisi hukum)