
Asaberita.com, Medan – Pengacara konglomerat Mujianto, Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) mengaku kecewa dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut kliennya 9 tahun penjara.
Selain itu, JPU juga membebankan pada Mujianto untuk membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 13,4 miliar dalam perkara kredit macet yang diajukan Direktur PT Khrisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman.
“Tuntutan JPU itu tidak didasarkan fakta yang terungkap di persidangan,” ujar Surepno Sarpan, penasehat hukum Mujianto menjawab wartawan seusai persidangan Mujianto di Pengadilan Tipikor Medan, Jumat (18/11/2022) malam.
Surepno menjelaskan, fakta yang teringkap di persidangan, Direktur PT KAYA meminjam Rp 39,5 miliar di sebuah bank pemerintah di Medan tahun 2014 untuk biaya konstruksi pembangunan Perumahan Takapuna Residence.
Dari pinjaman Rp 39,5 miliar itu yang tersisa Rp 14,7 miliar, ini yang menjadi tunggakan Canakya Suman.Termasuk Rp 13,4 miliar dari pinjaman tersebut dibayarkan ke Bank Sumut untuk melunasi hutang Canakya kepada PT ACR dalam pembelian tanah untuk membangun Perumahan Takapuna Residence di Helvetia.
“Semua dana pinjaman Canakya Suman tersebut dipergunakan untuk kontruksi pembangunan Takapuna Residence,” ujar Surepno.
Namun, belakangan Canakya Suman tidak sanggup melunasi kreditnya sebesar Rp 14,7 miliar setelah 3 tahun berjalan.
Menurut Surepno, ini persoalan kredit macet yang merugikan bank Ini kasus perbankan bukan kasus korupsi dan TPPU seperti yang dituduhkan JPU.
Surepno menduga pertimbangan Jaksa menuntut terdakwa Mujianto hanya didasari pada keterangan saksi-saksi yang tidak benar (cacat hukum).
Pasalnya dalam tahap penyidikan, 30 saksi yang diperiksa penyidik setelah Mujianto ditetapkan jadi tersangka. Ironisnya lagi, kata Sarpan, berita acara pemeriksaan (BAP) saksi-saksi diambil dari berita acara orang lain.
“Ini semua akan kita ungkap secara lengkap dalam nota pembelaan Mujianto pada 28 November 2022 mendatang,” kata Surepno.
Sebelumnya, JPU Isnayanda dari Kejatisu dalam nota tuntutannya yang dibacakan dihadapan Majelis Hakim Tipikor Medan yang diketuai Immanuel Tarigan menyebutkan, terdakwa Canakya dan Mujianto secara bersama-sama melakukan korupsi seperti tertuang dalam Pasal 2 UU Tipikor.
Khusus Mujianto diterapkan lagi Pasal 5 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kedua terdakwa itu dituntut masing-masing 9 tahun penjara
Selain hukuman itu, Canakya dibebani membayar denda Rp 500 juta subsider 5 bulan serta membayar UP Rp 14,7 miliar subsider 4 tahun 6 bulan kurungan.
Sedangkan Mujianto dituntut 9 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun serta membayar UP Rp 13,4 miliar subsider 4 tahun 3 bulan kurungan. (red/has)