Oleh : Prof. Dr. Azhari Akmal Tarigan, MAg
PAK Nazri adalah Rektor yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Agama atau Kementerian Agama saat itu (1987-1995). Dalam pengakuannya, pada saat sulit mencari Rektor depinitif sebagai pengganti Drs. Hasbi AR (Rektor IAIN.SU yang ketiga). Di samping itu, di dalam IAIN.SU sendiri -masih menurut Pak Nazri- terjadi pertentangan antara dua kelompok besar yaitu kelompok pembaharu atau kelompok yang pro pada ide-ide perubahan-kemajuan dan kelompok yang bertahan pada hal-hal lama atau tradisional. Tentu saja Pertentangan kedua kelompok ini dapat menghambat perkembangann IAIN.SU Medan.
Sebagai mahasiswa semester awal Fakultas Syari’ah IAIN.SUkala itu, saya tentu tidak banyak mengenal Pak Nazri kecuali sekedar desas-desus bahwa Pak Nazri adalah Rektor yang sangat disiplin, tegas dan berani. Pak Nazri berhasil memadukan gaya kepemimpinan militer dan kepemimpinan Ulama yang diterimanya dari Ayahandanya untuk diterapkan di IAIN.SU.
Kontribusi terbesar Pak Nazri bagi IAIN.SU adalah kesungguhannya membawa IAIN.SU ke “dunia luar” meminjam istilah yang dikemukan Prof. Yasir Nasution. Pak Nazri membawa IAIN.SU dan memperkenalkannya kepada berbagai Lembaga luar secara lebih intensif. Berbagai Kerjasama ditorehkan baik di dalam dan luar negeri. Perlahan namun pasti, IAIN.SU mulai dikenal Masyarakat dan dunia lebih dari sekedar pesantren kota. Alumninya tidak hanya pandai berdo’a (tuduhan banyak orang kala itu) tetapi juga sudah merambah ke berbagai wilayah kehidupan, dunia birokrasi, politik, sosial-budaya dan ekonomi.
Pak Nazri lahir pada tahun 1938. Agaknya tanggal kelahirannya tidak terekam dengan baik. Nagari Ujung Gading yang merupakan bagian dari Kabupaten Pasaman Barat adalah nama kampung di mana ia dilahirkan. Pasaman Barat berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara. Ayahnya merupakan tokoh dan ulama besar yang bernama Syekh Muhammad Adlan, asal Nagari Air Bangis yang kebetulan berdekatan dengan Nagari Ujung Gading. Syekh Adlan adalah termasuk dari sedikit orang Indonesia yang pada awal abad ke-20 menuntut ilmu agama Islam di Makkah. Lebih kurang 19 tahun beliau berada di Makkah Al-Mukarromah bersama-sama dengan beberapa ulama asal Minangkabau lainnya, antara-lain Syekh Sulaiman Ar-Rasuly (Inyiak Canduang) dan Syekh Ibrahim Musa (Inyiak Parabek). Sekembalinya dari Mekah pada tahun 1926, Syekh Muhammad Adlan kemudian mendirikan Pesantren yang kemudiann diberi nma persis seperti Namanya yaitu “Adlaniyah” yang mengambil lokasi di Ujung Gading. Beliau menikah dengan Hj. Nursaqiah yang berasal dari suku Mandailing bermarga Lubis.
Pak Nazri Adlani menjalani pendidikan formal di Pesantren Adlaniyah. Setelah menginjak usia remaja, beliau dikirim orang-tuanya ke Medan, guna melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU). Saat kuliah di sini, beliau mendapat kesempatan mengikuti Kursus Dinas Imam Militer (Kurdisim) yang diseleng-garakan atas kerjasama Pusrohis TNI AD dengan Departemen Agama RI. Setelah lulus, beliau mulai menjalani karir sebagai perwira Rohani Islam (Parohis), dengan pangkat awal sebagai Perwira Letnan II.
Walaupun memiliki ikatan dinas di lingkungan TNI-AD dengan pangkat terakhir sebagai Brigadir Jenderal (Brigjen), namun sebagai santri lulusan pesantren dan perguruan tingo Islam, Pak Nazri Adlani juga aktif berkiprah di berbagai lapangan kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya, antara lain menjalani tugas karya sebagai Rektor IAIN Sumatera Utara di Medan (1987-1995), sebagai politisi yang pernah menjabal sebagai Wakil Ketua MPR RI mewakili Utusan Golongan (1999- 2004), dan menjalani tugas rangkap sebagai Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Sebagai Wakil Ketua Dewan Penasehat dan Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN), Anggota Dewan Pengawas Syariah (DSN) pada sejumlah lembaga bisnis keuangan syariah (LBS/ LKS) binaan MUI, baik yang dimiliki oleh perusahaan swasta maupun BUMN. Selain itu, beliau juga masih aktif berkiprah pada sejumlah organisasi sosial kemasyarakatan dan LSM, antara lain sebagai Ketua Dewan Syuro DPP Al-Ittihadiyah, Deklarator Dewan Kesatuan Ulama FUI, Ketua Dewan Pembina Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), serta Pembina LSM Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Otonomi Daerah (LPPOD).
Pak Nazri masuk ke IAIN.SU Medan pada tahun 1987, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 131/M tanggal 27 Juni 1987. Di dalam Biografinya dijelaskan saat itu kondisi IAIN.SU sangat memprihatinkan, baik di lihat dari segi sarana dan prasarana akademik maupun dari segi manajemen atau pengelolaan perguruan tinggi. Sebagai sebuah kampus negeri, seharusnya IAIN.SU harus jauh lebih baik dari kondisi saat itu. Memang Pembangunan IAIN.SU mulai terlihat pada masa Drs. Hasbi AR menjabat sebagai Rektor.
Pak Nazri sangat menyadari tantangan yang dihadapi ketika menerima tugas tersebut. Bukan saja membenahi sarana dan prasarana namun yang lebih berat dari itu adalah membangun soliditas dan kesatupaduan di antara sesama warga kampus. Pembangunan akan sulit dilakukan jika sivitas akademikanya tidak kompak dan tidak solid. Kondisi yang demikian, tidak membuat Pak Nazri mundur apa lagi kehilangan semangat. Justru keinginannya untuk membangun IAIN.SU semakinn kuat. Terlebih pak Nazri merasa, penugasannya di samping sebagai tugas negara, tugas agama juga amanat yang harus ditunaikan dari Abuya Adlani yang menginginkan anaknya menjadi pejuang agama Islam (Mujahid) melalui jalur Pendidikan.
Ada tekad kuat pada diri Pak Nazri untuk membuat IAIN.SU menjadi kebanggan masyarakat Sumatera Utara. Lokasi IAIN.SU yang sangat strategis, di pusat Kota tentu dapat menjadi destinasi Pendidikan tinggi Islam bagi warga Sumatera Utara. Bukan saja untuk kalangan pesantren atau Aliyah tetapi juga lulusan sekolah menengah atas. Kendatipun Pak Nazri berasal dari kalangan militer, namun pengalamannya bergelut di Sekolah Persiapan Perguruan Tinggi Agama Islam pada tahun 1957-1958 dan kemudian menjadi mahasiswa pada Fakultas Agama Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) sampai dengan tahun 1963, cukup untuk membuat Pak Nazri tidak terlalu asing dengan IAIN.SU Medan.
Dalam menjalankan tugasnya, Pak Nazri memilih untuk menata manajemen kampus terlebih dahulu. Pengalaman Pak Nazri di militer tentu saja membuatnya mahir dalam memahami kekuatan, kelemahan, tantangan dan ancaman yang ada. Dengan kata lain, Pak Nazri menerapkan kaedah-kaedah manajemen strategik yang sederhana untuk membenahi sesuatu. Untuk itulah pemetaan masalah melalui analisis SWOT meliputi aspek Strenght (kekuatan), Weakness (kelemahan). Opportunity (peluang), dan Threat (ancaman) menjadi niscaya. Selanjutnya setelah memahami kondisi objektif IAIN.SU Medan, maka Langkah berikutnya adalah merumuskan visi, misi, serta program dan strategi untuk mewujudkan sasaran yang diinginkan. Dalam konteks ini Pak Nazri juga menerapkan prinsip manajemen yang paling dasar yaitu POAC, yang terdiri dari Planning (perencanaan). Organizing (pengorganisasian), Actuating (pelaksanaan), dan Controling (pengawasan).
Pak Nazri ditugaskan sebagai Rektor di IAIN SU selama dua periode atau waktu kumulatif selama hampir 9 tahun, yakni mulai bulan Agustus 1987 sampai Juni 1996. Kepemimpinan Pak Nazri menghantarkan citra IAIN SU semakin membaik. IAIN.SU Semakin solid karena terbangun Kerjasama tim yang kuat dan Tangguh. Salah satu pengakuan tersebut dating dari Prof. Drs. H. A. Malik Fadjar MSc yang pada tahun 1996 s/d 1998 menjabat sebagai Dirjen Pembinaan Kelembagan Islam pada Departemen Agama, kemudian mejadi Menteri Agama pada Kabinet Reformasi. Posisi IAIN SU yang semula menjadi IAIN yang 14 (termuda) secara nasional dan selalu berada di bawa telah berhasil naik drastis menjadi rangking 5 pada tingkat nasional. Hal itu disampaikannya Prof. Fajar ketika memberikan kata sambutan pada suatu acara di IAIN SU di Medan.
Ada banyak keberhasilan Pak Nazri dalam memimpin IAIN.SU kala itu. Pembangunan sarana dan prasarana yang serta perluasan kampus menjadikan IAIN.SU lebih memiliki karwah tersendiri sebagai perguruan tinggi Islam Negeri. Demikian juga pengembangan SDM dosen dengan studi lanjut di dalam dan luar negeri. Pembukaan PPS IAIN.SU Medan. Hemat saya sangat kontributif dan sampai hari ini sangat signifikan adalah Pak Nazri adalah tokoh di belakang layar yang membawa Ekonomi Islam masuk ke IAIN.SU Medan.
Di tengah masih kuatnya Islam Phobia (kebencian terhadap Islam pada masa itu) dan kecurigaan terhadap Gerakan Islam, Pak Nazri pasang badan dan memberi ruang kepada Prof. Yasir Nasution untuk pertama kalinya membawa ekonomi Islam masuk ke Sumatera Utara dan khususnya ke IAIN.SU Medan. Jika hari ini Ekonomi Islam terus berkembang di UINSU Medan dan menjadi keunggulan UINSU Medan, maka jejak Abuya Nazri Adlani sangat jelas terekam di dalamnya.
Senin 6 Mei 2024 (28 Syawal 1445 H ) pukul 22.22 WIB, saya menerima pesan dari Kak Khalida Jalil Tenaga Pendidikan di Fakultas Syari’ah IAIN.SU yang juga merupaka kemanakan Pak Nazri Adlani. Kebetulan saya lagi berada di Semarang untuk sebuah tugas. Isinya Abuya Nazri Adlani wafat pada pukul 22.00 dalam usia 86 tahun. Almarhum akan dimakamkan di Pesantren yang beliau besarkan tepatnya di Pondok Pesantren Adlaniyah Tampus, Ujunggading Pasaman Barat, Sumatera Barat.
Saya tersentak, sedih dan berduka. Bayangan saya kembali ke tahun 1991 dan tahun-tahun sesudahnya ketika menjadi mahasiswa IAIN.SU kampus Sutomo. Saya hanya bisa mendo’akan almarhum semoga Ruh Abuya Nazri Adlani diterima Allah SWT dan segala amal salehnya diterima Allah SWT. Apa yang dilakukan Abuya di IAIN-UINSU Medan adalah amal saleh yang tak berbatas masa. Insya Allah sebagai penerus, sivitas akademika UINSU hari ini akan melanjutkan perjuangan Abuya untuk menjadikan UINSU perguruan tinggi Islam Negeri yang Unggul dan berkontribusi positif bagi kemajuan umat dan peradaban Islam.
Selamat jalan Abuya dengan penuh damai dan Insya Allah, Allah SWT menyambut ruh Abuya dengan keridhaan pula. Amin ya Rabb. **
** Pernulis adalah Wakil Rektor Bidang Akademik UINSU Medan