ISNU Sumut Tolak Kekerasan Aparat dalam Sengketa Lahan dengan Masyarakat Gurilla, Kota Pematang Siantar

Sekretaris ISNU Sumut
Sekretaris ISNU Sumut Imran Simanjuntak MA.
Sekretaris ISNU Sumut
Sekretaris ISNU Sumut Imran Simanjuntak MA.

Asaberita.com, Pematang Siantar – Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdaltul Ulama (ISNU) Sumatera Utara (Sumut) mengeluarkan pernyataan sikap menolak dan menyesalkan terjadinya kekerasan yang dilakukan aparat gabungan (TNI dan Polri) terhadap masyarakat Gurilla, Kota Pematang Siantar, dalam sengketa lahan dengan PTPN III.

Sekretaris ISNU Sumut Imran Simanjuntak MA menyatakan, sebagai aparat negara, TNI dan Polri harusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat, bukan malah menjadi alat bagi PTPN III untuk melakukan tindakan kekerasan, melakukan intimidasi dan menghancurkan lahan serta rumah-rumah masyarakat.

Bacaan Lainnya

“ISNU Sumut sangat menyesalkan kekerasan yang dilakukan aparat gabungan pada masyarakat Gurilla, Kota Pematang Siantar. Masyarakat yang menolak pemberian tali asih malah diintimidasi, mendapat kekerasan fisik, lahan mereka dirusak dan rumah dirobohkan. Sejumlah warga bahkan ada yang terluka karena berusaha ingin mempertahankan lahannya,” ujar Imran Simanjuntak dalam keterangannya pada wartawan, Sabtu (26/11).

Imran menyebutkan, perlakuan yang dialami masyarakat dilapangan sangat buruk dan sangat tidak bermartabat. Apalagi pada okupasi kedua yang dilakukan sejak 21 November 2022, menggambarkan betapa negara dalam hal ini Pemerintah Kota Pematang Siantar, DPRD Kota Pematang Siantar dan PTPN III, dengan menggunakan aparat TNI dan Polri menganggap rakyat seolah penjahat dan diperlakukan dengan tidak manusiawi, teori pecah belah, teror dan intimidasi terus berkepanjangan dialami masyarakat Gurilla.

“Negara dalam hal ini Pemerintah Kota Pematang Siantar, DPRD Kota Pematang Siantar, Kementerian ATR/BPN, PTPN III yang berada di bawah koordinasi Kementerian BUMN, seperti tidak mampu membuka ruang dialog dengan masyarakat. Tidak mampu melakukan pemetaan sosial dan antisipasi dini serta solusi terbaik. Yang terlihat selama hampir puluhan tahun adalah proses penelantaran lahan dan pembiaran masyarakat memperjuangkan hidupnya sendiri di lahan Gurilla,” ujar Imran.

Masyarakat Gurilla
Masyarakat Gurilla, Kota Pematang Siantar, menghadang escapator yang akan menghancurkan lahan dan merubuhkan rumah-rumah warga.

Hasil pemantauan Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam SAMORA Pematangsiantar ini, di lapangan bahwa masyarakat Gurilla, Kota Pematang Siantar telah diakui oleh Negara yakni dibuktikan dengan terbitnya KTP, masuknya fasilitas listrik, pengaspalan jalan dan drainase serta berdirinya rumah ibadah. Dan secara humanis telah terbangun jejaring sosial sistem kehidupan masyarakat dan kebudayaan.

BACA JUGA :  Ketua IPHI Sumut Beri Semangat Calon Jama'ah Haji di Padang Sidempuan

Di sisi lain, secara histori hukum dan perundang undangan masih kontroversial dan apologi. Antara lain pada Juli 2004 Walikota Pematangsiantar Ir Kurnia Rajasyah Saragih telah mengeluarkan Perwa untuk tidak lagi memperpanjang HGU PTPN III yang berada di Kota Pematangsiantar.

Artinya, pasca berakhirnya HGU PTPN III dan Perwa pelarangan perpanjangan, pihak Pemerintahan Kota melakukan penelantaran dan pembiaran pada lahan tersebut.

Masyarakat Gurilla yang secara histori melalui orang tua, kakek dan leluhurnya mengetahui pernah mengelola tanah tersebut pasca awal kemerdekaan dan berpegang pada Landreform 1969, memulai membangun kehidupan sosial dan ekomomi dari tanah tersebut hingga menjadi perkampungan seperti sekarang ini.

“Sangat disayangkan sejak 2004 hingga 2022, rakyat telah menguasai tanah Gurilla tanpa ada kebijakan dari Pemerintah Kota Pematangsiantar terkait RUTRW (Rencana Umum Tata Ruang Wilayah) dan aturan serta kebijakan lainnya,” ujarnya.

Masyarakat Gurilla
Aparat Satpol PP berdebat dengan warga saat akan melakukan Okupasi lahan Gurilla dari masyarakat.

Yang hal ini, lanjutnya, bisa jadi juga akan mengalami nasib yang sama dengan eks PTPN III seluas 573 Ha yang berada di Tanjungpinggir. Lambanya penanganan pemerintahan Kota Pematangsiantar merupakan penciptaan dan pemeliharan konflik berkepanjangan.

Masyarakat telah melakukan percepatan pemanfaatan pengelolaan tanah tersebut karna menyangkut kebutuhan hidup dan tuntutan ekonomi. Ini adalah kebutuhan mendasar rakyat yang dilindungi Undang Undang.

Merujuk kepada klaim PTPN III yang katanya telah memegang perpanjangan HGU Gurilla seluas 124 Ha sejak Januari 2005 juga sangat perlu dipertanyakan. Perusahaan pelat merah ini juga menelantarkan dan membiarkan lahan Gurilla selama 17 tahun.

“Menjadi perhatian dan pertanyaan khusus kenapa disaat pembangunan jalan tol dan ringroad di kawasan Kelurahan Gurilla akan rampung, seluruh instrumen negara di Kota Siantar baik Pemko dan Satpol PP nya, PTPN III, Kepolisian, TNI mengerucut menjadi satu menghabisi rakyatnya, sedang DPRD diam sebagai penonton. Ini ada apa……..???,” tanya Imran.

Masyarakat Gurilla

Prilaku kekerasan yang sudah terjadi berulang kali terhadap masyarakat Gurilla, yang melibatkan TNI dan Polri adalah tindakan yang telah melampaui batas dan bertentangan dengan prinsip perlindungan dan keadilan. Maka itu, tindakan-tindakan tersebut harus dikutuk sekeras-kerasnya.

BACA JUGA :  Presiden Jokowi Resmikan Pabrik Minyak Makan Merah di Pagar Merbau

Kehadiran TNI dan POLRI idealnya hanya atas perintah Pengadilan dalam hal eksekusi yang berawal dari putusan hukum. Boleh disebut keterlibatan TNI Polri dalam hal ini adalah Eksekusi berkedok Okupasi yang dilakukan oleh PTPN III.

“Kami menuntut kepolisian, tentara dan negara untuk menghentikan cara-cara kekerasan seperti itu, dan meminta agar menggunakan pendekatan kemanusiaan dalam menangani persoalan yang terjadi pada masyarakat Gurilla, Kota Pematang Siantar, serta mendorong agar segera dibukanya dialog bersama,” ujar Imran.

“Kami menuntut yang terkhususnya bagi Pemerintah dan DPRD Kota Pematang Siantar untuk segera dan harus ada jawaban yang pasti dan sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku terkait dengan tata ruang kota, karena hal tersebut akan sangat membantu untuk menuntaskan persoalan sengketa lahan yang sedang terjadi antara PTPN III dan masyarakat Gurilla Kota Pematang Siantar, dengan tetap menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan,” ucapnya melanjutkan.

Maka untuk menyikapi persoalan ini, sebut Imran, ISNU Sumut mengeluarkan pernyataan sikap, sebagai berikut:

  1. Mendukung perjuangan masyarakat Gurilla yang mencari keadilan.
  2. Menolak dan mengutuk segala bentuk kekerasan, teror dan intimidasi terhadap masyarakat Gurilla yang menolak tali asih.
  3. Hentikan Okupasi karena legalitas HGU PTPN III syarat cacat administratif.
  4. Pemko dan DPRD Kota Pematang Siantar harus bertanggungjawab atas seluruh kejadian yang menimpa masyarakat Gurilla.
  5. Mendesak aparat hukum TNI, POLRI netral dan tidak memihak serta melakukan pendekatan yang persuasif dan kooperatif atas konflik Gurilla.

“Demikian kami sampaikan dukungan kemanusiaan ini agar menjadi pertimbangan dan berharap penyelesaiaan dengan mengedepankan musyawah,” tutup Imran.

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *