
Asaberita.com, Medan – Katib PWNU Sumatera Utara, H. Abrar M Dawud Faza, mengharapkan adanya perbedaan pendapat dalam penentuan waktu Muktamar NU ke-32 yang akan diadakan di Lampung agar dimusyawarahkan dan diserahkan penentuannya kepada Majlis Tahkim yang beranggotakan 11 ulama besar dari seluruh Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Abrar menanggapi dua kubu calon ketua umum yang berbeda pendapat dalam penentuan pelaksanaan Muktamar NU ke-34 di Lampung. Calon Ketua Umum PBNU inqumbent Kyai Said Aqil Siradj menginginkan NU ikut aturan pemerintah dan Muktamar diadakan diatas tanggal 2 Januari 2022 pasca pemberlakuan PPKM level 3.
Sementara kubu calon Ketua Umum PBNU Gus Yahya Staquf, meminta pelaksanaan Muktamar dimajukan dan diadakan pada 17-19 Desember 2021.
Dikatakannya, kedua kubu calon Ketum PBNU tidak perlu saling curiga. Jika semua pihak mengedepankan keterbukaan dan musyawarah, tentu akan lebih mudah mencari jalan keluarnya.
Menurut Abrar, dua arus besar di NU baik yang menginginkan muktamar dipercepat serta yang menginginkan muktamar dimundurkan, bisa berunding secara baik-baik. Pertimbangan yang perlu dibahas, selain merujuk pada Keputusan Munas-Kombes Alim Ulama dan aturan pemerintah, juga masalah faktor kesiapan panitia penyelenggara dan peserta muktamar.
“Kalau ada perbedaan, tinggal dicarikan jalan keluarnya, misalnya dengan mempertimbangkan saran-saran dari para kiai sepuh dan pimpinan pesantren yang jernih pemikiran dan tidak ada kepentingannya, kemudian dibawa ke dalam musyawarah dengan mengedepankan dialog, argumentatif dan juga olah batin,” tegas Abrar dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Asaberita.com, Selasa (23/11) di Medan.
Menurut Abrar lagi, bahwa saat ini telah terjadi saling klaim dengan membuat pernyataan dan berita yang cenderung bermuatan politis dan kepentingan tertentu.
Padahal, tantangan NU ke depan semakin kompleks, sehingga dibutuhkan kebersamaan dalam mengelolanya. NU, misalnya saat ini sangat membutuhkan cetak biru untuk memasuki usianya satu abad. NU juga perlu lebih mandiri dan hadir di tengah-tengah umat secara lebih riil. “Ini butuh kerja serius dan kebersamaan,” tutur Abrar.
Informasi yang diterima awak media, bahwa di jajaran petinggi PBNU juga telah terjadi dikotomi antara Rois Aam dan Katib Aam dengan Ketum dan Sekjen PBNU. Diprediksi jika diselenggarakan rapat oleh keempat petinggi PBNU tersebut, akan terjadi deadlock alias jalan buntu.
Melihat kondisi tersebut, maka Abrar menyarankan agar pengambilan keputusan dilakukan oleh para ulama yang ada dalam Majelis Tahkim PBNU. Sebab Majelis Tahkim diisi oleh 11 ulama-ulama sepuh dari seluruh Indonesia yang tentunya lebih arif dan bijaksana serta bebas dari kepentingan dalam menentukan jadwal pelaksanaan muktamar.
“Tradisi ulama NU itu bermusyawarah, maka sebaiknya kita serahkan kepada Majelis Tahkim PBNU untuk memutuskan persoalan krusial dan memberikan jalan tengah terhadap kebuntuan mengenai Muktamar saat ini,” tutur Abrar.
Kemudian, Katib PWNU Sumut ini juga mengingatkan bahwa Muktamar NU bukan hanya soal pemilihan atau regenerasi kepengurusan semata, tapi lebih besar dari itu yakni soal peranan NU dalam mempersiapkan warganya di tengah perubahan sosial.
“Jangan sampai perdebatan masalah penentuan tanggal Muktamar hanya membuat Muktamar seolah sebagai kontestasi pemilihan nakhoda belaka. Akan sangat tragis dan ironis kalau menjelang momen 1 Abad NU ini terjadi polarisasi yang amat tajam di tubuh NU. Ini tentu saja akan menganggu kerja keumatan atau khidmat NU ke depannya,” pungkas Abrar. (has)
- Kementerian ATR/BPN Bantah Isu 2026 Tanah Tak Bersertipikat Diambil Negara, Dirjen PHPT: Itu Tidak Benar – Juli 1, 2025
- Sekdako Binjai Pimpin Apel Gabungan Sambut Harganas 2025, Perkuat Kolaborasi Bangun Keluarga Tangguh – Juni 30, 2025
- Kepala BNNK Hadiri Ujian Kenaikan Tingkat Taekwondo Kota Binjai – Juni 30, 2025