MEDAN – Kasus meninggalnya Rindu Syahputra Sinaga (14), siswa SMPN 1 STM Hilir, Kabupaten Deliserdang, akibat hukuman fisik yang berlebihan, menuai kecaman dari berbagai pihak. Rindu dipaksa melakukan squad jump sebanyak 100 kali sebagai bentuk pembinaan oleh oknum guru hingga akhirnya kehilangan nyawanya karena kelelahan pada Minggu (29/9/24).
Pasca insiden tragis ini, banyak pihak mengecam pola pembinaan yang diterapkan di sekolah tersebut. SMPN 1 STM Hilir kini menjadi sorotan publik, baik di tingkat lokal maupun nasional, dengan berbagai kalangan menyerukan perlunya evaluasi mendalam terhadap metode pembinaan di institusi pendidikan.
Perkumpulan marga Sinaga yang tergabung dalam PPTSB (Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Boru) turut memberi perhatian serius pada kasus ini. Mereka telah membentuk tim hukum untuk mendampingi keluarga Rindu Sinaga dalam upaya mencari keadilan.
Tak hanya PPTSB, organisasi besar Parsadaan Pomparan Raja Lontung (PPRL) Sumatera Utara yang menaungi sembilan marga keturunan Raja Lontung, juga menyatakan kekecewaan mereka. Ketua DPD PPRL Sumut, Assoc. Prof. Dr. Rudi Salam Sinaga, S.Sos., M.Si., mengecam keras tindakan oknum guru yang diduga memberikan hukuman fisik berlebihan, dengan memaksa siswa melakukan squad jump antara 30 hingga 100 kali.
“Kami sangat kecewa dengan pola pembinaan yang diterapkan oleh oknum guru di sekolah tersebut. Tindakan hukuman fisik yang tidak terukur seperti ini jelas tidak bisa diterima, terutama mengingat siswa yang menjadi korban adalah bagian dari generasi penerus Raja Lontung,” ujar Rudi Sinaga.
Atas kejadian ini, Rudi Salam Sinaga, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua FKPPI Sumut dan Penasehat Media Siber Nusantara (MSN), menyampaikan rasa duka mendalam kepada keluarga Rindu Sinaga. Ia menegaskan bahwa pola pembinaan di sekolah harus dilakukan secara terukur, baik dari segi bentuk hukuman maupun kemampuan siswa dalam menjalani hukuman tersebut.
Rudi Sinaga juga berharap agar Dinas Pendidikan dan DPRD Kabupaten Deli Serdang segera turun tangan untuk melakukan evaluasi, pembenahan, dan pengawasan lebih ketat terhadap sekolah-sekolah. “Ini demi kebaikan bersama dalam menjaga kualitas dan keamanan proses pendidikan di daerah kita,” tambahnya.
Kasus ini diharapkan menjadi momentum bagi seluruh lembaga pendidikan untuk mengevaluasi kembali metode pembinaan terhadap siswa agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
(ABN/RZ)
- Garda Indonesia Satu Desak Kejaksaan Agung Ambil Alih Usut Penggunaan Dana PEN Rp78 Miliar di Batubara - Oktober 6, 2024
- Bersama Presiden Jokowi, Menteri AHY Hadiri Upacara Peringatan HUT TNI Ke-79 di Monas - Oktober 6, 2024
- Pjs Bupati Toba Dukung Tim Pesparawi Toba untuk Berlaga di Ajang Nasional 2025 - Oktober 5, 2024