Oleh : Hikmatiar Harahap
“Edukasi politik merupakan langkah paling tepat dan berkualitas untuk saat ini, berpolitik itu untuk bergembira bersama, saling merayakan bersama bukan baperan atau sakit hati”.
Menarik yang disampaikan Naldo Helmys pada “Pemilu dan Politik Emosi Negatif” dalam asumsinya, politik emosi negatif menjadi tuan dalam politik elektoral. Lebih lanjut disampaikan seharusnya politik menjadi arena tarung yang sifatnya zero-sume game, kalau tidak menang, ya kalah dengan terhormat.
Politik emosional telah lama menghiasi dan mengiringi perjalanan politik Indonesia, hangat-hangatnya sejak 2016 sampai sekarang. Edukasi politik merupakan langkah paling tepat dan berkualitas untuk saat ini, untuk saling terbuka-terhubung, saling memberi-menerima nasehat-pikiran, saling mendukung untuk apresiasi-penghargaan.
Politik elektoral merupakan sasaran empuk, langkah-langkah cermat mesti diperhatikan agar perjalanan demokrasi terutama dalam menghadapi hajatan politik 2024 berkualitas dan menjadi kiblat dunia sebagai teuladan dalam berdemokrasi.
Sejak tahun 2015 dalam rekaman Drone Emprit and Media Kernel Indonesia dipercakapan Twitter telah muncul istilah cebong, tak berselang lama kemudian muncul istilah lain, kampret, kadrun dan terbaru BuzzeRp merupakan bagian kecil dan tanda dari politik emosional negatif masih ada, berjalan, dan masih eksis dalam mempola politik elektoral, bahkan untuk saat ini istilah kadrun sedang naik daun terutama pada pengguna di media sosial.
Area demokrasi sesungguhnya mempersilahkan kebebasan dalam ekspresi (liberty). Namun, yang mesti dijaga dan ditata adalah ekspresi yang bersifat membangun dan memberi bukan menyalahkan, menyudutkan, mencaci-maki bahkan menuduh yang tidak-tidak.
Dalam asumsi penulis bahwa masyarakat kita masih terkesan baperan dalam memposisikan dan mempraktekkan kehidupan politik. Politik baperan sesungguhnya pendorong utama lahirnya politik emosional negatif. Waktu ke waktu terus berjalan dan entah sampai kapan berakhir bahkan bisa saja berpotensi semakin mengakar kuat di perhelatan 2024, mesti harus diantisipasi supaya tidak muncul kegalauan berbangsa. Bahkan, sangat berbahaya kalau kehidupan politik dikuasai oleh emosional negatif.
Kehidupan berbangsa akan dipertaruhkan dan semakin sulit untuk membangun bangsa secara bersama-sama. Jika saling menaruh rasa curiga, saling tidak percaya maka akan sulit adanya keterhubungan rasa persatuan dan kesatuan sesama bangsa.
Maka politik itu untuk bergembira bersama, saling merayakan bukan baperan, sakit hati.
Maka, sebagai masyarakat jangan pernah membuat narasi-narasi yang dapat memperkeruh suasana, silahkan berekspresi secara baik dan positif. Dan, selalu mengkaji diri untuk menemukan proses yang lebih baik dan maju. Dan arahkan politik sebagai kekuatan hati, maka akan menuntun kepada kebaikan bersama, memberikan keputusan yang bijaksana. []
[Penulis adalah Sekretaris Eksekutif Transitif Learning Society Islam Transitif – UsBat Ganjar Sum. Utara – Mahs. Pascasarjana UIN SU Medan]