Menjamah Politik Emosional

Hikmatiar

Hikmatiar

Oleh : Hikmatiar Harahap

Bagi pribadi yang cenderung mencari kebenaran dalam prilaku politik tidak akan membohongi pancaran mata hati, sebagai penuntun dalam mencari jalan ditengah kegelapan, ibarat bulan yang membelah kengerian malam, pasti menerangi manusia menuju tujuan”.

Politik dalam teori klasik Aristoteles adalah sebuah sarana yang ditempuh untuk dapat mewujudkan kebaikan bersama. Sedangkan emosional suatu hal yang melibatkan perasaan tertentu, antaranya rasa bahagia atau sedih, sabar atau marah, suka atau jijik. Jadi politik emosional sebuah reaksi dalam mencapaikan kebaikan, kemaslahatan yang diarahkan oleh bawaan perasaan.

Menarik, dalam membicarakan politik emosional, nyatanya tak bisa dipisahkan, dihindarkan dan selalu mengiringi keadaan pada dimensi apapun.

Terutama dalam urusan politik, sehingga perlu memang satu perspektif untuk mengurai untuk mempraktikkan, bahkan yang terdini kemestian untuk terlibat secara aktif. Bagi saya sendiri, politik emosional memiliki dua macam keadaan tergantung siapa yang memerankan dan tujuan yang hendak diraih.

Politik emosional bisa bersifat positif dengan mengedepankan reaksi politik berakhlak yang beralaskan nilai, etika serta gagasan kemaslahatan untuk bangsa-negara (nation-state).

BACA JUGA :  Kembalilah ke Ideologi Pemilu

Dalam nuansa ini, politik emosional memberi ruang dan tempat yang layak dalam menampilkan sikap yang penuh simpati, keberpihakan kepada masyarakat atas dorongan hati yang berbicara. Atas nama kesadaran bathin. Berbuat demi kebaikan atas nama kepentingan bangsa-negara merupakan muatan yang terbangun dari kontrol emosional.

Bagi pribadi yang cenderung mencari kebenaran dalam prilaku politik tidak akan membohongi pancaran mata hati, sebagai penuntun dalam mencari jalan ditengah kegelapan, ibarat bulan yang membelah kengerian malam, pasti menerangi manusia untuk mencapai tujuan.

Sangat serius dalam mendikte keadaan ini. Sebab, prilaku politik emosional menggiring untuk terwujudnya kehidupan politik yang kondusif, maju untuk bersama, kolaboratif. Bahkan, saat berlainan pemikiran suatu yang istimewa dan ditunggu-tunggu. Sehingga, wajah-wajah berseri, bahagia yang menghiasi keputusan-keputusan.

Maka, hubungan emosional memiliki kaitan juga terhadap kecerdasan intelektual. Dan, tak bisa terbantahkan. Sehingga, kecerdasan intelektual akan mendesain-kedewasaan untuk terbina kemesraan antara bathin dan ucapan dalam bingkai perwujudan atas nama kejujuran, kesabaran, keinginan dalam hati yang penuh lapang dan bahagia.

BACA JUGA :  Membangun Motivasi Belajar Daring di Era Covid-19

Rindu ingin berjumpa dengan sosok-sosok pribadi yang demikian, kesempatan yang masih terparkir, hanya soal menunggu.

Pastinya, suasana itu akan ditemukan, pada sosok yang telah teruji kepemimpinan, program diterima oleh masyarakat luas, serta sikap dan perilaku keputusannya menjadi referensi, loyalitas tanpa batas dan dicintai masyarakat, serta yang dapat menentramkan suasana kehidupan. Merupakan bahagian dari pancaran politik emosional yang bersifat positif. Wallahu A’lam bis shawab.

– Perspektif Politik Emosional bersifat negatif akan diuraikan dalam kesempatan lain-

[Penulis adalah Sekretaris Eksekutif Transitif Learning Society Islam Transitif – Usbat Ganjar Sumatera Utara – Mahas. Pascasarjana UIN SU Medan]

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *