Opini

Murur ; Inovasi Kebijakan Publik Layanan Haji Lansia dan Penyandang Disabilitas

×

Murur ; Inovasi Kebijakan Publik Layanan Haji Lansia dan Penyandang Disabilitas

Sebarkan artikel ini
Prof Dr Hasan Sazali MA
Prof Dr Hasan Sazali MA

Oleh : Prof. Dr. H. Hasan Sazali, MA

 

Pelaksanaan Ibadah Haji tahun 2024 mencatat sejarah baru bagi Indonesia, dengan peningkatan signifikan dalam kuota jamaah haji. Penambahan kuota dari 221.000 menjadi 241.000 jamaah memberikan tantangan besar dalam penyelenggaraan haji, terutama dalam hal kenyamanan dan keselamatan jamaah. Lebih khusus lagi kepada jamaah lansia dan penyandang disabilitas.

Peningkatan jumlah ini memerlukan penanganan yang komprehensif guna memastikan setiap jamaah dapat melaksanakan ibadah dengan baik. Terlebih lagi, dengan jumlah jamaah yang lebih banyak, potensi terjadinya masalah seperti kepadatan di lokasi-lokasi penting seperti Muzdalifah dan Mina menjadi lebih tinggi. Oleh karenanya, diperlukan langkah-langkah inovatif untuk mengatasi tantangan ini dan memberikan pengalaman haji yang aman, nyaman bagi seluruh jamaah.

Menteri Agama RI di bawah kepemimpinan Yaqut Cholil Qoumas (Gus Men), jauh-jauh hari sudah memperkenalkan inovasi kebijakan publik yang revolusioner dengan konsep murur (mabit di bus) sebagai solusi strategis dalam menghadapi tantangan ini. Skema murur bertujuan untuk mengurangi kepadatan di area Muzdalifah dan Mina. Dua lokasi penting dalam rangkaian ibadah haji, di mana ruang terbatas sering kali menimbulkan masalah kepadatan yang dapat berisiko bagi keselamatan jamaah. Dengan skema ini, jamaah tidak perlu turun dari bus saat mabit di Muzdalifah, melainkan langsung menuju Mina. Langkah ini tidak hanya mengurangi risiko kecelakaan akibat kepadatan, tetapi juga memberikan kenyamanan lebih bagi jamaah, terutama bagi mereka yang lansia dan memiliki keterbatasan fisik.

Implementasi skema murur juga mendapat dukungan kuat dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, yang memahami tantangan yang dihadapi jamaah haji Indonesia. Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengeluarkan fatwa yang mendukung konsep ini, menyatakan bahwa mabit di bus dapat dianggap sah secara syar’i jika dilakukan untuk menghindari mudarat yang lebih besar.

Dukungan dari kedua pihak ini menambah legitimasi dan penerimaan terhadap skema murur. Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya menunjukkan kepedulian terhadap keselamatan jamaah, tetapi juga menggambarkan kolaborasi internasional yang efektif dalam penyelenggaraan ibadah haji. Inovasi ini diharapkan dapat menjadi model bagi pelaksanaan haji di masa depan, terutama dalam menghadapi tantangan serupa.

Murur : Solusi Penyelenggaraan Haji

Konsep murur, yang berarti jamaah tidak turun dari bus saat mabit di Muzdalifah, melainkan langsung menuju Mina, diapresiasi sebagai langkah inovatif untuk mengatasi masalah keterbatasan ruang dan fasilitas di Muzdalifah. Kebijakan ini tidak hanya merespons tantangan logistik tetapi juga memperlihatkan sensitivitas terhadap kebutuhan khusus jamaah lansia dan penyandang disabilitas. Kepadatan yang biasanya terjadi di Muzdalifah, terutama saat jamaah harus beristirahat di area yang terbatas, sering kali menimbulkan ketidaknyamanan dan risiko kesehatan yang serius. Dengan skema murur, jamaah dapat tetap berada di dalam bus yang lebih nyaman dan aman, menghindari kerumunan yang berpotensi berbahaya.

Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi mendukung skema ini sebagai bagian dari upaya kolaboratif untuk meningkatkan kualitas pelayanan haji. Dukungan ini sangat penting karena memastikan bahwa kebijakan yang diambil oleh Kementerian Agama RI selaras dengan regulasi dan kondisi di Arab Saudi. Kerjasama ini menunjukkan bahwa kedua negara memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan pengalaman haji yang lebih baik bagi para jamaah. Skema murur juga menjadi contoh bagaimana inovasi dapat diterapkan dalam skala besar untuk mengatasi tantangan praktis di lapangan, sekaligus memperhatikan aspek spiritual dan ritual yang harus dijalani oleh para jamaah.

BACA JUGA :  Eksistensi Wakaf dan Tata Kelola Masjid

Inovasi ini memberikan kemudahan bagi jamaah haji, terutama lansia dan penyandang disabilitas, dalam menjalankan rangkaian ibadah haji tanpa harus menghadapi kepadatan yang berlebihan. Dengan murur, jamaah dapat menghindari stres fisik dan mental yang biasanya terkait dengan kondisi berdesakan di Muzdalifah. Hal ini sangat penting untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan jamaah, yang sering kali harus menempuh perjalanan panjang dan melelahkan. Keberhasilan skema murur dalam pelaksanaan haji tahun ini dapat menjadi inspirasi bagi penyelenggaraan haji di masa depan, memastikan bahwa setiap jamaah dapat menjalankan ibadah dengan khusyuk dan aman, tanpa harus mengorbankan kenyamanan dan keselamatan mereka.

Salah satu dampak positif utama dari skema murur adalah penurunan angka kematian di kalangan jamaah lansia dan penyandang disabilitas. Kepadatan di Muzdalifah dan Mina, yang sering kali menyebabkan kondisi yang tidak nyaman dan berisiko bagi jamaah dengan kondisi kesehatan yang rentan, dapat diminimalkan dengan skema ini. Jamaah tidak perlu lagi berdesakan di area terbatas, yang memungkinkan mereka untuk tetap dalam kondisi yang lebih aman dan nyaman di dalam bus.

Tema “Haji Ramah Lansia” tahun ini, lebih bermakna dengan penerapan skema murur. Inovasi ini tidak hanya menunjukkan kepedulian Kementerian Agama RI terhadap keselamatan jamaah, tetapi juga menegaskan komitmen mereka dalam memberikan pelayanan yang inklusif dan ramah bagi semua kalangan. Dengan skema murur, jamaah lansia dan penyandang disabilitas dapat menjalani ibadah haji dengan lebih nyaman dan aman, tanpa harus menghadapi kerumunan dan kepadatan yang berlebihan di Muzdalifah. Kebijakan ini juga mencerminkan pemahaman mendalam terhadap tantangan yang dihadapi jamaah yang memiliki keterbatasan fisik, memastikan mereka dapat melaksanakan rukun haji tanpa hambatan yang berarti.

Skema murur memberikan contoh nyata bagaimana kebijakan publik yang inovatif dan responsif dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat. Implementasi skema ini menunjukkan bahwa dengan perencanaan yang matang dan pemahaman terhadap kebutuhan spesifik jamaah, tantangan logistik yang kompleks dapat diatasi. Keberhasilan skema murur juga dapat menjadi inspirasi bagi negara lain dalam meningkatkan kualitas pelayanan haji. Dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi serta Majelis Ulama Indonesia (MUI), skema murur menegaskan pentingnya kolaborasi internasional dalam penyelenggaraan haji. Kebijakan ini tidak hanya memenuhi aspek praktis dan keamanan, tetapi juga memperkuat nilai-nilai inklusivitas dan kepedulian sosial dalam pelayanan ibadah haji.

PHD Kloter 11 KNO Embarkasi Medan

Dukungan dari MUI

 Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang mendukung konsep murur. Fatwa ini menyatakan bahwa mabit di bus dapat dianggap sah secara syar’i jika dilakukan untuk menghindari mudarat yang lebih besar, seperti resiko kecelakaan atau kematian akibat kepadatan yang berlebihan. Dukungan MUI ini memberikan legitimasi agama yang kuat terhadap kebijakan ini, sehingga jamaah haji dapat menjalankan ibadah dengan tenang dan khusyuk.

Selain itu, masyarakat juga mengapresiasi kebijakan Murur. Respon netizen terhadap kebijakan murur yang terlihat dalam gambar menunjukkan beragam reaksi positif dan apresiasi. Netizen memuji langkah Kementerian Agama RI, yang dipimpin Gus Men (Yaqut Cholil Qoumas), dalam memperkenalkan inovasi murur sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan ruang di Muzdalifah. Salah satu netizen menyoroti bahwa skema ini sangat membantu jamaah lansia dan penyandang disabilitas dengan menghindari kepadatan dan potensi risiko kesehatan di area tersebut. Ini menunjukkan bahwa kebijakan ini diterima dengan baik dan dianggap sebagai langkah progresif dalam meningkatkan kualitas pelayanan haji.

BACA JUGA :  Semakin Solid, BTN Siap Berkontribusi Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi

Selain itu, ada juga apresiasi yang disampaikan terhadap kenyamanan dan keamanan yang ditawarkan oleh skema murur. Beberapa netizen menekankan bahwa inovasi ini memungkinkan jamaah untuk langsung menuju Mina tanpa harus turun di Muzdalifah, yang tidak hanya mengurangi risiko kelelahan tetapi juga meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan ibadah haji. Ucapan terima kasih kepada Gus Men dan para petugas haji pun mengalir, menunjukkan bahwa kebijakan ini memberikan dampak positif langsung bagi para jamaah, khususnya bagi mereka yang berisiko tinggi seperti lansia dan difabel.

Dukungan dari berbagai pihak, termasuk media yang melaporkan keberhasilan skema murur, juga tercermin dalam respon netizen. Ada yang menyoroti bahwa kebijakan ini diakui oleh para ahli dan dianggap dapat menekan angka kematian jamaah. Dengan demikian, skema murur tidak hanya dipandang sebagai solusi praktis tetapi juga sebagai inovasi kebijakan publik yang memiliki dampak signifikan dalam memastikan keselamatan dan kenyamanan jamaah haji. Hal ini mencerminkan kesadaran masyarakat akan pentingnya adaptasi dan inovasi dalam penyelenggaraan ibadah haji untuk menghadapi tantangan logistik dan kesehatan di lapangan.

Penutup

Inovasi kebijakan publik dalam layanan haji tahun 2024 dengan skema murur menunjukkan komitmen Kementerian Agama RI dalam meningkatkan kenyamanan dan keselamatan jamaah haji, terutama lansia dan penyandang disabilitas. Kebijakan ini mencerminkan respons cepat dan tepat pemerintah dalam mengatasi tantangan operasional yang muncul akibat peningkatan jumlah jamaah.

Dengan memanfaatkan skema murur, di mana jamaah tetap berada di dalam bus saat mabit di Muzdalifah dan langsung menuju Mina, Kementerian Agama berhasil mengurangi potensi risiko kepadatan yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan jamaah. Inovasi ini juga memperlihatkan bagaimana pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan khusus dapat memberikan solusi yang efektif dan efisien dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Dukungan dari MUI melalui fatwa yang sah secara syar’i memperkuat legitimasi kebijakan ini. Dengan adanya fatwa tersebut, skema murur tidak hanya diakui dari sisi praktis tetapi juga dari perspektif keagamaan, memberikan rasa tenang dan kepastian bagi jamaah bahwa ibadah mereka tetap sah dan diterima. Fatwa ini juga menegaskan bahwa skema murur adalah langkah yang sejalan dengan prinsip-prinsip syariah, memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang diterapkan.

Dengan langkah ini, diharapkan pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan lebih lancar, aman, dan memberikan ketenangan bagi seluruh jamaah dalam mencapai maqam mabrur. Kebijakan ini menjadi bukti nyata bahwa dengan kolaborasi antara pemerintah, ulama, dan pihak terkait lainnya, pelayanan haji dapat terus ditingkatkan untuk memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan yang tinggi, sekaligus memastikan aspek-aspek keagamaan tetap terjaga. **

 

** Penulis adalah PHD Kloter KNO Embarkasi Medan, Dekan FDK dan Guru Besar Ilmu Komunikasi UIN Sumatera Utara **  

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *