MEDAN – Rencana pembangunan monumen dan penamaan bundaran untuk menghormati Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, memantik perdebatan.
Sejumlah tokoh masyarakat mendukung, tetapi kritik muncul dari kalangan aktivis. Mereka menilai penghormatan semacam itu berpotensi mengarah pada kultus individu.
Dukungan dari Tokoh Lokal
Beberapa tokoh di Samosir, seperti Sumper Simanjuntak (jurnalis), Efendy Naibaho (Ketua Yayasan Pusuk Buhit), dan Harisma Simbolon (Ketua Grib Jaya Samosir), sepakat mengusulkan pembangunan Bundaran Jokowi di kawasan Jembatan Tano Ponggol, Pangururan. Mereka juga menggodok rencana Tugu Jokowi di Sianjurmula-mula atau kawasan Pusuk Buhit.
“Ini bentuk terima kasih masyarakat atas pembangunan yang dilakukan Pak Jokowi di Samosir. Seperti Jembatan Tano Ponggol, Water Front City, dan pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba,” kata Efendy Naibaho, mantan anggota DPRD Sumut.
Kritik: Apresiasi Harus Lebih Substansial
Namun, Shohibul Anshor Siregar, Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS), menilai pemberian nama atau pembangunan monumen untuk pemimpin bukanlah cara terbaik dalam peradaban modern.
“Jangankan patung Jokowi, patung Soekarno yang sangat berjasa untuk Indonesia pun saya tolak. Bagi saya, untuk bangsa Indonesia yang saat ini ditengarai oleh mayoritas mahasiswa sebagai gelap, sangat butuh strategi jitu untuk pengangkatan harkat dan martabat baik sosial dan ekonomi. Ini bukanlah cara yang tepat,” tegasnya mantap.
Soekarno akan dikenali lebih dangkal dengan membenturkan para pewaris Indonesia kepada sebuah patung. Justru membangun patung Jokowi bisa sangat potensil mengurangi pemahaman kritis terhadap kinerjanya selama memimpin Indonesia dua periode.
Indonesia kini, lanjutnya, setidaknya dari suara ratusan mantan perwira tinggi militer Indonesia, justru dianggap sebagai biang kerusakan yang meluas di Indonesia.
Shohibul menyarankan agar apresiasi terhadap pemimpin dilakukan melalui kajian kebijakan, dokumentasi sejarah, atau peningkatan literasi politik, bukan simbol fisik yang berbiaya besar. “Dan yang lebih penting, tegas Shohibul, bentuk apresiasi harus menyasar literasi dan nalar budaya.
Pola Serupa di Karo
Sebelumnya, patung Jokowi setinggi 4 meter telah didirikan di Desa Kuta Mbelin, Kabupaten Karo, dengan biaya Rp 2,5 miliar. Dana tersebut berasal dari swadaya masyarakat dan sumbangan Gubernur Sumut Bobby Nasution (Rp 500 juta).
Pembangunan patung itu dilatarbelakangi kisah warga yang mengirim 3 ton jeruk ke Istana pada 2021 sebagai protes atas kondisi jalan. Jokowi merespons dengan memperbaiki jalan sepanjang 37 kilometer.
Pertanyaan tentang Transparansi dan Kebutuhan Prioritas
“Sejumlah kalangan, termasuk saya, cenderung mempertanyakan “apakah dana untuk monumen tidak lebih baik dialokasikan ke sektor pendidikan atau kesehatan? Sejauh mana partisipasi publik dalam pengambilan keputusan ini? dan Apakah proyek ini murni inisiatif masyarakat atau ada kepentingan politik tertentu?” tegas Shohibul.
Respons Pemerintah Daerah
Hingga berita ini diturunkan, Pemkab Samosir belum memberikan tanggapan resmi. Namun, sejumlah anggota panitia menyatakan bahwa rencana ini masih dalam tahap pembahasan.
“Kami ingin mengenang kontribusi Pak Jokowi, tapi juga terbuka untuk masukan,” kata Sumper Simanjuntak.
Rencana penghormatan untuk Jokowi di Samosir kembali memicu diskusi tentang cara terbaik mengapresiasi pemimpin. Di satu sisi, ada keinginan untuk mengenang jasanya, tetapi di sisi lain, muncul kekhawatiran soal efektivitas dana dan potensi pembentukan kultus individu.*
- Dinsos Sumut tak Pernah Terbitkan Rekomendasi Izin Undian Berhadiah di Cemara Square Komplek Cemara Asri – Juni 2, 2025
- Pegang Payudara Perempuan, Pegawai Restoran TTS Sergai Dilaporkan ke Polisi – Mei 30, 2025
- Di Hadapan Pengunjukrasa Ribuan Massa Al Washliyah, Wabup Deliserdang: Ini Kabupaten Nahdiyin – Mei 26, 2025