Politik Identitas: Semakin Bebas, Semakin Mulia

Politik Identitas

Politik Identitas

Oleh Hikmatiar Harahap

“Kebebasan menandakan dirimu semakin sempurna dan mulia”.

Bacaan Lainnya

Kata al-Hurriyah dalam pandangan akademis KH Afifuddin Muhajir adalah kebebasan yang bermakna suatu yang melekat pada manusia yang dianugerahi kemuliaan (al-Karamah) dari Allah Swt., sebagai suatu amanah. Bebas merupakan kata sifat yang berfungsi untuk menegaskan, menandakan sekaligus memberikan ruang agar lebih tepat pada sasaran.

Bebas dipahami bukan bermakna lepas dari kewajiban, atau bebas dari hukuman, tuntutan, melainkan bebas yang menjadi hak dasar setiap manusia yang diperoleh sejak lahir hingga akhir hayat. Bebas dalam menentukan, meletakkan, memposisikan tanpa ada campur tangan dari siapa pun.

Makna kata bebas dapat juga ditemui dalam kata al-Hurriyah dan liberty yang sama-sama bermakna bebas, namun ketika ditambahi awalan ke dan akhiran an, menjadi kebebasan, secara otomatis memiliki kekuatan aplikatif. Menunjukkan bahwa kebebasan menandakan mulia seorang manusia.

Sementara makna kebebasan ketika bersentuhan dengan praktek politik identitas tersandera, makanya politik identitas menyimpang dari konsep kebebasan yang ditanamkan dalam setiap pribadi. Ruang yang diberikan dalam politik identitas adalah ruang pembajakan yang dibalut kepentingan pragmatisme pada satu kelompok.

BACA JUGA :  Sporing ke Tanjung Balai (Cerbung, Bag. 4)

Sementara dalam konsep demokrasi dasar hidup bernegara tingkat terakhir menentukan sikap dan keputusan berdasarkan pemikiran cerdas, maju, berwawasan untuk kemajuan bersama. Politik identitas menyisakan ruang tanpa kebebasan pilihan, sementara demokrasi memberikan keluasan untuk berperan dan mencipta hingga tercapainya kesempurnaan atas pilihan pribadi.

Kebebasan merupakan sebuah kemuliaan yang tidak bisa dihargai secara materi, dalam hal ini M. Hasbi ash-Shiddieqy membagi kemulian manusia dalam tiga kategori yaitu (1) kemulian pribadi (karamah fardiyah) (2) kemulian masyarakat (karamah ijtimaiyah); dan (3) kemulian politik (karamah siyasiyah).

Dalam kategori pertama manusia dilindungin baik pribadi maupun hartanya, sedangkan kategori kedua, berkaitan tentang status persamaan manusia dan ketiga, Islam meletakkan hak-hak politik dan menjamin hak itu sepenuhnya bagi setiap warga negara.

Maka dalam hal ini, kemunculan dan mempraktekkan politik identitas sama halnya menggadaikan kemuliaan yang melekat pada dirinya. Kebebasan dalam pribadinya menjauhkannya dari kemuliaan, kesempurnaan dan kehebatan politik.

Sementara merujuk pada Deklarasi Universal prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia yang didalamnya dimuat prinsip Kebebasan Asasi bahwa “kebebasan menggunakan hak pilih pribadi”, kebebasan pribadi, kemuliaan serta nama baik. Untuk itu, baik konsep al-Hurriyyah, Demokrasi dan Hak-Hak Asasi Manusia, mengarahkan agar keputusan pribadi berdasarkan pada pilihan hati yang suci dan jauh dari noda-noda pragmatisme belaka.

BACA JUGA :  Terus Tingkatkan Pelayanan, Kalapas Berikan Penguatan Petugas Wasrik

Terakhir, telah jelas dan tegas bahwa tidak ada alasan yang dapat mengsohihkan bahwa praktek politik identitas memiliki ruang dan tempat, bahkan dengan analogi dan argumentasi yang kuat sekalipun, tidak dapat diapresiasi. Maka, segenap manusia harus bebas dan membebaskan satu sama lain yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. [Wallahu a’lam bisshawab]

(Penulis adalah Sekretaris Eksekutif Transitif Learning Society Islam Transitif dan Mahasiswa Pascasarjana UIN-SU Medan)

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *