Opini

Saatnya Mengakui Jasa Besar Pak Harto: Layak Menjadi Pahlawan Nasional

×

Saatnya Mengakui Jasa Besar Pak Harto: Layak Menjadi Pahlawan Nasional

Sebarkan artikel ini

Oleh: AH Bimo Suryono, SE, SH
Ketua Umum KBPP Polri 2015–2021
Dewan Penasehat KBPP Polri 2021–2026
Entrepreneur & Pemerhati Sosial.

Belakangan, publik kembali ramai memperbincangkan soal pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum Presiden Soeharto (Presiden Ke-2 RI) yg diberikan oleh Presiden Prabowo pada 10 November 2025 yg lalu sekaligus bertepatan dengan Peringatan Hari Pahlawan bersama 9 orang lainnya. Dimana penganugerahan Gelar Pahlawan tsb dihadiri pula oleh Putra Putri Soeharto.

Keputusan Penetapan Gelar Pahlawan bagi Soeharto tsb masih menuai Pro Kontra. Dimana sebagian setuju, sebagian lainnya masih berdebat.

Tapi buat saya pribadi, melihat dari rekam jejak dan kiprahnya untuk negeri ini, Pak Harto sudah sangat layak menyandang gelar itu.

1. Pejuang di Masa Revolusi dan Serangan Umum 1 Maret

Jauh sebelum menjadi Presiden, Soeharto adalah seorang pejuang militer yang berani di masa revolusi kemerdekaan. Ia tercatat sebagai Komandan Resimen 10 Yogyakarta, dan pada tahun 1949 memimpin Serangan Umum 1 Maret — sebuah operasi yang berhasil merebut Yogyakarta kembali dari Belanda selama enam jam. Aksi itu bukan sekadar kemenangan taktis, tapi pesan politik yang kuat kepada dunia internasional, bahwa Republik Indonesia masih hidup dan berdaulat. (Sumber:2 Kompas, 1 Maret 2024)

2. Menumpas G30S/PKI, Menyelamatkan Negara dari Kekacauan

Peristiwa G30S/PKI tahun 1965 adalah masa paling kelam dalam sejarah bangsa. Di tengah situasi genting itu, Soeharto — saat itu menjabat Panglima Kostrad — tampil mengambil alih komando. Ia menumpas gerakan tersebut dan mengembalikan stabilitas nasional.
Tentu, langkah itu tidak lepas dari kontroversi dan fitnah, tapi harus diakui: tanpa keberaniannya mengambil keputusan cepat, entah seperti apa nasib Indonesia waktu itu. (Sumber: Tempo.co, 30 September 2023)

BACA JUGA :  Asisten I Kota Binjai Minta ASN Jaga Netralitas Jelang Pilkada 2024

3. Menolak Kekuasaan, Hanya Ingin Menyelamatkan Negara

Ketika Presiden Soekarno memberi mandat melalui Surat Perintah 11 Maret (Supersemar), Soeharto justru tidak langsung ingin berkuasa. Dalam beberapa catatan sejarah, ia sempat mengatakan hanya akan menjalankan amanah sekitar satu tahun saja, untuk menstabilkan keadaan dan mempersiapkan pemilihan umum.
Artinya, Soeharto tidak haus kekuasaan. Ia memikul tanggung jawab saat bangsa ini sedang di ambang perpecahan. (Sumber: Detik.com, 11 Maret 2024)

4. Pendidikan untuk Semua: Program SD Inpres

Tahun 1973, lahirlah program Sekolah Dasar Inpres (Instruksi Presiden).
Lewat kebijakan ini, ribuan sekolah dibangun di seluruh Indonesia, bahkan hingga pelosok desa terpencil. Generasi 70-an dan 80-an tahu betul bagaimana program ini membuka akses pendidikan bagi jutaan anak Indonesia. (Sumber: Liputan6.com, 2022)

5. Transmigrasi dan Pemerataan Penduduk

Masih di era Soeharto, program transmigrasi dijalankan besar-besaran.
Tujuannya sederhana tapi visioner: pemerataan penduduk dan pembangunan wilayah baru. Ratusan ribu keluarga dipindahkan ke daerah yang saat itu masih sepi, dibekali tanah dan lahan pertanian. (Sumber: Kompas.com, 2020)

6. Swasembada Pangan dan Ekonomi yang Kuat

Puncak kejayaan ekonomi Orde Baru terjadi pada tahun 1984, ketika FAO (Organisasi Pangan Dunia) memberikan penghargaan kepada Indonesia atas keberhasilan swasembada beras.
Kebijakan pertanian, irigasi, dan kredit pupuk berhasil membuat Indonesia berdiri tegak di bidang pangan — sesuatu yang kini jadi cita-cita banyak negara. (Sumber: BBC Indonesia, 2021)

7. Pembangunan Infrastruktur dan Stabilitas Nasional

BACA JUGA :  Rutan Kelas I Medan Antar 5000 Paving Block Pesanan Mesjid Al-Mukhlisin Helvetia

Tak bisa dipungkiri, era Soeharto adalah era pembangunan masif: jalan raya, bendungan, waduk, jembatan, hingga pabrik-pabrik strategis tumbuh di berbagai daerah.

Selain itu, stabilitas keamanan nasional menjadi ciri khas yang memungkinkan investor datang dan ekonomi tumbuh. Inilah pondasi yang membuat Indonesia bisa bangkit lebih cepat di masa-masa awal reformasi.

Menutup dengan Kedewasaan Sejarah

Tentu, tidak ada pemimpin yang sempurna. Setiap zaman punya konteks, setiap kebijakan punya resikonya. Tapi bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menilai sejarah secara jernih dan adil.

Pak Harto bukan hanya bagian dari sejarah, tetapi salah satu pembentuk wajah Indonesia modern.

Saya pribadi melihat, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto bukanlah soal nostalgia, melainkan pengakuan atas jasa besar yang sudah dirasakan nyata oleh bangsa ini.

Sebagaimana pepatah Jawa mengatakan:
Wong kang eling marang sejarahlah sing ora gampang kabur saka dalan” (Orang yang ingat sejarah, tak akan mudah tersesat arah).

Mikul Dhuwur Mendhem jero.”_
Menjunjung tinggi kebaikan dan jasa-jasa seseorang, serta menyembunyikan atau memaafkan kesalahan-kesalahannya. “

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *