Asaberita.com, Medan – Pengadilan Negeri (PN) mengadili seseorang bernama Aslam Parwis alias Azlem seseorang yang didakwa menjadi kurir narkoba sebanyak 500 butir ekstasi. Pada sidang tersebut terungkap bahwasanya Azlem bukanlah seseorang kurir narkoba itu.
Pada sidang tersebut, jaksa menghadirkan terpidana Bayu Setiawan Syahputra alias Bayu Beleng dan Fachri Swadika alias Pay sebagai saksi. Keduanya telah dijatuhi hukuman penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim karena membeli 500 butir pil ekstasi tersebut.
Berangkat dari perkara Bayu Setiawan Syahputra alias Bayu Beleng dan Fachri Swadika alias Pay ditangkaplah Azlem yang diduga memberikan 500 butir pil ekstasi tersebut kepada Bayu dan Fachri.
Namun, berdasarkan fakta persidangan yang terungkap di Ruang Sidang Cakra 5 Pengadilan Negeri (PN) Medan. Bayu dan Fachri mengatakan bukanlah Azlem yang memberikan 500 butir pil ekstasi tersebut.
Pada keterangan keduanya, Bayu dan Fachri mengaku ada mengenal dua orang yang bernama Aslam. Untuk Aslam yang saat ini menjadi pesakitan di PN Medan dijelaskan oleh keduanya mereka mengenalnya di sebuah tempat hiburan malam yang berada di Jalan Sei Belutu Medan.
Sementara untuk Aslam yang dimaksud kedua terpidana itulah yang memberikan mereka ekstasi di salah satu tempat hiburan malam di Jalan Ngumban Surbakti Medan.
“Bukan, Yang Mulia. Bukan ini (Aslam yang mengirimkan 500 butir pil ekstasi kepada kami),” kata Bayu dan Fachri di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Frans Effendi Manurung.
Hakim berulang kali bertanya kepada Bayu dan Fachri untuk memastikan terkait apakah benar terdakwa bukanlah Aslam yang saat itu berinteraksi jual beli narkoba dengan mereka.
Bayu dan Fachri tetap saja bersikeras terdakwa bukanlah Aslam yang dimaksud. Kemudian, pada kesempatan itu Bayu dan Fachri pun berupaya menjelaskan ciri-ciri sosok Aslam yang sebenarnya.
Setelah itu, Hakim Frans mengambil alih persidangan hingga tercetus dari lisannya bahwa jangan sampai perkara ini seperti perkara pembunuhan Vina Cirebon yang di mana polisi salah menangkap tersangkanya.
Dalam persidangan tersebut, terlihat juga JPU tidak mampu membuktikan secara gamblang bahwa terdakwa merupakan Aslam yang dimaksud.
“Saya tidak ada kepentingan di sini. Jangan sampai ini seperti kasus Vina Cirebon,” sebutnya seraya mengatakan pihaknya bersikap netral atau tidak berat sebelah.
Dari fakta persidangan yang terungkap itulah Polda Sumut diduga salah menangkap pengedar 500 butir pil ekstasi yang sesungguhnya.
Selain itu, Bayu dan Fachri mengaku dipaksa polisi untuk mengiyakan bahwa terdakwa adalah sosok Aslam yang sebenarnya memberikan pil ekstasi kepada mereka.
“Iya, Bu. Kami iyakan, karena bujuk rayu polisi. Dibilang polisi ‘sudah kalian limpahkan saja semuanya sama dia, biar hukuman kalian pun lebih ringan’,” ucap Bayu dan Fachri.
Kemudian, Fachri pun menerangkan bahwa pada saat itu dirinya bersama Bayu dan terdakwa dikonfrontir oleh polisi. Saat dikonfrontir itu, kata Fachri, terdakwa pun dipaksa untuk mengaku bahwa dirinya Aslam yang sesungguhnya.
“Jadi, saat kami dikonfrontir, apa yang ditanya sama juper (penyidik) kami iyakan, karena bujuk rayu tadi. (Tanggapan Aslam) awalnya menolak, cuma karena dipaksa, terakhir beliau mengiyakan,” ungkapnya.
Selain itu, Fachri pun mengaku sempat dipukuli saat diperiksa oleh polisi. Namun, Bayu mengaku tidak mendapatkan pukulan saat dilakukan pemeriksaan di kantor polisi.
Hal itu terungkap saat Lenny Megawaty Napitulu selaku Hakim Anggota bertanya kepada Fachri dan Bayu terkait apakah ada dipukuli atau tidak saat dimintai keterangan oleh kepolisian.
“Ada, Bu. Saya dipukul, ditampar, ditumbuk,” tegas Fachri.
Setelah memintai keterangan Bayu dan Fachri, selanjutnya Hakim pun menanyakan kepada terdakwa terkait keterangan para saksi apakah benar atau tidak.
Dalam kesempatan itu, terdakwa pun membenarkan kesaksian Bayu dan Fachri. Bahkan, terdakwa mengungkapkan kalau ia mendapatkan tindakan kekerasan berupa injakan dari polisi untuk mengaku bahwa dirinya adalah Aslam yang sesungguhnya.