
Asaberita.com, Medan – Anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) Sugianto Makmur meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi ulang atas pelarangan impor barang bekas, termasuk pakaian bekas.
Pendapat Menteri Perdagangan kala itu mengeluarkan kebijakan pelarangan impor pakaian bekas untuk melindungi UMKM, menurut Sugianto Makmur, pendapat itu sepertinya telah salah sasaran.
Sebab, pakaian bekas impor, dalam praktiknya, malah memberi kesempatan masyarakat kelas bawah mendapatkan pakaian berkualitas dengan harga murah dan menghidupkan banyak pedagang kecil yang notabene juga UMKM.
Pelarangan impor pakaian bekas, ucap Sugianto, hanya menimbulkan pat gulipat dengan petugas di lapangan. Semakin dilarang, cuan nya makin gede, maka cawe-cawe yang bisa dibagi pun semakin banyak.
“Kita masih ingat ketika pakaian bekas banyak masuk, ada lapisan masyarakat yang secara langsung diuntungkan sejak proses impor sampai penjualan eceran. Masyarakat umum juga diuntungkan karena uang yang perlu dibelanjakan untuk pakaian lebih sedikit, karena pakaian bekas bermerek yang dibeli harganya lebih murah,” kata Sugianto kepada wartawan, Senin (20/3) di Medan.
Pada saat ini, lanjutnya, ada fenomena “thrifting“, baju-baju atau apparel bekas yang berkualitas diperjual belikan dengan harga yang mahal meski masih lebih murah dari harga baru.
Ada bagian dari masyarakat yang senang bisa mendapatkan merk idamannya dengan harga yang murah.
“Bila negara merasa keberatan, keberatannya atas apa? Keberatan kalau lebih banyak orang yang senang daripada sekelumit orang yang terganggu?” tanyanya.
Menteri, sebutnya, harus mengerti dinamika perdagangan. Tidak melihat bahwa semua kebutuhan apparel itu bisa dipenuhi dengan produksi dalam negeri, baik industri maupun UMKM. Bahkan data tentang UMKM ini pun masih sangat diragukan.
Ia menyebut fenomena mobil bekas yang dimasukkan dalam daftar lartas. “Kita pernah ramai mengimpor truk bekas dari Jepang. Saat itu, kita dianggap “tdk mampu” membeli truk baru. Maka diberi ruang utk impor truk bekas. Saat ini, truk bekas tdk murah lagi,” katanya.
Tapi perlu dimengerti, kenapa harga truk sangat mahal di Indonesia. Harga satu unit truk baru di Indonesia dengan 280hp 6×4, harganya 1,2 miliar. Di Tiongkok, harganya hanya 450 juta. Artinya bila seseorang punya 1,5 miliar, di Indonesia, dia hanya bisa beli 1 unit truk, sedangkan di Tiongkok, dia bisa membeli 3 unit truk.
Meski negara ini dibangun dengan pajak, bea masuk dan PNBP, tapi harus ingat efek domino yang timbul. Sampai sekarang, biaya logistik di Infonesia masih termasuk yang mahal.
Ada juga, Asosiasi Mobil/Motor Antik, yang menyampaikan bahwa begitu banyak motor/mobil lawas yang diekspor keluar termasuk motor-motor tua di Siantar yang semakin langka.
“Apakah impor mobil/motor antik akan mengganggu industri mobil/motor di dalam negeri? Jawabnya tentu tidak. Karena segmen marketnya sama sekali berbeda,” jelasnya.
Indonesia terlalu banyak aturan, yang membuat gerak langkah rakyat selalu terikat. Bukankah tugas negara supaya rakyatnya lebih lincah, lebih efisien dan lebih kompetitif ketika berhadapan dengan negara lain?
Karenanya Sugianto menegaskan agar pemerintah harus segera mengevaluasi segala aturan lartas (pelarangan dan pembatasan) yang ada, termasuk aturan baju bekas ini. (red/bs)