Sumatera Utara

Abyadi: Sistem PPDB Sudah Baik, Tapi Penyelenggara dan Masyarakat Salalu Cari Celah

×

Abyadi: Sistem PPDB Sudah Baik, Tapi Penyelenggara dan Masyarakat Salalu Cari Celah

Sebarkan artikel ini
PPDB Sudah Baik
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar.
PPDB Sudah Baik
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar.

Asaberita.com, Medan — Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut) Abyadi Siregar menyatakan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis online, yang diterapkan saat ini sudah baik, sehingga ia tidak setuju jika sistem ini dihapus atau dihilangkan, apalagi jika dikembalikan ke sistem lama.

Hal ini disampaikan Abyadi Siregar menjawab pertanyaan wartawan, terkait adanya keberatan dan ketidaksetujuan dari Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dengan sistem PPDB online, khususnya untuk jalur zonasi, dan ingin mengembalikan sistem penerimaan peserta didik baru ke sistem lama, melalui test ujian masuk sekolah.

“Saya mendukung adanya wacana sistem PPBD online itu dievaluasi, tapi evaluasi itu bukan berarti harus menghapus atau menghilangkan sistem ini. Saya melihat PPDB online ini sudah sangat bagus, untuk keadilan dan pemerataan kesempatan,” kata Abyadi, Jumat (28/7).

Abyadi menyebutkan, awalnya PPDB online dibuat karena mau menghapus atau menghilangkan adanya sebutan sekolah-sekolah favorit yang dulu di Indonesia termasuk di Sumut dan Medan sangat populer.

“Dulu waktu masih belum PPDB online, masih ada sekoleh-sekolah favorit dan untuk bisa masuk ke sekolah favorit itu harus berani membayar. Misalnya untuk bisa masuk SMA 1 dan SMA 2 sebagai sekolah favorit, untuk 1 kursi orang berani bayar hingga Rp40 juta. Saya juga pernah ditawarkan Rp35 juta 1 kursi. Saya bilang jangan ke saya, nanti makin bahaya. Itu artinya apa, jadilah sekolah-sekolah favorit itu hanya bisa dimasuki oleh anak-anak orang kaya,” kata Abyadi.

Karenanya, sebut Abyadi, tidak heran jika di depan sekolah itu, berjejer mobil-mobil mewah, karena memang yang bersekolah di sana anak-anak orang kaya semua, ada anak pejabat, anak anggota dewan dan anak pengusaha. “Makanya mereka berani bayar mahal. Tapi akibatnya, orang-orang susah tidak punya kesempatan dan tak bisa mengakses sekolah itu, disitulah sebenarnya ketidak adilannya,” jelas Abyadi.

BACA JUGA :  Sidak PPDB, Ombudsman Sumut Temukan Kejanggalan Suket di Sejumlah Sekolah Favorit

Abyadi menyebut, pada tahun 2019 lalu saat PPDB belum diberlakukan, temuan Ombudsman Sumut di SMA Negeri 2 Medan ada tiga kelas (lokal) yang masuk dari jalur siswa siluman. Menurut Abyadi, peristiwa ini adalah bagian dari mengejar sekolah favorit itu.

“Bayangkan saja, mereka mau bayar Rp 30 – 40-an juta, padahal lokalnya belum ada. Itu sampai 3 lokal dulu di SMAN 2, itu temuan Ombudsman. Jadi orang mau bayar mahal mahal demi untuk masuk sekolah favorit, jadi orang miskin tidak bisa masuk lagi,” sebutnya.

Abyadi mengatakan, evaluasi yang dilakukan ini seharusnya harus melihat dari banyak faktor. Misalnya, keseriusan pemerintah, baik itu Kementerian Pendidikan, terutama pemerintah daerah (Pemda) baik Pemprov maupun Pemkab/Pemko.

Abyadi mengaku pernah mengingatkan para pejabat di Sumut agar jangan lagi ada yang mengintervensi para penyelengara satuan pendidikan dalam pelaksanaan PPDB.

“Artinya apa, mestinya semua pejabat itu dan mereka-mereka yang punya uang supaya sama-sama mendukung program ini. Harus ada dukungan agar program ini bisa berjalan dengan baik, jangan malah para pejabat itu yang malah berusaha mengintervensi pengelola pendidikan, supaya anaknya masuk, keluarganya masuk atau jaringannya masuk. Ini yang tidak baik,” jelas Abyadi.

Abyadi menambahkan, adanya wacana untuk mengembalikan PPDB seperti sebelumnya dengan metode ujian masuk sekolah. Menurut Abyadi, ide itu justru semakin kacau dan kemunduran. Karena persoalan yang terjadi itu bukan pada sistemnya, melainkan prilaku dari penyelenggara dan masyarakatnya.

BACA JUGA :  Re-Opening Kidzilla Suzuya Tamora, Lebih Fresh dan New Concept

“Misalnya kita kembalikan pada PPDB seperti sebelumnya, makin kacau juga, ini malah suatu kemunduran, karena persoalannya bukan di sistem tapi prilaku kita. Kita sebenarnya tidak siap, tapi kita cari-cari dalih, misalnya ketauan tidak sesuai juknis, ya ditindak. Walikota juga harus terlibat menindaknya. Ada permasalahan surat keterangan (Suket) KK, itu juga harus ditindak jika tak sesuai ketentuan,” tegasnya.

Hapuskan Suket

Kedepan, untuk menyempurnakan sistem PPDB dan semakin meminimalisir terjadinya kecurangan terutama untuk jalur zonasi, Abyadi mengusulkan agar Suket (surat keterangan) dihapuskan dan numpang KK pada yang bukan keluarga tidak dibenarkan lagi.

“Syaratnya tetap gunakan KK dan berada dalam zonasi, suket di hapus saja tak boleh lagi digunakan, dan numpang KK kepada yang bukan anggota keluarga juga jangan lagi dibenarkan. Tapi jika ada orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah tertentu, namun tempat tinggalnya juah dari lokasi sekolah itu, kemudian ia pindah dan membuat KK baru di dekat sekolah yang dituju dan kepindahannya sudah diatas 1 tahun, itu baru bisa dibenarkan,” tandas Abyadi. (red/bs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *