Asaberita.com, Medan – Forum Aktifis 98 Sumatera Utara (Sumut) meminta fraksi-fraksi di DPR RI agar mengacu pada agenda dan semangat reformasi 98 dalam membahas revisi UU Pemilu yang saat ini menuai perdebatan.
“Fraksi-fraksi di DPR agar selalu mengingat dan mengacu pada agenda dan semangat reformasi 98 dalam membahas revisi UU pemilu yang sedang di bahas saat ini. UU Pemilu tersebut seharusnya merupakan sintesa dari UU Pemilu zaman Orba yang penuh rekayasa,” ujar Koordinator Forum Aktifis 98, M Ikhyar Velayati Harahap, di Medan, Selasa (2/2).
Ikhyar menjelaskan, pola dan bentuk rekayasa yang di lakukan ORBA dalam pemilu. Dimana, dalam UU Pemilu zaman ORBA terjadi rekayasa Parpol dengan pola penyederhaan parpol. Kemudian ada rekayasa pemilih yang dampaknya membuat Golkar selalu menjadi pemenang pemilu.
“Lalu ada rekayasa anggota dan komposisi DPR/MPR melalui sistem proporsional tertutup dan regulasi UU yang memberikan jatah bagi TNI tanpa ikut pemilu, serta rekayasa pemilihan Presiden melalui MPR yang membuat Soeharto berkuasa selama 32 tahun,” ungkapnya.
Mengacu pada pengalaman pemilu zaman Orba tersebut, ikhyar mengusulkan revisi UU pemilu berbasis agenda dan semangat reformasi 98.
“Semangat dan agenda Reformasi 98 salah satunya adalah Multi Partai. Untuk itu, parlemen treshold harus diturunkan serendah rendahnya untuk mengakomodir keterwakilan dan aspirasi politik warga negara yang terwadahi dalam Parpol untuk bertarung dan duduk di DPR. Selain itu, parlemen treshold di tingkat daerah harus di hapuskan, karena daerah punya dinamika dan kearifan lokal yang berbeda,” jelasnya.
Ikhyar juga mengusulkan presiden treshold harus di turunkan agar rakyat punya banyak pilihan capres alternatif.
“Presiden treshold idealnya di sekitaran 8- 15% agar masyarakat punya banyak pilihan alternatif terhadap capres yang bertarung. prinsipnya semakin banyak masyarakat, caleg, cakada dan capres yang terlibat dan berpartisipasi dalam momentum demokrasi untuk bangsa ini. Biarkan rakyat yang memfilter partai, caleg, cakada dan capres dalam pemilihan yang demokratis,” tuturnya.
Menyikapi usulan agar pilkada tetap di lakukan kembali pada 2022-2023, Ikhyar menganggap tuntutan tersebut sangat politis.
“Pelaksanaan pemilu serentak seperti amanat UU lebih rasional, realistis dan sudah melalui pembahasan yang alot serta memakan waktu dan biaya yang banyak, jika di revisi dan di bahas kembali menjadi mubazir dan sangat aneh, publik akan bertanya-tanya ada apa di balik semua ini,” sebutnya.
Ikhyar kemudian menjelaskan keuntungan bila pilkada serentak diadakan pada 2024, yakni jauh lebih murah darì segi waktu, enerji dan biaya. Selain itu agar ada kepastian hukum. idealnya di laksanakan dahulu UU Pemilu 2017 tersebut baru di evaluasi kelebihan dan kekurangannya,” tegasnya.
- Pengidap Kanker Payudara di Tapsel Butuh Bantuan Dermawan - Desember 6, 2024
- Kadis Kominfo Sumut Terima Penghargaan sebagai Mitra Kerja PKK - Desember 6, 2024
- Tragis, Lapangan Gang Pantai Kampung Lalang Medan Nyaris Hilang Akibat Abrasi Pascabanjir - Desember 6, 2024