
Asaberita.com, Medan – Pasca lengsernya Syahrin Harahap dari jabatannya sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN Sumut) akibat terkena hukuman disiplin (hukdis) dari Kementerian Agama RI, ia dan kabinet bentukannya pun mendapat sorotan dari masyarakat.
Masyarakat dan civitas akademika menilai, selain Syahrin, pejabat-pejabat yang diangkatnya pun mestinya turut bertanggungjawab atas menurunnya citra UIN Sumut sebagai kampus kebanggaan umat Islam Sumatera Utara atas berbagai kasus yang terjadi di kampus plat merah itu.
Bahkan, guru besar yang juga Direktur Pasca Sarjana UIN Sumut Prof Hasan Bakti Nasution, ikut berkomentar dan menyoroti apa yang terjadi di UIN Sumut dengan sebuah perumpamaan yang diposting di beranda akun facebooknya pada Minggu (9/10) kemarin.
Postingan itu tak lama kemudian memang langsung dihapus oleh pemilik akun, karena sempat mendapat tanggapan beragam dan menjadi bahan perbincangan dikalangan civitas akademika UIN Sumut.
Wartawan Asaberita.com berhasil mendapatkan screnshoot postingan Prof Hasan Bakti yang telah dihapus itu, berikut isinya:
MINAL-LABA WAL-BALA…Ungkapan ini sering disebut oleh senior mantan pengawas keuangan, untuk menggambarkan kecenderungan banyak orang yang “jika berisiko berusaha menolak, tapi jika untung dia berebut duluan”. Salah satu contoh sederhana, banyak yang berebut jabatan, tapi tidak becus melakukan tugas2 jabatan…
Agaknya, apa yang sempat diposting Prof Hasan Bakti di akun facebooknya itu, adalah hasil amatan beliau seperti apa kondisi di dalam kampus dan bagaimana gambaran karakter pejabat-pejabatnya, sehingga muncul ungkapan “Jabatan Mau, Resiko Tak Mau”.
Mencermati postingan Prof Hasan Bakti Nasution itu, dugaan pertama ungkapan itu ditujukan langsung kepada Syahrin Harahap yang hanya mau untung tapi tak mau resiko. Syahrin pada waktu sebelumnya ikut berebut jabatan rektor dan akhirnya mendapatkannya, namun kemudian tak becus melakukan tugas-tugas jabatannya sehingga ia terkena hukdis.
Dugaan kedua, ditujukan pada orang-orang yang kini masih menjabat di UIN Sumut sebagai hasil “pembentukan kabinet” Syahrin Harahap. Semuanya “tidak becus melakukan tugas-tugas jabatan”, menurut Prof Hasan Bakti.
Dan ketika Syahrin Harahap mendapat hukdis serta dinonaktifkan dari jabatannya sebagai rektor digantikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Rektor, tidak ada satupun pejabat yang sebelumnya diangkat Syahrin, baik di rektorat maupun dekanat yang secara lantang membelanya. Semuanya seperti “bersembunyi” karena takut berisiko jika membelanya.
Padahal sebelumnya, banyak yang “berebut” berusaha mendekat pada “kekuasaan” agar bisa mendapatkan jabatan, karena akan memberi keuntungan. Bahkan jika harus “menjilat” dan “membayar” mungkin akan dilakukan.
Sepertinya, ungkapan TGS Prof Saidurrahman sang sufi intelektual UIN Sumut, perlu jadi renungan, dimana beliau mengungkapkan:
“Jika kamu berkuasa, semua orang mendekatimu dan jika kamu jatuh, semua orang akan menjauhi dan meninggalkanmu, seolah-olah tidak mengenalmu. Semua itu agar kamu menyadari bahwa hanya kepada Allah-lah kita bersandar dan kembali“. Demikian ungkapan TGS Prof Saidurrahman yang dikutip dari tulisan Ketua IKA UIN Sumut TGB Ahmad Sabban elRahmaniy Rajagukguk. (red)
(berita ini mengalami pengeditan dari postingan sebelumnya)