
Asaberita.com, Medan – Jika amandemen masa jabatan presiden meñjadi tiga priode disahkan, paket Jokowi-Gus AMI punya potensi besar menang pada Pilpres 2024, bukan paket Jokowi-Prabowo.
Jika UU jabatan presiden tiga priode di sahkan oleh DPR RI, maka yang pas dan berpotensi menang dalam Pilpres 2024 adalah Jokowi-Gus AMI, bukan Jokowi-Prabowo. Alasannya, PKB dan PDIP sebagai partai pengusung Jokowi yang loyal dan konsisten mendukung setiap kebijakan Jokowi.
Selain itu, Jokowi yang merupakan kader PDIP membutuhkan dukungan suara umat islam moderat (NU) untuk memenangkan pilpres di tengah menguatnya paham dan ideologi trans nasional untuk mengawal eksistensi PBNU (Pancasila, Bhinneka Tunggal IKA, NKRI dan UUD 45).
Demikian dikatakan Kordinator Relawan Jokowi Jaringan Amar Ma’ruf (JAM) Sumut Muhammad Ikhyar Velayati di Medan, Minggu (20/6/2021).
Terkait pendapat yang menyatakan bahwa amandemen jabatan presiden menjadi tiga priode adalah inkonstitusional, menurut Ikhyar itu pendapat yang keliru.
“Jika logika tersebut di ikuti, maka seluruh pimpinan Parpol beserta anggota DPR RI priode 1999 dan 2004 telah melakukan pelanggaran konstitusi karena telah mengamandemen banyak pasal dalam UUD 45. Amandemen UUD 1945 telah dilakukan sebanyak 4 kali yang berlangsung selama 4 tahun berturut-turut, yakni pada 1999, 2000, 2001, dan 2002,” ujarnya.
Ikhyar menambahkan, bahwa amandemen UUD 1945 pertama dilakukan dalam Sidang Umum MPR 1999 meliputi 9 pasal dari total 37 Pasal. Termasuk pasal yang membatasi jabatan presiden hanya dua priode merupakan hasil amandemen UU sebelumnya.
Sedangkan amandemen kedua UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 2000 meliputi 5 Bab dan 25 Pasal. Kemudian amandemen ketiga UUD 1945 ketiga dalam Sidang Tahunan MPR 2001 mencakup beberapa pasal dan bab mengenai Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Impeachment, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman dan lainnya.
“Terakhir, Amandemen UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 2002, menyempurnakan penyesuaian untuk perubahan-perubahan sebelumnya termasuk penghapusan atau penambahan pasal/bab”, jelasnya.
Ikhyar yang juga di kenal sebagai Koordinator Forum Aktifis 98 Sumut membantah bahwa gagasan jabatan tiga priode presiden menghianati semangat reformasi 98.
“Reformasi adalah antitesa terhadap Orde Baru yang otoriter dalam bidang politik, oligarki dalam bidang ekonomi dan KKN dalam budaya. Oleh karenanya beberapa bab dan pasal dalam UUD 45 yang di tafsirkan secara sepihak oleh Orde Baru di amandemen oleh Orde Reformasi hingga 4 kali sesuai dengan semangat reformasi dan seiring dengan perubahan manusia yang dinamis. Oleh ķarenanya UU atau hukum pun harus berubah. Itu esensi amandemen UUD 45 kemarin”, ungkapnya.
Ikhyar melanjutkan, jika ada gagasan atau ide di masyarakat mengenai amandemen pasal masa jabatan di perpanjang menjadi tiga priode, harus di pahami sebagai respon dari dinamika sosial, politik dan ekonomi terkini yang rentan membuat bangsa ini terpecah belah karena tidak ada stabilitas politik dan stabilitas pembangunan.
Sehingga masa jabatan presiden yang dibatasi dua priode di anggap kurang bagi presiden yang memimpin ke depan untuk menyelesaikan program dan janji politiknya, jelas Bung Ikhyar demikian akrab di sapa.
Ikhyar mengingatkan bagi penentang amandemen Pasal 7 UUD 45 bahwa proses perubahan tersebut tentu mengacu pada mekanisme yang di syaratkan oleh UU.
Tentu saja amandemen tersebut bukan ujug-ujug, apalagi lewat paksaan. Tentu harus mengacu pada UUD 45 Pasal 20 ayat 1 dan 2. Jika proposal amandemen ini tidak di setujui oleh salah satu pihak, presiden atau DPR RI, tentunya amandemen ini tidak terjadi.
“Jadi bagi yang pro maupun yang tidak pada amandemen masa jabatan presiden, silahkan memberikan aspirasinya ke DPR RI dan juga ke Presiden. Jadi jangan membuat stigma apalagi menuduh gagasan amandemen jabatan presiden tiga priode melanggar konstitusi apalagi sampai di pidana, karena pemikiran, ide dan gagasan tidak bisa di pidana,” ujarnya.