MEDAN – Sidang perdana terhadap mantan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut) periode 2019–2024, Jubel Tambunan, digelar pada Senin (7/10/2024) di ruang Cakra 6 Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Medan. Agenda sidang tersebut adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Toba Samosir dan Kejati Sumut.
Politisi Partai NasDem ini didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp4,9 miliar lebih, terkait proyek Peningkatan Kapasitas Jalan Provinsi Ruas Parsoburan, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) hingga perbatasan Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) pada Tahun Anggaran (TA) 2021.
“Pihak terdakwa maupun penasihat hukumnya tidak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan tersebut,” ujar Ketua Majelis Hakim, Lucas Sahabat Duha, dalam persidangan, Selasa (8/10/2024).
Dengan tidak adanya keberatan, sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara, di mana JPU akan menghadirkan saksi-saksi.
Dalam dakwaan yang disampaikan JPU, Jubel Tambunan diduga berperan sebagai pengendali atau pemodal dalam proyek peningkatan kapasitas jalan tersebut. Ia didakwa bersama tiga terdakwa lainnya yang telah lebih dulu disidangkan di Pengadilan Tipikor PN Medan.
Ketiga terdakwa lainnya adalah mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Sumut, Ir. Bambang Pardede, selaku Pengguna Anggaran (PA), Ir. Rico M. Sianipar, ST., M.Si., selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta Akbar Jainuddin Tanjung, ST., Direktur PT Eratama Putra Prakarsa (EPP), rekanan proyek tersebut.
Jubel Tambunan, yang saat itu menjabat sebagai anggota Komisi D DPRD Sumut, diketahui memiliki hubungan mitra kerja dengan Dinas BMBK. Bambang Pardede diduga terpaksa mengabulkan permintaan Jubel agar perusahaannya, PT EPP, memenangkan tender proyek peningkatan kapasitas jalan tersebut.
Peserta lelang lainnya sempat mengajukan sanggahan karena PT EPP yang digunakan Jubel tidak memenuhi sejumlah syarat penting, termasuk tidak masuk dalam tiga besar perusahaan penawar terendah serta tidak memiliki Asphalt Mixing Plant (AMP), yang dikhawatirkan akan berdampak pada ketidakmampuan menyelesaikan proyek sesuai waktu dan spesifikasi.
Rico M. Sianipar sebelumnya telah melaporkan adanya sanggahan dari berbagai pihak kepada Inspektorat Provinsi Sumut, namun Bambang Pardede memerintahkannya untuk tetap melanjutkan pekerjaan sesuai jadwal.
Kontrak pekerjaan pun ditandatangani antara Bambang Pardede dan Akbar Jainuddin Tanjung di ruang kerja Bambang. Menurut JPU, pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam kontrak dan terjadi kelebihan bayar sebesar Rp5.131.579.048,27 dari total pagu anggaran Rp26.820.160.000. Dari jumlah tersebut, telah dibayarkan sebesar Rp24.128.780.000 oleh Dinas BMBK Provinsi Sumut.
Jubel Tambunan diduga menikmati uang negara sebesar Rp4.531.579.048, sedangkan Akbar Jainuddin Tanjung memperoleh Rp400 juta.
Jubel Tambunan didakwa dengan dakwaan primair Pasal 2 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
(ABN/Qhusyai)