Ade Lola Edria *
IBU MARIATI terlihat tengah sibuk memanen kangkung-kangkung akar tanamannya di ladang. Teriknya matahari yang begitu menyengat serta udara yang terasa kering di siang itu, tak membuatnya berteduh dan berhenti memanen. Kerudung merah maron yang menutupi kepala hingga lehernya, menjadi pelindung untuk mengurangi sengitnya sengatan matahari.
Wanita paruh baya yang bermukim di Pasar 11, Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara itu, sempat tak sadar jika aku datang menyambanginya ke ladang pada Minggu lalu (29/1), karena begitu tekunnya ia bekerja. Ia baru sadar saat aku memanggilnya ‘Bik’. Sejenak ia pun tertegun dan langsung menghentikan pekerjaanya. “Ehh…kamu Ade,” katanya sembari langsung menghampiri ku yang memang ia kenal.
Minggu di akhir Januari itu matahari bersinar begitu terik, sehingga membuat ku langsung mencari tempat berteduh di sebuah pondok di ladang ibu Mariati yang merupakan bibik ku. “Mataharinya sangat terik bik, aku berteduh saja di pondok,” ucapku sembari ku lihat anggukan bibik.
Sesaat, bibik ku lihat kembali ke pekerjaannya, mengumpulkan kangkung-kangkung yang telah ia cabut dari bedeng-bedeng tanah yang seperti tersusun di ladangnya dan kemudian mengangkatnya ke pondok.
“Apa kabar mu Ade, bagaimana kabar orang tua mu, sehat kan?” sapa bibik kepada ku saat ia sampai di pondok.
“Alhamdulillah sehat bik, ibu bapak juga sehat,” ucapku menjawab sapaan bibik.
“Apa yang membuat mu ke sini, ke ladang, panas-panas gini, nanti muka mu gosong lho. Bagus di rumah saja Ade tadi, kan ada orang di rumah,” katanya lagi.
Aku pun bercerita pada bibik maksud tujuan ku menemuinya di ladang, sebab aku ingin mengangkat kisahnya untuk mengerjakan tugas yang diberi pimpinan dan pengelola media online Asaberita.com, yang menjadi pembimbing di tempat aku melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) selama 1 bulan.
Seluruh mahasiswa dan mahasiswi semester V Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) tempat aku kuliah, saat ini memang tengah melaksanakan PKL dan ditempatkan di sejumlah instansi pemerintah dan swasta serta di perusahaan-perusahaan media pers baik cetak, elektronik maupun media online, dan aku bersama empat teman lainnya ditempatkan di media online Asaberita.com.
Karena perusahaan media pers yang produknya adalah berita, setelah diberi perkenalan tentang perusahaan media pers, diberi pemahaman tentang fungsi media pers dan tugas-tugasnya, dikenalkan tentang bentuk-bentuk berita, tekhnik mencari berita, membuat berita, wawancara dan lainnya, kami pun juga langsung ditugaskan ke lapangan untuk mencari berita dan membuatnya, layaknya seorang wartawan di media itu. Dan ini tentu menjadi tantangan dan kenangan yang sangat berharga bagi kami, karena langsung berpraktik di lapangan seperti wartawan yang belum kami dapatkan di kampus.
Kembali ke kisah ibu Mariati, wanita yang sudah berusia 56 tahun, namun tak kenal menyerah untuk membantu suaminya mencukupi kebutuhan keluarga. Setiap hari untuk sampai ke ladang, ia harus mengayuh sepeda. Memang, jarak ladangnya dari rumah tak terlalu jauh, sekitar 15 menit naik sepeda dan masih berada di Kelurahan Tanah Enam Ratus.
Di ladang yang menjadi peninggalan orang tua suaminya, ibu Mariati menanaminya dengan tanaman kangkung. Ibu Mariati kerap sendiri pergi ke ladang, sedang suaminya tak selalu pergi ke ladang karena ada pekerjaan lain yang digeluti yakni beternak. Tetapi saat mengolah tanah, mencangkul, menggemburkan tanah, membuat bedeng-bedeng dengan cara meninggikan tanah agar tanaman tak tergenang air saat hujan turun, itu pekerjaan suami ibu Mariati, demikian juga saat menyemprot tanaman dengan pestisida agar tanaman terbebas dari hama penyakit, juga dikerjakan suaminya. Kadang sesekali saat libur sekolah, anaknya juga membantunya di ladang.
Tanaman kangkung akar menjadi pilihan ibu Mariati dan suami untuk terus ditanam ketimbang tanaman lain seperti jagung atau yang lain, karena masa panen kangkung akar singkat, hanya sekitar 20 – 30 hari sudah panen sejak bibit ditabur, tidak terlalu banyak pula hama penyakit yang menyerang dibanding tanaman lain serta lebih mudah perawatannya. Menjualnya juga mudah, karena banyak agen-agen pengumpul yang langsung datang ke ladang-ladang atau ke rumah untuk menampung hasil panen petani.
Meski harga kangkung tak selalu stabil, kadang naik dan kerap juga anjlok ke harga yang sangat rendah, tapi itu tak menyurutkan semangat ibu Mariati untuk terus menanam kangkung. Kerap, cuaca yang sedang panas terik ataupun hujan tak ia perdulikan untuk tetap pergi ke ladang merawat kangkung-kangkungnya.
Sambil sesekali menyeka keringat yang mengucur di dahinya pada siang itu, ibu dua anak ini berharap hasil panen kangkungnya kali ini bisa memberikan sedikit keuntungan untuk bisa menopang kebutuhan rumah tangganya, dan jika bisa sedikit disimpan, mengantisipasi keperluan-keperluan mendadak.
Saat mendengar penyampaian ku yang ingin mengangkat kisahnya, ibu Mariati awalnya sempat menolak dan berujar, “Apalah yang mau Ade diceritakan tentang bibik. Bibik hanya seorang petani, tak banyak yang bibik tahu selain bertani, menanam kangkung, palawija dan beternak, hanya itu yang bibik tau. Yang lain bibik tak faham karna bibik bukan orang sekolahan,” ucapnya.
Namun saat ku jelaskan ini untuk tugas PKL ku, ia pun pasrah. “Terserah mu lah Ade, apa yang mau kau tulis. Tapi beginilah bibik, penuh dengan tanah, berlumpur dan berkeringat. Kalau ngak gitu, kami ngak makan, ngak bisa juga sekolahkan anak-anak,” katanya.
Sambil mengikati kangkung yang telah ia cabut dan kumpulkan di pondok, ibu Mariati bercerita agar bisa mendapatkan hasil panen yang bagus, kangkung-kangkung itu harus pula dirawat dengan baik, disiram secara rutin, dipupuk agar tumbuh subur dan disemprot menggunakan pestisida agar tidak terkena hama penyakit.
Yang terpenting agar tanaman kangkung cepat panen, katanya, kadar air di tanah harus banyak, sekitar 20 hari sudah bisa panen. Tapi kalau hujan terus menerus juga tak bagus, tanaman kelebihan air sehingga bisa rusak dan gagal panen. Sedang sebaliknya, saat musim kemarau, ketika kadar air di tanah sedikit, masa panen lebih lama, bisa sampai 30 hari baru panen. Karenanya, untuk mencukupi kebutuhan air tanaman kangkungnya, ia butuh sumur dan langsung digali diladang sehingga saat musim kemarau pun, jika air sumur masih ada, tetap dapat digunakan untuk menyiram tanamannya.
“Itu kangkung-kangkung yang di sana itu juga udah tinggi-tinggi, sudah bisa di panen, tak boleh terlalu tua baru dipanen agar tak rusak, karena kalau udah tua nanti daunnya banyak yang kuning, bisa tak laku dijual,” katanya sambil menunjuk bedeng-bedeng tanaman kangkungnya yang sudah siap panen.
Ibu Mariati juga menuturkan, bedeng-bedeng tanah yang sudah dipanen kangkungnya, hanya butuh beberapa hari setelah tanahnya digemburkan kembali sudah bisa ditaburi bibit kangkung lagi. Itu kenapa setiap hari ia harus pergi ke ladang, karena terus ada tanaman kangkung yang harus ia rawat atau di panen.
Namun demikian, lanjutnya, jadi petani itu ngak gampang, juga harus siap menanggung resiko kerugian. Karena tadi, jika hujan terus-menerus maka tanaman jadi rusak dan berpotensi besar gagal panen. “Jadi kalau hujan terus ya rugi, trus kalau terik terus juga ya lama panennya. Belum lagi harga pupuk dan obat-obatan juga mahal,” ucapnya lesu.
Ibu Mariati menuturkan, saat ini untuk bisa mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah sangat susah. Pupuk bersubsidi merupakan barang yang sangat langka bagi petani-petani kecil sepertinya. Jikapun ada, untuk bisa mendapatkan pupuk bersubsidi di kios-kios pupuk, ia harus bisa menunjukan kartu tani. Dan agat bisa mendapat kartu tani, ia atau suaminya harus terdaftar dalam kelompok tani. Tak hanya itu, agar bisa mendapat jatah pupuk bersubsidi, kelompok tani serta nama-nama anggota lengkap dengan NIK yang terverifikasi juga harus terdaftar dan di uplod ke dalam sistem aplikasi yang disediakan Kementerian Pertanian agar bisa mendapat alokasi pupuk bersubsidi.
Sangat ribet memang. Tapi begitulah adanya. Yang ribetnya lagi, untuk bisa terdaftar dalam kelompok tani dan mendapat kartu tani, Salah satu syaratnya harus memiliki lahan pertanian minimal 2 hektar. Jadilah ibu Mariati dan suami yang hanya memiliki lahan pertanian sekitar 800 meter persegi, tak bisa mendapatkan kartu tani karena tak cukup syarat untuk bisa masuk kelompok tani dan tak pula ada jatah pupuk bersubsidi yang bisa ia beli.
Agar tanamannya bisa dipupuk, ia pun terpaksa harus membeli pupuk non subsidi, yang harganya jelas jauh lebih mahal. Demikian juga dengan obat-obatan, pestisida untuk tanaman, harganya juga mahal. Dan itu jelas akan memangkas keuntungan yang bisa didapat dari hasil panennya. Apalagi saat harga kangkung yang saat ini lagi murah, bisa balik modal saja sudah syukur. Ia lebih bersyukur lagi, jika bisa sedikit mendapat keuntungan, sangatlah berharga untuk bisa membeli kebutuhan hidup sehari-hari.
“Kami ini rakyat kecil, petani kecil, tapi kenapa ya petani kecil seperti kami malah yang tidak dibantu pemerintah, tidak bisa mendapat pupuk bersubsidi. Tapi malah petani-petani besar yang lahannya luas-luas, itu yang dapat pupuk bersubsidi, kenapa begitu ya,” tanyanya lirih.
Karena harga pupuk yang mahal, pemakaian pupuk untuk tanamannya pun hanya sekadarnya saja dan hanya sekali pemupukan untuk setiap kali penanaman kangkung. Saat ini menurutnya, harga pupuk non subsidi sudah Rp 11.000 per kilogramnya. Dan untuk lahan 800 meter persegi yang ia miliki, setidaknya butuh 8 – 10 kg pupuk untuk sekali pemupukan.
Belum lagi untuk obat-obatan pestisida yang harganya berkisar Rp55 ribu perbotol ukuran 0,5 liter. Tak hanya satu jenis pestisida, melainkan sekurangnya ada tiga jenis pestisida yang harus digunakan dalam setiap penyemprotan, agar tanaman terbebas dari hama penyakit. Pestisida yang kerap mereka gunakan yakni Folirfos, Turex dan Antracol. Masing-masing pestisida itu harganya relatif hampir sama yakni Rp55 ribu perbotol ukuran 0.5 liter dan habis digunakan untuk satu kali penyemprotan pada lahan yang mereka miliki.
Ibu Mariati berpikir kalau saja ia mempunyai kartu tani, terdaftar dalam kelompok tani dan mendapat jatah pupuk bersubsidi, tentu dia bisa meminimalisir biaya yang dikeluarkan untuk membeli pupuk dan pestisida, sehingga keuntungan yang didapat bisa lumayan dan bisa ia tabung, juga bisa mencukupi kebutuhan keluarga yang terus naik, akibat harga berbagai kebutuhan pokok yang juga terus mengalami kenaikan.
Namun apa hendak dikata, keadilan terasa timpang untuk petani-petani kecil seperti ibu Mariati. Kini, ia hanya bisa berharap dan mengandalkan kalau-kalau harga kangkung di pasaran naik, maka harga jualnya kangkungnya ke agen pengumpul juga sedikit naik sehingga ia bisa mendapatkan keuntungan yang sedikit lumayan.
Ibu Mariati mengaku, ia bisa menjual hingga 100 bal kangkung untuk sekali panen, dimana setiap balnya berisi 10 ikat kangkung. Saat harga kangkung naik beberapa waktu lalu, oleh agen setiap bal.kangkungnya dihargai Rp25 ribu. Tapi kini harga kangkung sudah anjlok, per balnya hanya laku ia jual Rp10 ribu, sehingga hasil yang ia dapat taklah besar.
Dengan hasil panen yang tidak terlalu banyak, dan harga kangkung yang cukup murah saat ini, membuat ibu Mariati dan suami tidak memakai jasa orang lain untuk membantu mereka dalam bertani. Ia hanya mengandalkan kerja keras mereka sendiri serta bantuan anaknya.
Karena hasil dari bertani kangkung tak bisa menjadi satu-satunya andalan untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-sehari keluarganya, baik untuk makan dan membayar uang sekolah anak-anak serta mencukupi kebutuhan lain, suami ibu Mariati pun terpaksa harus banting setir dengan juga menjadi peternak, walaupun masih kecil-kecilan dengan pendapatan yang juga tak terlalu besar.
Ibu Mariati dan suami hanya berharap, pemerintah bisa memperhatikan nasib petani kecil seperti mereka. Hal itu juga tentu menjadi harapan petani-petani kecil lainnya, agar mereka bisa mendapatkan pupuk bersubsidi yang sudah menjadi barang sangat langka bagi mereka, agar hasil produksi pertanian bisa meningkat dan cost produksi yang dikeluarkan bisa sedikit ditekan, agar petani bisa sedikit sejahtera. Itulah harapan mereka.
* Penulis mahasiswi Prodi Ilmu Komunikasi FIS UINSU, melaksanakan tugas PKL di media online Asaberita.com
- Pastikan Kesiapan Prasarana Jalan Hadapi Mudik 2025, Dishub Sumut Berangkatkan Tim Terpadu Lakukan Survei – Februari 10, 2025
- Ketua Koperasi Keluarga Pers Indonesia Apresiasi Penetapan Bobby-Surya, Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut Terpilih – Februari 10, 2025
- Ratusan Siswa SMKN 10 Medan Gagal Daftar SNBP, Sutarto Desak Disdik Sumut Cari Solusi – Februari 10, 2025