Scroll untuk baca artikel
#
BeritaHukumMedan

Pengadilan Tinggi Medan Bebaskan Tumirin dari Dakwaan Penggunaan Surat Palsu

×

Pengadilan Tinggi Medan Bebaskan Tumirin dari Dakwaan Penggunaan Surat Palsu

Sebarkan artikel ini
Sidang Surat Palsu
Pengadilan Tinggi Medan Bebaskan Tumirin dari Dakwaan Penggunaan Surat Palsu

Asaberita.com, Medan – Tumirin (62), warga Jalan Kapten Sumarsono Medan, akhirnya bisa bernafas lega setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan membebaskannya dari semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus penggunaan surat palsu. Dalam putusan yang dibacakan pada 1 Agustus 2024, Majelis Hakim memutuskan bahwa Tumirin tidak terbukti turut serta dalam penggunaan surat palsu.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan yang diketuai Parlas Nababan, dengan anggota Jhon Pantas L. Tobing dan Syamsul Bahri, membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 550/Pid.B/2024/PN Mdn tanggal 20 Juni 2024 yang sebelumnya menghukum Tumirin dengan 1 tahun 2 bulan penjara.

“Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan yang menghukum Tumirin 1 tahun 2 bulan penjara,” ujar Majelis Hakim dalam amar putusannya.

Selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk segera mengeluarkan Tumirin dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan memulihkan hak-hak serta martabat Tumirin. Biaya perkara juga dibebankan kepada negara.

Berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Medan, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi menilai bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan keterlibatan Tumirin dalam penggunaan surat palsu, sehingga putusan Pengadilan Negeri Medan dinyatakan batal.

Surat Keterangan Pendaftaran Pendudukan Tanah (SKPPT) atas nama Hardjo B, yang berlokasi di Helvetia, dikembalikan kepada Tumirin sebagai ahli waris dari Hardjo B.

BACA JUGA :  Lantik Dirjen PPTR, Menteri AHY: Hadirkan Manajemen Administrasi Pertanahan dan Tata Ruang yang Semakin Produktif serta Kompetitif

Saat dimintai komentar terkait putusan ini, JPU Randi Tambunan dari Kejaksaan Tinggi Sumut enggan berkomentar banyak. “Saya belum tahu Tumirin bebas,” ujarnya singkat.

Kasus yang Dipaksakan

Sebelumnya, penasihat hukum Tumirin, Dewi Intan, SH, Rahmat Junjungan Sianturi, SH MH, dan Angga Pratama, SH, menilai bahwa kasus yang menjerat kliennya terkesan dipaksakan. Tanpa bukti yang jelas, Tumirin dijadikan tersangka, diadili, dan ditahan.

“Pemeriksaan terhadap Tumirin dilakukan tanpa adanya bukti surat asli. Namun, dia tetap didakwa memalsukan surat tanah milik PT Nusaland, yang menjadi saksi pelapor,” ujar Dewi Intan seusai persidangan di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (16/5/2024).

Dewi Intan juga menekankan bahwa PT Nusaland tidak mengalami kerugian akibat tindakan yang dituduhkan kepada Tumirin. Namun, saksi pelapor tetap menuduh Tumirin memalsukan dan menggunakan surat palsu, meskipun saksi yang diajukan JPU tidak mengetahui adanya pemalsuan tersebut.

Rahmat Junjungan Sianturi menambahkan bahwa saksi yang diajukan oleh JPU tidak mendukung dakwaan mereka. Salah satunya adalah Ngadimin, staf Analisis dan Kebijakan Pemprovsu, yang tidak mengetahui detail kasus namun tetap dipaksakan menjadi saksi.

Selain itu, saksi pelapor Agus Cipto dari PT Nusaland tidak memiliki surat asli yang bisa membuktikan adanya pemalsuan yang dilakukan oleh Tumirin. Agus Cipto hanya mengetahui adanya gugatan di PTUN Medan terkait 11 Kartu Tanda Pendaftaran Penduduk Tanah (KTPPT), yang sebenarnya telah dicabut.

BACA JUGA :  Dandim 0303/Bengkalis Pimpin Langsung Penangkapan (±) 4 Kg Sabu

Sementara itu, terdakwa Tumirin membantah semua keterangan saksi yang memberatkannya. Ia menegaskan bahwa tanah seluas 13 hektar di Helvetia yang saat ini dikuasai PT Nusaland adalah milik ayahnya, sesuai dengan KPTPT yang diterbitkan pada tahun 1956.

Penasihat hukum Tumirin, Dewi Intan dan Rahmat Junjungan, yakin bahwa Tumirin tidak bersalah dan mendesak agar Majelis Hakim membebaskannya dari segala dakwaan dan tuntutan JPU.

JPU Randi Tambunan sebelumnya mendakwa Tumirin melanggar Pasal 263 ayat 2 KUHP tentang pemalsuan dan penggunaan surat palsu, dan menuntutnya dengan hukuman 2 tahun penjara. Namun, hakim Pengadilan Negeri Medan memutuskan hukuman 1 tahun 2 bulan penjara, yang kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Medan setelah Tumirin mengajukan banding. (red/avd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *