MEDAN – Presiden Prabowo Subianto diharap mendukung langkah yang diambil Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi. Gubernur yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi itu, meminta Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) menghentikan perubahan perusahaan perkebunan menjadi perusahaan penyewaan tanah.
Pernyataan Gubernur Jabar Kang Dedi Mulyadi itu, viral melalui video di media sosial. Salah satu di antaranya, video itu diposting di tiktok Juson Simbolon.
Di Provinsi Sumut sendiri, fenomena yang disampaikan Dedi Mulyadi itu kini semakin “menggila”. Ratusan hektar lahan berstatus Hak Guna Usaha (HGU) PTPN, sudah menjadi kawasan pertokoan dan perumahan mewah hasil kerjasama perusahaan property raksasa, PT Ciputra.
Sama halnya seperti di Provinsi Jabar. Sebagaimana disampaikan Kang Dedy Mulyadi, lahan-lahan PTPN itu telah merubah menjadi berbagai bentuk bangunan. Seperti di kawasan lereng Puncak, sudah berdiri beragam jenis bangunan mengikuti gaya luar negeri, seperti disneyland.
Menurut Kang Dedi Mulyadi, akibat bangunan-bangunan tersebut, telah menimbulkan terjadinya berbagai bencana. “Beragam bangunan itu, seperti di lereng Puncak, dibangun atas kerjasama anak perusahaan BUMD Provinsi Jabar dengan pihak ketiga, dengan para investor,” jelas Dedi Mulyadi.
Karena itu, Kang Dedi Mulyadi meminta PTPN mencabut rencana untuk melakukan perubahan perkebunan. “Saya berulang-ulang ngomong. Judulnya juga PTPN. PT Perkebunan nusantara. Kalau PT Perkebunan, berarti dia hidup dari hasil perkebunan. Bukan dari hasil nge-nyewain tanah. Gitu lho,” tegas Dedi Mulyadi yang baru beberapa bulan menjadi Gubernur Jawa Barat itu.
Kalau kemudian PTPN kerjanya hanya nyewain tanah yang disebut dengan Kerjasama Operasional (KSO), Dedi Mulyadi meminta agar diganti deh namanya. “Jangan PTPN donk. Jadi PT Sewa Tanah Nasional,” tegas Dedi Mulyadi.
Kang Dedi Mulyadi sendiri berharap PTPN memberi reaksi atas tindakan berani yang dilakukannya membongkar bangunan-bangunan di kawasan lereng Puncak.
“Sampai hari ini ngk ada tuh. Ketika bencana di mana mana terjadi. Ketika saya setiap hari berani membongkar bangunan bangunan, yang itu kerjasama anak perusahaan BUMD Provnsi Jabar dengan pihak ketiga, dengan para investor, kemudian membangun di lereng Puncak. Sampai sekarang nggk ada itu PTPN memberikan statmen apapun,” tegasnya.
Karena itu, dengan lantang, Guernur Jawa Barat itu menantang PTPN untuk memberi respon. “Saya tantang Anda semua. Segera ke luar dari sarang Anda. Anda bicara kepada publik. Minta maaf atas berbagai tindakan dan pelanggaran yang dilakukan. Sadar dan lakukanlah taubatan ekologi,” tegas Kang Dedi Mulyadi.
KASUS DI PROVINSI SUMUT
Di Provinsi Sumut sendiri, polemik perubahan lahan perkebunan milik PTPN menjadi kawasan property mewah, sudah sangat ramai sejak Desember 2024. Ini bermula ketika munculnya pernyataan Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar yang sebelumnya menjabat Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut periode 2013-2018 s/d 2018-2023.
Ketika itu, Abyadi Siregar menjelaskan agar diketahui masyarakat luas, bahwa pembangunan perumahan dan pertokoan mewah di atas tanah status HGU seperti yang dikuasai PTPN, merupakan pelanggaran peraturan perundang-undangan. Pasalnya, proyek property bukan untuk peruntukan HGU.
Menurut Abyadi yang juga Ketua Tim Tanah Pembangunan Komplek Perumahan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Sumut, tanah dengan status HGU adalah tanah yang diberikan negara kepada individu atau badan hukum untuk digunakan dalam kegiatan pertanian, perkebunan, atau usaha lain yang sejenis.
Hal ini sangat jelas diatur dalam Undang-Undang (UU) Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960. Pada BAB-IV, pasal 28 sangat jelas disebutkan bahwa, HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara guna usaha pertanian, perikanan atau peternakan atau usaha lain yang sejenis.
“Jadi, UU sudah sangat jelas mengatur bahwa peruntukan HGU adalah untuk usaha pertanian, perikanan atau peternakan. Karena itu, secara hukum, tanah HGU tidak dapat dibangun property,” tegas Abyadi Siregar.
Atas dasar ketentuan hukum itulah, lanjut Abyadi, proyek property di lahan HGU PTPN-II yang saat ini sedang gencar-gencarnya dibangun di sejumlah lokasi di kawasan Deliserdang, merupakan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan, terutama melanggar UU Pokok Agraria No 5 tahun 2960. Proyek property itu diduga kerjasama dengan perusahaan property raksasa Indonesia, yakni PT Ciputra Development Tbk atau dikenal dengan Ciputra Group kerjasama dengan PT Nusantara Dua Propertindo (NDP), anak perusahaan PTPN.
GUSUR RAKYAT UNTUK BANGUN PROPERTI MEWAH
Saat ini, ratusan hektar lahan berstatus HGU PTPN di Sumut, khususnya di kawasan Deliserdang, memang sudah berubah menjadi pertokoan dan perumahan mewah.
Yang paling menyedihkan, lahan-lahan tersebut awalnya sudah puluhan tahun dihuni masyarakat sebagai kawasan pemukiman yang padat dan kompak. Masyarakat sendiri, memiliki lahan tersebut dengan transaksi jual beli sesuai kemampuan keuangan masyarakat.
Namun, masyarakat akhirnya diusir dan digusur paksa tanpa gani rugi yang layak. Lalu, lahan-lahan PTPN itu dibangun komplek pertokoan dan perumahan mewah yang dijual dengan harga miliaran rupiah satu unit. “Ini harganya Rp 2 miliar-Rp 7 miliar satu unit,” tutur sumber media ini saat nongkrong di komplek pertokoan dan perumahan mewah Citra Land Gamma City di kawasan Unimed/UIN Medan. (ABN/dan)