Oleh : Hikmatiar Harahap
“Berbeda sesungguhnya adalah perdamaian yang abadi”. Dalam paparan yang disampaikan Prof. A. Djazuli bahwa kata umat memiliki makna berlapis, dalam hal ini memiliki tiga tingkatan.
Pertama, kata umat bisa dimaknai semua ciptaan Allah. Kedua, memiliki makna seluruh umat manusia. Ketiga, kata umat merupakan satu komunitas tersendiri, maka bisa dikatan komunitas umat Islam. Kenapa begitu penting meletakkan posisi umat ini, bahwasanya perkembangan politik identitas sejatinya menyangkut kehidupan umat keseluruhan.
Sedangkan Ali Syariati salah satu pemikir muslim yang berpengaruh, meletakkan makna ummah yang mengandung ikhtiar, gerakan, kemajuan dan tujuan. Lebih lanjut dijelakan bahwa muatan tersebut mengandung konsep kebersamaan dalam arah dan tujuan, konsep gerakan menuju arah dan tujuan, serta keharusan adanya pemimpin dan petunjuk koletif.
Problematika yang dimunculkan politik identitas ketidakharmonisan dalam hubungan antar umat, maka dalam hal ini ada sebuah kaedah “al-ashlu fi al-‘alaqah al-silm”, asal dalam hubungan itu adalah kedamaian. Maka terjawab sudah bahwa salah satu nilai yang harus dikedepankan adalah menumbuhkembangkan nilai kedamaian bersama. Maka untuk mencapai kedamaian ini, prinsip-prinsip yang harus dilalui dan diamalkan adalah, al-‘adalah, karamah, insaniyah, tasamuh, ta’awun al-fadilah dan huriyah.
Strategi ini penting untuk diinisiasi berbagai pihak baik komunitas agama, pemerintahan maupun aktivis politik. Dipertegas kembali oleh Prof A. Djazuli menghadirkan umat yang sesungguhnya dari prinsip-prinsip yang dikemukankan akan melahirkan moral dan hukum. Disinilah pentingnya, pendekatan ummat dalam meminimalisir politik identitas adalah mengembangkan moral dan menegakkan kepastian hukum.
Bahkan dalam perkembanganya, hifzu ummah merupakan bagian dari pada penegakkan Hak Asasi Manusia. Penelusuran dalam nomokrasi Islam bahwa hak-hak asasi manusia bukan hanya diakui tetapi juga dilindungi sepenuhnya.
Prinsip-prinsip itu telah tegas dibicarakan dalam Alquran surah al-Isra/ 17:70:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (surah al-Isra/ 17:70)
Ayat tersebut dengan jelas konsep dan aturan yang harus dikendalikan untuk mewujudkan kemulian manusia hifzu ummah. Dalam hal ini, M. Hasbi ash-Shiddieqy membagi kemulian manusia dalam tiga kategori yaitu (1) kemulian pribadi (karamah fardiyah) (2) kemulian masyarakat (karamah ijtimaiyah); dan (3) kemulian politik (karamah siyasiyah).
Dalam kategori pertama manusia dilindungi baik pribadi maupun hartanya, sedangkan kategori kedua, berkaitan tentang status persamaan manusia dan ketiga, Islam meletakkan hak-hak politik dan menjamin hak itu sepenuhnya bagi setiap warga negara.
Jadi upaya yang harus digelorakan dari konsep hizf ummah dalam masyarakat adalah menghadirkan masyarakat yang ideal (muslim) yang memiliki integritas keimanan, integritas kebangsaan, hubungan kemasyarakatan yang emosional dan memiliki komitmen serta kontribusi yang positif kepada kemanusiaan dan negara secara universal, bahkan tak kalah pentingnya memiliki loyalitas pada kebenaran, memiliki keberanian dalam mewujudkan melalui aksi amar ma’ruf nahi mungkar.
Sedangkan dalam konteks kebangsaan bahwa menetralisir politik identitas melalui hizf ummah adalah dengan cara berbeda adalah menuju pada kedamaian, hal ini tercermin dalam Alquran Surah al-Hujurat (49): ayat: 10, yang berbunyi:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-Hujurat (49): ayat: 10).
Oleh karena itu, perbedaan pandangan merupakan sesuatu nikmat yang harus disyukuri dan dihargai siapapun. Berbeda sesungguhnya adalah perdamaian yang abadi. Dengan berbeda semuanya memiliki kesempatan yang sama untuk berkreasi pada umat, bangsa dan negara.
(Mahasiswa Pascasarjana UIN Sumatera Utara dan Sekretaris Eksekutif Transitif Learning Society Islam Transitif)