Scroll untuk baca artikel
#
Medan

Enam Pemda Raih Zona Merah Dalam Pelayanan Publik

×

Enam Pemda Raih Zona Merah Dalam Pelayanan Publik

Sebarkan artikel ini
Abyadi Siregar S.Sos
Abyadi Siregar S.Sos

MEDAN – Enam pemerintah daerah (Pemda) di Provinsi Sumut meraih predikat zona merah dalam survei kepatuhan terhadap standar pelayanan publik yang dilakukan Ombudsman RI tahun 2019. Ini artinya, pelayanan publik di enam daerah tersebut masih sangat buruk.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar, menyebut 6 pemda yang belum patuh terhadap standar pelayanan publik sesuai UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik itu adalah, Pemkab Simalungun dengan nilai paling rendah yakni 9,25. Disusul Pemkab Nias Selatan dengan nilai 16,82, Pemko Padangsidimpuan dengan nilai 31,81, Pemkab Labuhanbatu dengan nilai 35,39, Pemkab Asahan dengan nilai 42,83 dan terakhir adalah Pemkab Karo dengan nilai 47,20.

Sedang enam Pemkab/Pemko lainnya, sedikit lebih baik karena meraih predikat zona kuning atau tingkat kepatuhan sedang. Keenam yang meraih predikat zona kuning tersebut adalah Pemkab Tapanuli Utara dengan nilai 61,00, Pemkab Tibasa dengan nilai 63,88, Pemko Tanjungbalai dengan nilai 68,52, Pemko Binjai (70,53), Pemko Tebingtinggi (79,77), Pemko Pematangsiantar (76,42).

BACA JUGA :  Kekayaan Andriyansyah Hakim PN Medan yang Larang Jurnalis Ambil Foto Sidang Rp 3,3 M

Dari survei kepatuhan terhadap standar pelayanan publik yang dilakukan Ombudsman RI di 13 Pemkab/Pemko di Sumut tersebut, hanya satu yang meraih predikat zona hijau atau tingkat kepatuhan tinggi atau baik, yakni Pemkab Pakpak Bharat dengan nilai 86,21.

Survei kepatuhan terhadap standar pelayanan publik ini, dilakukan sejak Mei 2019 di 13 Pemkab/Pemko di Sumut. Survei ini dilakukan untuk melihat tingkat kepatuhan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik sesuai UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

“Cara melihat kepatuhannya adalah, dengan turun langsung di unit unit layanan publik yang ada di setiap Kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Yang kita lihat adalah, pemampangan (tangible) atributisasi standar pelayanan publik di ruang ruang layanan. Jadi, ini yang kita lihat,” jelas Abyadi, di Medan, Jumat (6/12/2019).

BACA JUGA :  5 Kantor Pertanahan di Sumut Masuk Zona Merah Pelayanan Publik

Sebab, lanjut Abyadi, menurut UU No 25 tahun 2009, setiap penyelenggara pelayanan publik, wajib menyusun, menetapkan dan mempublikasi (memampangkan/tangible) atributisasi standar pelayanan publiknya. Dan di sisi lain, pemampangan standar pelayanan publik oleh penyelenggara pelayanan publik itu adalah hak masyarakat sebagai pengguna layanan.

“Jadi, instansi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik wajib menyusun, menetapkan dan mempublikasi (memampangkan/tangible) atributisasi standar layanan publik. Sebab, hal itu adalah hak masyarakat sebagai pengguna layanan,” jelasnya.** mbd/msj

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *