Opini

Sampah dan Pentingnya Hifzul Bi’ah (Menjaga Lingkungan Hidup)

×

Sampah dan Pentingnya Hifzul Bi’ah (Menjaga Lingkungan Hidup)

Sebarkan artikel ini
Sampah
Foto ilustrasi sampah
Sampah
Foto ilustrasi sampah

Oleh: Ahmad Zuhri, S.Ag, MA

Entah sejak kapan mulainya, namun belakangan ini mereka menjadi perbincangan media sosial maupun orang banyak. Lima anak muda yang melabeli diri dengan “Pandawara Group” saat ini menjadi viral dengan inspirasi mereka membersihkan sampah.

Ya, benar… sampah. Bukan hanya sekarung dua karung, hampir lima ribu karung sudah mereka kumpulkan sampah yang selama ini menyelimuti sungai dan selokan (parit), terutama yang ada di Jawa Barat.

Saking asiknya, sudah 27 ribu kilogram sampah yang mereka kumpulkan yang mungkin hingga saat ini belum ada satupun orang mampu menyaingi aksi mereka yang bernuansa positif ini. Tapi menurut Penulis, saingan terberat mereka dengan aksinya adalah ya “pembuang sampah” itu sendiri, yakni manusia jua.

Bicara tentang sampah saat ini sepertinya bukan sekedar merujuk kepada berbagai jenis sampah yang dihasilkan manusia semata. Perbuatan manusia yang menyebabkan bertambahnya sampah juga sebenarnya menjadi aktifitas yang menjadi satu kesatuan dengan keberadaan sampah dimana-mana. Lebih mudahnya adalah dengan menyebut mereka “manusia sampah”.

Mengapa demikian? Mudahnya begini, setiap orang yang menghasilkan sampah seringkali bertindak diluar nalar yang mengakibatkan keberadaannya semakin banyak. Makanan yang terbungkus, bungkusnya dibuang sembarangan, jadilah sampah. Beli makanan cepat saji, yang ada banyak tersisa, tidak hanya satu dua orang, melainkan ratusan, jadilah sampah. Ada barang tak terpakai dirumah, diabaikan bertahun-tahun sampai menumpuk dan menjadi sarang banyak serangga, ya itu sampah.

Maka pertanyaannya, apakah sampah itu datang dengan sendirinya? Tentu jawabannya tidak. Inilah yang akhirnya kalau tak diperhatikan secara seksama sebenarnya menimbulkan efek bumerang kepada manusia sendiri.

Allah telah mengingatkan begitu banyaknya kerusakan yang terjadi akibat ulah manusia dan efeknya kembali kepada manusia itu sendiri? Allah berfirman: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki mereka merasakan sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S. Ar-Rum: 41).

Pernah sesekali berjalan dekat sungai (lingkungan Penulis) dan sungguh pemandangan yang sangat miris melihat timbunan sampah berserakan sepanjang pinggiran sungai yang tentu asalnya bukan dari binatang ataupun tumbuhan (pohon) yang tak pernah bergerak dari posisinya. Pasti ya ulah manusia. Maka jangan heran kalau yang namanya musibah seperti banjir dan longsor yang tetap ada setiap tahun akibat perbuatan kita sendiri.

Maka pertanyaan selanjutnya, apakah sebegitu pentingnya urusan sampah ini? Penulis akan mencoba menguraikannya. Pertama, fakta bahwa Islam mengajarkan kita melalui alam semesta dan diri sendiri (manusia) dimana Allah memberikan petunjuk untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya.

Allah berfirman: “(32) Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.

(33) Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.

(34) Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (Q.S. Ibrahim: 32-34).

Prinsip yang terkandung dalam ayat ini adalah taskhir. Imam Al-Asfahani dalam Ar-Raghib, Mufradaat Alfadzil Qur’an menyebutkan makna taskhir adalah “pemberdayaan sesuatu untuk tujuan tertentu secara paksa, tanpa alternatif (qahran).

BACA JUGA :  Keterlibatan Stakeholder dalam Kurikulum K3 Untuk Keselamatan Siswa

Mengapa secara paksa, sebab segala ciptaan Allah yang ada di alam semesta ini memang ditundukkan untuk mengikuti sistem “Sunnatullah” yang telah ditetapkan sang Khalik. Prinsip ini menurut Nur A. Fadhil Lubis, ditujukan kepada makhluk berakal (manusia) untuk dapat diteliti, dipahami dan diambil manfaatnya bagi kepentingan hidup manusia.

Prinsip inilah yang sering disalahartikan manusia (atau memang banyak yang tidak mau tahu). Ketika manusia diberi akal untuk memahami makna taskhir dengan baik, justru yang terjadi adalah penyalahgunaan hak dari Allah secara totalitas.

Hasil penelitian terhadap alam, pemahaman cara menggunakan, hingga kemanfaatan yang mampu digapai dari alam semesta malah digarap dan dieksploitasi sesuka hati. Manusia mengedepankan kepentingan dan kehendak personal yang menjurus kepada penyelewengan yang berakibat kesewenang-wenangan pada alam selaku sesama “makhluk”.

Dalam konteks sampah, prinsip inilah yang sering terabaikan. Jika makan dan minum, ia hanya mau makanan dan minumannya masuk ke dalam tubuh (memanfaatkan dengan baik), tapi sisanya (plastik pembungkus, botol, kaleng, dsb) ia anggap tak perlu masuk dengan benar ke tempat pembuangan sampah.

Ia buang bebas dimana saja sebab baginya alam ini harus dimanfaatkan, termasuk memanfaatkan ruangnya untuk sampah. Maka dengan demikian, dimana fungsi akalnya untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah? wajarlah manusia disebut “sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”.

Kedua, adanya prinsip ta’mir dalam kehidupan kemanusiaan. Nur. A. Fadhil menyebut prinsip ini merupakan prinsip yang berkaitan dengan kewajiban manusia untuk membina dan mengembangkan diri, memakmurkan diri, apakah sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari sisi kemanusiaan.

Allah berfirman: “…..Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”. (Q.S. Hud: 61).

“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan..…”. (Q.S. ar-Rum: 9).

BACA JUGA :  Membangun Sumut Dengan Gerakan Gemar Membaca

Jika merujuk pada ayat diatas, maka prinsip ta’mir (makmur) sesungguhnya bertentangan dengan membuat kerusakan, khususnya kerusakan lingkungan hidup. Masalahnya, hidup manusia demi kemakmuran dirinya justru sembari merusak alam.

Teranyar, peresmian Mesjid al Jabbar (Jawa Barat) tidak dibarengi dengan memakmurkan mesjid itu sendiri yang katanya dibangun untuk menjadi ikon Jawa Barat (sebagai bagian memakmurkan mesjid di Indonesia tentunya).

Tapi faktanya, Sampah berserakan dimana-mana pasca peresmiannya. Mengabaikan tanggung jawab diri sendiri dan membebankannya kepada orang lain tentu zalim dan tidak dapat dibenarkan. Lagi-lagi, mengeksploitasi dan memanfaatkan lingkungan hidup secara tidak baik, akan memberi dampak buruk bagi pelakunya dan orang lain pun bisa kena imbasnya.

Maka perlu diingat bahwa Islam sejatinya menunjukkan penting dan strategisnya urusan lingkungan hidup. Keseimbangan menjaga lingkungan hidup bahkan menurut Seyyed Hosein Nasr adalah wajib karena bagian dari Ibadah kepada Allah SWT.

Harusnya persoalan sampah yang berkaitan lingkungan hidup jangan ada tawar-menawar lagi dalam diri kita. Apa yang dilakukan Pandawara Group melalui lima anak muda tersebut memang tak dapat jadi tolak ukur sepenuhnya, tapi harus dapat dicontoh seutuhnya.

Persoalan lingkungan hidup tidak sebatas urusan sampah semata, tapi masalah sampah selalu jadi perusak utama lingkungan hidup. Jangan seringkali melandaskan logika: sampah akan diatasi pemerintah, ada pekerja khususnya dan sebagainya. Mereka juga manusia yang diberi akal dan kemampuan sama.

Mulailah dari diri sendiri dengan membuang sampah pada tempatnya atau ya kalau bisa jangan menyampah. Lucu saja jika ada manusia suka buang sampah asal-asalan, tapi berkoar-koar lingkungan hidup mesti dilestarikan. Mulai dari diri sendiri dan senantiasa saling menasehati dalam kebaikan dan dalam kesabaran sehingga lingkungan hidup kita senantiasa terjaga dengan baik hingga ke generasi umat manusia berikutnya. Aamiin Ya Rabb.

(Penulis adalah Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sumatera Utara Medan)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *