
Asaberita.com — “Mus, kita sudah punya partai baru,” demikian kata Aswan Jaya saat kami (anak anak Remaja Masjid Ubudiyah-RMU) biasa kumpul di Warung Pitoeng – sebuah warung di Gang Subur Kampung Banten/Desa Lalang, Deliserdang tempat kami tinggal.
Seingatku, itulah aku mulai dikenalkan dengan Partai diluar 2 Partai dan satu golongan pada masa Orde Baru itu.
Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang ironisnya setelah diperkenalkan oleh Aswan Jaya di Warung Pitoeng itu, beberapa saat kemudian meletus Peristiwa 27 Juli 1996.
Yaaahhh baru kenal, belum tahu apa itu PRD udah dicap PRD partai terlarang dan terindikasi kuminis oleh Rezim Orba. Tapi walau baru kenal, kami, aku dan kawan kawan di RMU berperan serta dan terlibat aktif, (yailaaahhh…pakek bahasa melayu tinggi aku hehehe) dalam proses evakuasi Wignyo pasca prahara Kudatuli. Setop sampe sini dulu. Kita review dulu, kenapa Aswan bilang kita sudah punya partai baru padaku.
Sebelumnya, aku aktif di Remaja Masjid Ubudiyah. Aswan Jaya adik letingku di RMU. Aku Ketua RMU tahun 1989 – 1990, sementara Aswan Jaya setelahnya, kalau tak salah tahun 1991 – 1992, Aswan menjadi Ketua RMU.
Kami akrab, selain karena kawan kecik, juga karena sekampung. Rumahku dan Aswan hanya sepelemparan batu, (kata penyair pujangga baru hehehe).
Seringnya terlibat dalam aktivitas di RMU, mulai dari Pesantren Kilat, Jambore Remaja Masjid, Kemah Kerja Remaja Masjid, Pengajian Jamiatul Ikhwan sampai membentuk forum beberapa remaja masjid dan kelompok diskusi antara remaja masjid dengan mahasiswa dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara dan Universitas Medan Area (UMA).
Interaksi dalam diskusi dan aktivitas kami, mengarah kepada politik dan kondisi nasional. Paling senang kami kalau Aswan mengisi materi Sitnas (Situasi Nasional). Muncul jiwa pemberontak awak di cambuk penjelasan Aswan yang sistematis, pilihan katanya yang terstruktur dan runtut itu.
Nah, dari pergaulanku dan interaksi dengan adek letingku di RMU ini, tahun 1993 aku mulai kenal anak anak IAIN, Faisal Tarigan, Al Ahyu, Jefri, Acun, Yutha, Fadli dan tentunya Ikhyar (Kesper). Ada beberapa kegiatan yang kami lakukan di IAIN, terutama di Fakultas Ushuluddin, seperti latihan teater yang kebetulan aku dan Harpan Jaya (abang Aswan Jaya) sudah menggeluti teater di kampung kami jauh sebelumnya yakni tahun 1986 an.
Harpan Jaya inilah yang melatih teater di Ushuluddin IAIN dan aku lumayan sering ikut ke IAIN.
Menemukan dunia baru, kawan baru dan politik tentunya. Bergaul dan akrab sama anak anak kampus membuatku makin tertarik dengan politik. Tadinya hanya sebatas berorganisasi di kalangan Remaja Masjid.
Tapi setelah kenal anak kampus, mulai lah akrab dengan diskusi, dikpol (pendidikan politik), dll. Berkenalan dengan Turunan Gulo, Mulana di KSMM Gang Ganefo, dimana RMU dan Kedan (Kelompok Diskusi Attar Namah – kumpulan aktivis RM dan Mahasiswa IAIN serta UMA) sering ikut diskusi mereka.
Oh ya. Dari pergaulan dengan anak anak IAIN dan mahasiswa UMA yang seleting dengan Aswan Jaya seperti Sulafmi, Ishar dan Hendra, maka aku yang tadinya KMK pengangguran, tertarik kuliah. UMSU yang ku pilih, di Fakultas Ushuluddin (Dakwah) karena waktu itu aku memiliki serba sedikit soal agama (alumni pengajian aku ni woi)
Dunia kampus makin membuat dahaga dan hausku pada organisasi dan politik makin menjadi. IMM (Ikatan Mahasiawa Muhammadiyah) ku masuki, Senat Fakultas, semua ku ikuti demi mereguk dunia aktivis dan tentunya jadi amunisi untuk melawan Rezim Orba (padahal ganteng ganteng gini, aku alumnus Pelatihan Kader Fungsional / Karsinal Golkar, belum partai waktu itu, 1994).
Berkenalan dengan dunia politik dari kawan kawan IAIN, dan kemudian aku kuliah makin menyeretku, makin dalam menceburkan diri ke dunia aktivis.
Dikpol di Bukit Lawang adalah pendidikan politik pertamaku bersama anak anak Fakultas Hukum UMSU, ada Ikhwaluddin Simatupang, Atikah Rahmi, Juli dan beberapa kawan lain yang seperti biasa tak ku ingat lagi nama namanya siapa aja, faktor usia kawan hahaha.
Dari Dikpol ini, aku ditugaskan ke mahasiswa di kampus ku sendiri, UMSU. Lupa lagi aku yang nugaskan. Tapi seingatku Aswan lah yang memberi tugas. Membentuk kelompok diskusi sampai Dewan Mahasiswa. Berhasil? Lumayan, UMSU jadi salah satu backbone KPW PRD Sumut. (Siapa dulu organizernya? Anak mudanya cuy hehehe)
Banyak kendala mengorganisir di UMSU selain kebanyakan mahasiswanya memang ke Medan untuk belajar bukan main politik. Mayoritas kampus bersikap pasif pada gerakan mahasiswa dan secara politik mendukung pemerintah yang sah kala itu (hehehehe pemerintah yang sah? ini kalimat saat Pak Syarwan Hamid konpers soal PRD dalang kudatuli, kuminis bla bla bla).
Kenapa ini jadi alasan sulit mengorganisir mahasiswa di kampus waktu itu. NKK / BKK udah jadi darah daging waktu itu. Makanya kalau dipancing ke arah politik, banyak yang lebih milih gosip di kantin hehehe.
Aku pernah coba menggiring agar kampus Gedung Arca minimal berani bicara suksesi kepemimpinan nasional. Janganlah dulu bicara dwi fungsi, paket uu politik atau referendum rakyat maubere (dikira mahasiswa pulak maubere jenis buah buahan hehehe)
Walau tanpa koordinasi, aku mengangkat isu Amin Rais For Presiden di Kampus Gedung Arca. Melalui diskusi di fakultas, di kantin, di selasar kelas, mahasiswa duduk di musholla pun kuajak diskusi dan bergerak untuk kampanye Amin Rais For Presiden.
Hematku, latar belakang Amin Rais yang mantan Ketum PP Muhammadiyah dan tokoh IMM, dapat membongkar kesadaran dan menggerakkan nyali mahasiswa di Kampus Gedung Arca untuk mulai bicara, bergerak secara politis dan target minimal adalah agar mahasiswa berani bicara suksesi Presiden Soeharto.
Kalau tahap diskusi ini berhasil, baru masuk ke perjuangan PRD sikik sikik hehehe. Hasilnya? Jangankan bicara ke arah perjuangan dan cita cita PRD. Mendukung Amin Rais yang warga persyarikatan dan mantan Ketua Umum Muhammadiyah pun mahasiswa tak tertarik setetes, setitik, atau sebijikpun. Alahhhhmak.
Tapi Alhamdulillah, dari 3 Fakultas di Kampus Gedung Arca dan setidaknya 1000an mahasiswa dari paling tidak 6 jurusan. Hanya 3 berandal Fakultas Ushuluddin/Dakwah yang mau ku ajak diskusi. Mereka adalah Aspian Hadi, Misran dan Zul Fadli hahahaha.
Tapi jangan pesimis dulu kawan. Nantinya 3 orang berandal inilah yang bersamaku, bahu membahu, provokasi, agitasi dan ber propaganda dan ujungnya menggerakkan Kampus I UMSU Gedung Arca jadi pasien tetap demo demo di tahun 98.
Mulai dari demo di FH USU sampe bentrok bentrok dengan PHH, Bentrok di Kampus Nommensen, Bentrok di Gedung Arca ITM dan UMSU, 3 berandal ini haram absen, pantang tak hadir dan merasa berdosa jika tak datang aksi hahahaha.
Kembali ke rencanaku mengajak mahasiswa Kampus UMSU Gedung Arca untuk melek politik. Heboh. Ya, hanya heboh yang ku dapat. Kampus Gedung Arca heboh, karena ada 4 berandal yang halu dan mimpi siang bolong mau melengserkan Presiden Soeharto dan mendukung Amin Rais jadi Presiden.
Endingnya, tak seperti di filem filem cuy. Kami dipanggil Dekan III FAI UMSU gegara kehaluan tingkat dewa kami itu.
Biasalah akhirnya, kita berdebat, keluar urat leher, berbuih dan berbusa busa mulut. Perdebatan sengit dan merambah kemana mana. Rambut ku dan Aspian yang gondrong juga ikut kenak serang hahahaha.
Namanya aku mahasiswa dan udah di dikpol PRD pulak. Mana mau kalah aku ah.
Sampai terakhir dibilang sesat aku cuy. Gegaranya, saat argumen Dekan III yang menyatakan bagaimanapun kita harus tetap mendukung Presiden Soeharto sesuai konstitusi dan yang terpenting Presiden Soeharto adalah Presiden yang seiman dan muslim.
Naiklah darah preman gang suburku yang udah kenak dikpol PRD. Gak tau Pak Dekan III ini, Amin Rais For Presiden adalah isu unggulanku untuk merekrut anak UMSU, rencanaku bisa gatot (gagal total) jika diskusipun tak ada peminat, kek mana pulak mau merekrut ke PRD.
Dan yang lebih menyedihkan, apakah tak tau Pak Dekan III bahwa rakyat udah muak dengan rezim, mayoritas rakyat udah menunggu penggerak, kaum yang maju, kaum yang tercerahkan pada pelengseran Presiden Soeharto, salah baca buku jugak Pak Dekan III ini hehehehe
Tau argumenku apa? Ku bilang sama Dekan III itu, lebih baik dipimpin orang kafir tapi memimpin dengan cara Islami dari pada dipimpin oleh muslim se iman tapi dengan sistem kafir.
“Apa dalil pernyataan kau itu,” sergah Dekan III.
Gadak pakek dalil ini Pak. Logika itulah dalil saya.
“Sesat anda,” ketusnya
Hahahaha…
Masuk di tahun 98 awal, apa yang ku rintis tentunya atas support dari Aswan dan kawan kawan PRD mulai ada kemajuan. UMSU bisa familiar dengan PRD. Dari hanya 3 berandal FAI UMSU merambah ke Kampus III Muchtar Basri dan ke Kampus UMSU II Demak.
Kader PRD di UMSU memang sedikit. Tapi mereka mereka adalah pakar pakar kampus, gembong dan preman preman Fakultas di lingkungan UMSU hahaha.
Siapa yang tak kenal MH. Wahyu di UMSU, Affandi Jimbo di Fatek UMSU, Khaidir Harahap di FH, dan si Gondrong Aspian Hadi di Gedung Arca, Fauzi, Aulia Hardi, Rafdinal, Ikwaluddin Simatupang dan Panel Barus (Megawati Harga Mati-kala itu hahahaha)
Mereka inilah lokomotif, yang ngegaspol Kampus UMSU 100 km/menit ke kancah demonstrasi 98.
Membawa kampus UMSU yang notabene pendukung status quo jadi kampus pengkoreksi Orba, menjadikan kampus UMSU salah satu kampus paling berani dan kritis di gerakan 98.
Usai 98, sekitar bulan Juli aku ditugaskan Aswan untuk pendidikan buruh di Jakarta. Dan organiser mahasiswa dilanjutkan oleh MH Wahyu, ditangan MH. Wahyu and his gank, berkembanglah PRD di UMSU sampai jadi salah satu basis PRD dan LMND di Sumut dengan beberapa tokohnya seperti Defri Noval Pasaribu, Ican Tebe, Ridho, Sugi dll.
Segini aja dulu. Haru biru Pra Gerakan 98 dan Pasca 98, sampai SI serta aksi aksi bersama buruh, tani, supir angkot sampai Pemilu 99 dimana PRD ikut jadi kontestan, masih coba ku suruh kumpul di ingatanku. Banyak yang ku lupa. Tahun, bulan apalagi tanggal dan harinya. Kalau nanti dah mau ngumpul mereka, ku coba tulis lagi. Terima kasih. (Mustarum)