Oleh : Meilinia Silvia
Media merupakan salah satu perantara yang berfungsi untuk menyalurkan informasi dari suatu sumber kepada penerima pesan. Media sosial merupakan salah satu media yang mudah dijangkau masyarakat.
Hampir semua masyarakat mendapatkan informasi, melaporkan informasi dan menyebarkan informasi melalui media sosial. Corona Virus Disease (Covid-19), merupakan penyakit menular yang disebabkan SARS-COV-2 salah satu jenis Corona Virus. Salah satu gejala penyakit Covid-19 adalah pernafasan akut yang penyebarannya berbeda dari keluarga corona virus sebelumnya. Melalui percikan batuk/bersin, bahkan kontak fisik dapat menjadi indikasi terjangkit virus ini.
Guna mengetahui terjangkitnya, dibutuhkan waktu mulai 1-14 hari setelah melakukan rapid test. Virus ini berasal dari china yang menyebar ke negara-negara lainya termasuk indonesia bahkan seluruh dunia. Pemberitaan dan informasi terkait Covid-19 yang beredar luas di media massa serta media sosial kali ini berkembang dengan sangat pesat. Setiap harinya puluhan berita mengenai Covid-19 membuat masyarakat jenuh. Meskipun demikian, masyarakat tetap memantau berita untuk memastikan sejauh mana situasi dan perkembangan pandemi ini.
Melihat maraknya berita yang muncul di media massa maupun media sosial saat ini lebih cepat daripada penyebaran covid-19 tersebut. Berita yang berlebihan membuat masyarakat semakin panik. Bahkan, akan berdampak buruk terhadap psikologi masyarakatnya. Rasa jenuh, takut, panik berlebihan menjadi satu, tentunya hal tersebut dapat menyebabkan kegaduhan dalam suatu pikiran yang berimbas pada kesehatan dan sistem imunitas seseorang yang menurun dan mudah terserang penyakit.
Setiap kejadian yang terjadi didalam negeri maupun luar negeri dapat diakses melalui media. Begitupun dengan maraknya pemberitaan mengenai Corona Virus Disease (COVID-19) yang setiap harinya selalu terpublish di media massa maupun media sosial. Pemberitaan Media Sosial maupun Media Massa lebih cepat membuat informasi ketimbang penyebaran COVID-19 itu sendiri, sehingga kita tidak bisa membendung informasi yang muncul di media dan dampak buruknya akan muncul berita atau informasi yang belum pasti atau tidak valid bahkan informasi hoax juga ikut menyebar.
Seharusnya media wajib menentang berita-berita hoax yang telah menyebar di masyarakat, hal ini bertujuan agar informasi seputar virus corona ini tidak tercemari dengan hoax yang diproduksi oleh masyarakat atau bahkan oleh media itu sendiri. Dan masyarakat harus lebih selektif dalam memilih pemberitaan di media agar tidak termakan berita hoax tentang virus corona.
Bertebarannya berita hoax yang akhir-akhir ini semakin populer dengan memanfaatkan wabah Corona Virus yang juga semakin meningkat. Terhitung pada 1 April 2020 jumlah berita hoax mencapai 405 kasus, dan angka ini akan terus melonjak jika tidak adanya kesadaran masyarakat. Masyarakat harus paham jika hoax mampu membunuh. Berita Hoax dapat memberikan dampak seperti memicu kepanikan public, dan dapat membunuh karakter seseorang.
Dalam sebuah studi, para psikolog sepakat bahwa berita hoax dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan mental, seperti post-traumatic stress syndrome (PTSD), menimbulkan kecemasan, sampai kekerasan. Tidak hanya itu, psikolog percaya orang yang terpapar berita hoax juga bisa membutuhkan terapi, karena diselimuti kecemasan, stres, dan merasa kesepian karena berita palsu.
Psikolog meyakini, berita hoax dihadirkan untuk memanipulasi banyak orang. Sebab, berita palsu bisa memanfaatkan kelompok orang yang takut, dan mengambil keuntungan ketakutan itu. Jangan menyepelekan dampak buruk berita hoax pada kesehatan mental. Sebab, efeknya bisa berlangsung dalam jangka panjang. Misalnya, mengganggu situasi emosional dan suasana hati yang berkepanjangan, sampai “menghantui” pikiran untuk waktu yang lama.
Jika menemukan informasi atau berita hoax, pengguna internet dapat melaporkan hoax tersebut melalui sarana yang tersedia di masing-masing media. Untuk media sosial dapat menggunakan fitur report status dan kategorikan informasi hoax sebagai hatespeech atau kategori lain yang sesuai. Jika ada banyak aduan dari netizen biasanya pihak media sosialnya akan menghapus status tersebut.
Sosialisasi terus digencarkan pemerintah untuk meminimalisir penyebaran konten hoax. Masyarakat juga telah diinformasikan terkait hukuman bagi mereka yang berujar kebencian/SARA melalui UU ITE. Hashtag #BijakHadapiHoax ramai di Twitter dan pengguna bisa melaporkan apabila menemukan konten di media sosial yang berisi berita bohon atau hoax, ujaran kebencian atau SARA serta radikalisme atau terorisme.
Pengguna bisa melakukan screen capture disertai url link, kemudian mengirimkan data ke aduankonten@mail.kominfo.go.id. Kiriman aduan segera diproses setelah melalui verifikasi. Kerahasiaan pelapor dijamin dan aduan konten dapat dilihat di laman web trustpositif.kominfo.go.id.
Jika dokter dan para tenaga medis berada di garda terdepan dalam menangani pasien Covid-19, maka sebaiknya media juga bisa memberikan informasi yang edukatif seputar pemberitaan covid-19. Kehati-hatian menerima dan memberikan informasi sangat diperlukan untuk menjaga kehidupan sesama, inilah wujud solidaritas. Ketika semua mampu saling bersinergi bersama dan terlibat aktif dalam melawan virus, yuk rawat optimisme dengan musnahkan hoax covid-19 yang menghambat penyelesaian pandemi covid-19.** msj
** Penulis adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial UINSU dan peserta KKN-DR Kelompok 119 Tahun 2020 **