Scroll untuk baca artikel
#
Hukum

Komisi IX DPR RI: Pemerintah tak Siap Karantina Wilayah, PSBB Jalan Tengah

×

Komisi IX DPR RI: Pemerintah tak Siap Karantina Wilayah, PSBB Jalan Tengah

Sebarkan artikel ini
PSBB
Saleh Partaonan Daulay (Foto: dok. pribadi)
PSBB
Saleh Partaonan Daulay (Foto: dok. pribadi)

Asaberita.com – Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat dengan melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay menilai keputusan itu merupakan jalan tengah.

“Saya melihat, keputusan Presiden mengambil opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah jalan tengah,” kata Saleh kepada wartawan, Rabu (1/4/2020).

Saleh menilai keputusan melakukan PSBB merupakan jalan tengah dari karantina wilayah dan penetapan darurat sipil. Sebab, menurutnya, pemerintah masih belum siap menerapkan dua hal tersebut.

“Pemerintah kelihatannya tidak siap jika harus mengambil karantina wilayah. Begitu juga, pemerintah masih mencadangkan kebijakan untuk melakukan darurat sipil. PSBB ini diharapkan dapat menjembatani kedua opsi tersebut,” katanya.

Politikus PAN itu mengatakan, pada prinsipnya PSBB tak jauh beda dengan physical distancing. Kebijakan itu untuk mengurangi interaksi antar masyarakat.

“Sebagaimana diketahui bahwa dalam pasal 59 ayat 3 UU No. 6/2018 tentang kekarantinaan kesehatan disebutkan bahwa pembatasan sosial berskala besar paling sedikit meliputi; peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Ini dimaksudkan agar interaksi dan kontak antar anggota masyarakat bisa dihindari. Dengan begitu, penyebaran virus corona ini bisa dihindari,” tutur Saleh.

BACA JUGA :  PKB Kota Medan Laporkan Lukman Edy ke Polrestabes Medan Atas Dugaan Fitnah dan Pencemaran Nama Baik

“Sebetulnya, phsyical distancing itu juga arahnya seperti itu. Semua orang diharapkan dapat menjaga jarak. Makanya, kegiatan-kegiatan keramaian harus ditiadakan,” sambung dia.

Saleh berharap dalam PP PSBB diatur lebih jelas soal sanksi yang diberikan jika masyarakat melanggar. Sehingga, kebijakan tersebut tak hanya sekadar imbauan semata.

“Di dalam PSBB ini, kita berharap akan ada aturan yang lebih tegas. Jika diperlukan, yang melanggar harus diberi sanksi tegas. Sanksi itu bisa dalam bentuk denda ataupun kurungan. Saya belum membaca PP dan kepresnya. Semoga saja, di dalam PP dan kepres itu ada aturan yang lebih detail. Termasuk ancaman sanksi dan hukuman bagi pelanggarnya,” katanya.

“Justru, aturan sanksi dan hukuman ini menjadi suatu hal yang membedakan PSBB dengan sekedar imbauan pshysical distancing. Penegakan hukum oleh aparat kepolisian dan keamanan bisa dilakukan jika payung hukumnya jelas,” imbuh Saleh.

BACA JUGA :  Teologi Vaksinasi: Merespon Program Vaksinasi C-19

Namun, Saleh mengingatkan dampak PSBB bagi pekerja menengah ke bawah. Menurutnya, PSBB akan sulit ditegakkan jika pemerintah tak bisa memberikan solusi untuk mereka.

“Kalau tidak ada solusi bagi kelas pekerja menengah ke bawah, tentu akan sulit juga ditegakkan aturan PSBB. Karena itu, harus ada keseimbangan antara kewajiban dan hak warga negara. Itu adalah prinsip dasar dalam menegakkan keadilan,” pungkasnya. (dtc/asa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *