Penipuan Berkedok Online di Era Covid-19

Elma Raisa Hasibuan. (foto/msj)
Elma Raisa Hasibuan. (foto/msj)

Oleh : Elma Raisa Hasibuan

 

Bacaan Lainnya

Ragam penipun muncul di tengah-tengah masyarakat kita. Salah satunya adalah penipuan digital di Era Covid-19. Kita sering menjumpai kasus penipuan bukan hanya di berita, bahkan di lingkungan kita ada yang mengalami. Nah, bagaimana cara mengatasinya? Mari kita bahas sehingga pembaca tau solusi yang harus dilakukan.

Wabah pandemi Covid-19 yang melanda dunia telah banyak merubah dan mempengaruhi gaya kehidupan manusia, bukan hanya menimbulkan isu kesehatan di tingkat global, namun juga menyebabkan terhentinya sebagian besar aktivitas, baik sosial maupun ekonomi. Terbatasnya aktivitas seperti pandemi saat ini perlahan mengubah kebiasaan kita untuk melakukan aktivitas dari rumah.

Virus Covid-19 sendiri merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Coronavirus di mana proses penyebarannya sangat cepat ke manusia denagn cara melalui cairan yang dihasilkan sesorang seperti batu, bersin, dan semua benda yang dipegang oleh seseorang yang terpapar virus corona. Virus ini adalah virus yang pertama kali di Wuhan, China pada akhir bulan 2019 lalu dan masih berlangsung sampai saat ini.

Belanja online ialah salah satu hal yang bisa dilakukan karena himbuan pemerintah untuk tetap berada di rumah saja, upaya pemerintah mengajak konsumen Indonesia memanfaatkan fasilitas belanja daring/online diyakini bisa memutus rantai penyebaran Covid-19 dan menghindari penumpukan masa di pasar. Hal ini membuat membuat masyarakat beralih belanja online. Pemerintah juga akan melakukan penguatan pengawasan belanja daring ini. Masyarakat Indonesia sebagai konsumen memiliki hak dan kewajiban yang diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Kemudian apasih jual beli online itu? Jual beli online adalah persetujuan saling mengikat melalui internet antara penjual sebagai pihak penjual barang dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang dijual. Tidak ada kontak secara langsung antara penjual dan pembeli. Jual beli dilakukan online melalui jaringan yang terkoneksi dengan menggunakan media elektronik seperti handphone, computer,  tablet, dll.

BACA JUGA :  Menggagas Politik Produktif

Terkait belanja online menurut syariat menjadi benar dan sah selagi tidak terdapat unsur riba, zalim, mononopoli dan penipuan dengan ketentuan memperhatikan dengan jelas dan halalnya barang yang akan dibeli, barang yang dibeli memang dibutuhkan, adanya khiyar pembeli untuk membatalkan atau melanjutkan jika barang tidak sesuai dengan pesanan,  kejujuran dan kejelasan pada saat memberikan data.

Meskipun sudah diberlakukan new normal, tetapi masih banyak masyarakat yang memilih untuk tetap belanja online yang mana belanja daring juga memberikan keuntungan dalam waktu, tenaga, dan bisa lebih leluasa memilih atau mencari barang apa yang ingin dibeli sesuai kebutuhan bahkan banyak toko online yang memberikan diskon yang membuat  kosumen sangat betah untuk tetap melakukan belanja daring. Belanja online juga terkesan lebih mudah karena cukup menggunakan gadget untuk memilih barang, bayar via transfer, lalu pesanan akan sampai dirumah.

Faktor ekonomi yang juga merosot dan ada juga pegawai yang kena PHK pada saat pandemi saat ini banyak masyarakat beralih menjadi penjual online dan membuka toko online. Tapi tahukah kamu, berbelanja online juga harus berhati-hati agar tidak menjadi korban penipuan. Kita sebagai konsumen juga harus cerdas dalam berbelanja online, jangan mudah  terpancing dengan tampilan gambar dan sistem harga yang lebih murah yang ditawarkan oleh Olshop tersebut.

Pastikan belanja di Toko Olshop yang terpercaya dengan melihat testimonya dan rating dari toko Olshop tersebut. Karena masih saja ada oknum yang tidak bertanggungjawab mencoba menipu pembeli dan memanfaatkan situasi saat pandemic Covid-19 ini Nah namun jika sudah menjadi  korban penipuan online apa yang harus kita lakukan?

Pertama, saran saya rilex dulu dan mencoba untuk tidak panik. Kemudian langkah tercepat yaitu dengan memblokir rekening yang dimiliki online shop tersebut dengan langsung dilakukan melalui call center bank dimana pelaku membuka rekeninngnya. Setelah itu ceritakan semuanya, setiap bank punya prosedur masing-masing dalam mengatasi pengaduan penipuan online, nanti pegawai bank akan memberikan syarat dan ketentuan untuk memblokir renkening si pelaku.

BACA JUGA :  Transfer Knowledge Guru di Era Covid-19

Kedua, jangan takut untuk melaporkan kasus penipuan online yang terjadi pada kita. Banyak kasus pembeli yang sudah mentransfer uang tetapi barang tidak kunjung tiba, bahkan si penjual memblokir kontak si pembeli. Jika kita memilih untuk diam maka secara tidak langsung kita membiarkan pelaku untuk terus mencari korban baru. Selama kita melakukan pelaporan sesuai prosedur tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Tindakan penjual yang tidak mengirim barang yang sudah dibayar lunas oleh pembeli dalam transaksi jual beli online dapat dikategorikan sebagai dugaan tindak pidana penipuan. Pasal 378 disebutkan diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Didalam UU ITE pelanggaran Pasal 28 Ayat (1) diancam pidana pasal 45A ayat (1) dipidana dengan denda penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1 Miliar.

Dalam perspektif hukum pidana Islam (Jinayah) Pemberlakuan UU ITE dapat dikatakan sebagai ketentuan aturan hukum yang menjerat pelaku kejahatan tindak pidana online karena di dalam undang-undang tersebut telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam aturan Jinayah. Penerapan sanksi pelaku tindak pidana tersebut ialah ta’zir dimana hukuman tersebut diserahkan kepada Ulil Amri dengan tujuan memberikan rasa jera. Hukuman tersebut bisa berupa hukuman cambuk, penjara, ataupun pengasingan.

Tren belanja online sudah menjadi bagian gaya hidup. Alangkah baiknya kita semua untuk tetap waspada dan berhati-hati karena kejahatan bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Lakukan seperti disebutkan di atas jika kamu menjadi korban.** msj

 

** Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Jurusan Jinayah Fakultas Hukum dan Syari’ah UINSU Medan, Peserta KKN-DR 2020 Kelompok 119 **

 

 

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *