Scroll untuk baca artikel
#
Sumatera Utara

Shalat Tarawih Dirumah, Antara SE Menteri Agama RI dan Fatwa MUI

×

Shalat Tarawih Dirumah, Antara SE Menteri Agama RI dan Fatwa MUI

Sebarkan artikel ini
Surat Edaran
Tuan Guru Batak (TGB) Syekh Dr Ahmad Sabban elRahmaniy Rajagukguk MA saat menerima kunjungan anggota DPR RI Fraksi Golkar Ahmad Dolly Kurnia Tanjung di Pondok Parsulukan Serambi Babussalam Simalungun, beberapa waktu lalu (Foto: Doc. pribadi TGB)
Surat Edaran
Tuan Guru Batak (TGB) Syekh Dr Ahmad Sabban elRahmaniy Rajagukguk MA saat menerima kunjungan Dolly Kurnia Tanjung (saat ini anggota DPR RI Fraksi Golkar) di Pondok Parsulukan Serambi Babussalam Simalungun, beberapa waktu lalu (Foto: Doc. pribadi TGB)

Asaberita.com – Medan – Menteri Agama RI Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 6 Tahun 2020 terkait Panduan Ibadah Ramadhan dan Idulfitri 1 Syawal 1441H di tengah Pandemi Wabah Covid-19.

Edaran yang ditujukan bagi Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kankemenag Kab/Kota, dan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) seluruh Indonesia tersebut ditandatangani Menteri Agama (Menag) RI Fachrul Razi pada 6 April 2020 lalu.

Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan panduan beribadah kepada umat Islam ditengah upaya mencegah, mengurangi penyebaran, dan melindungi pegawai serta masyarakat muslim di Indonesia dari risiko Covid-19.

Di antara poin SE tersebut, Menteri Agama meminta agar salat Tarawih dilakukan secara individual atau berjamaah bersama keluarga inti di rumah. Menteri juga meminta buka puasa bersama baik dilaksanakan di lembaga pemerintahan, lembaga swasta, masjid maupun musalla ditiadakan.

Sementera, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengeluarkan fatwa dan taushiyah atau rekomendasi terkait ibadah Ramadhan dalam suasana pandemi virus corona.

Fatwa itu dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat. Surat ditandatangani oleh Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Sa’adi dan Sekjen MUI Anwar Abbas, pada Rabu (15/4/2020).

Diantara taushiyah MUI, mengajak umat Islam untuk tetap mematuhi protokol kesehatan sehingga bisa memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Apabila di suatu kawasan oleh instansi yang berwenang ditetapkan sebagai daerah yang rawan penyebaran COVID-19, maka umat Islam agar tidak melaksanakan ibadah yang melibatkan berkumpulnya orang banyak, seperti sholat Jumat, jamaah sholat Rawatib (shalat lima waktu), Tarawih dan Id di masjid atau tempat umum lainnya serta pengajian umum atau tabligh akbar.

Ibadah-ibadah tersebut dapat dilaksanakan di kediaman masing-masing dengan tanpa mengurangi kekhusyu’an dan keikhlasan. Terkait pengajian umum atau tabligh akbar bisa dilakukan secara online.

Begitu juga dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut dan Kota Medan, mengeluarkan tuntunan ibadah di tengah pandemi Corona. Ada sejumlah hal yang diatur dalam tuntutan tersebut.

BACA JUGA :  Baca Yasin 41, Mahasiswa Berharap Hati Menteri Agama Tergerak Periksa Dugaan Plagiasi Rektor UINSU

Khusus untuk MUI Kota Medan, terdapat 10 poin dalam tuntutan yang diteken oleh Ketua MUI Medan Mohd Hatta dan Sekretaris MUI Medan Syukri Albani Nasution.

MUI Medan kemudian memberi tuntunan soal ibadah berdasarkan zona potensi penularan COVID-19 yang ditetapkan Pemko Medan. Terdapat tiga zona di Medan, yakni zona hijau, kuning, dan merah.

Menyangkut ada kesan polemik yang membingungkan umat Islam ditengah pademi ini. Asaberita.com mencoba meminta tanggapan Tuan Guru Batak (TGB) Syekh Dr Ahmad Sabban elRahmaniy Rajagukguk MA. Seorang ulama, tokoh agama, dosen Pascasarja UIN SU dan pemimpin spiritual (mursyid) yang sudah populer di Sumut.

Menurut TGB, sebagai warga negara yang baik mari ikuti anjuran Pemerintah, fatwa Ulama dan mari menghindari segala kemungkinan yang bisa mendatangkan kemudharatan.

Dijelaskan TGB, sejatinya, himbauan sholat di rumah itu untuk menghindari terjadinya penyebaran dan mencegah agar kita tidak terjangkit virus corona. Bukan setelah zona merah. Sebab, kepastian wabah masuk negeri ini sudah tidak diragukan lagi.

Kementerian agama melalui surat ederannya menegaskan panduan sholat tarawih bahkan idul fitri ditengah wabah pandemi ini, merupakan bentuk penyelamatan anak bangsa. Fatwa MUI juga Harus dipahami selaras dengan itu. Namun perlu pemahaman yang tegas dimasyarakat agar tidak ada kesan pembiaran polemik.

Satu hal yang perlu kita cermati lagi. Misal, “Interaksi zona merah dengan zona hijau sendiri tidak bisa kita batasi. Dan media penyebaran virus ini adalah manusia. Jadi penentuan zonasi tidak berpengaruh jika orang-orang dikawasan zonasi itu juga masih bisa berinteraksi dengan penduduk kawasan zona hijau. Ini harus penting dianalisis,” kata TGB kepada Asaberita.com, Sabtu (18/4/2020) di Medan.

Wabah ini tidak boleh ringan, inu sangat berbahaya dan telah banyak mematikan. Meskipun kita bergembira banyak yang dinyatakan sembuh. Ini bencana global. Menurutnya, dibutuhkan ketegasan penguasa dan ulama untuk tidak memberikan ruang perdebatan dan polemik di-tengah masyarakat.

BACA JUGA :  TGB Ajak Masyarakat Sumut Menahan Diri tidak Mudik pada Lebaran 1441 H

“Sejak dari dulu, kita sudah di-ajari guru ngaji, ‘menghindarkan kerusakan (bahaya) kerugian, diutamakan dari mendahulukan kebaikan (dar’ul mafâsid muqoddam ‘alâ jalbil masholih)”, ujar TGB.

Prinsip ‘adh-dhororu yuzâlu’ (bahaya haruslah dihilangkan) harus di-utamakan. Kita harus tegas untuk mengantisipasi segala potensi “al-Mafâsid”. Berbagai hal yang menimbulkan bahaya, dan bahaya itu sendiri, atau “dharar” atau “dhirar”. Sesuatu yang menimbulkan kesulitan, kesempitan, atau berdampak buruk pada diri seseorang; atau berdampak pada masyarakat luas atau orang lain.

Hal ini, sejalan dengan hadits Nabi Muhammad yang menyebutkan: “Lâ dhororo walâ dhirôro” (jangan membahayakan diri dan orang lain). Artinya menjadi jelas, Islam melarang untuk melakukan tindakan yang membahayakan dirinya atau orang lain.

Di Saudi saja, ujar TGB, di Masjidil Haram dan Nabawi shalat Tarawih ditiadakan, artinya sholat itu dilaksanakan di rumah. Begitu juga diberbagai negara muslim lainnya.

TGB menegaskan, ratusan ribu ditetapkan ODP, puluhan ribu PDP, ribuan sudah positif dan ratusan sudah meninggal. Lantas, zona merah seperti apa lagi (?) Toh, seluruh wilayah Indonesia sudah terwabah, sebagian daerah sudah PSBB, ada yang lockdown, darurat dan siaga.

“Semua pada libur, diam, sunyi dan membatasi diri. Maka sholat sementara di-rumah harus ditegaskan, sembari berdoa agar wabah ini cepat berlalu, agar kita kembali memakmurkan masjid,” tandas TGB. (asa/has)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *