Asaberita.com, Medan – Tiga orang saksi dari Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (P2HP) masing-masing Irwansyah (ketua), Dedi Junaidi (sekretaris) dan Muhammad Dahrin (anggota), membantah telah ditekan oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) ataupun KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) untuk menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Progres Pekerjaan untuk pencairan pembayaran pengerjaan gedung kuliah terpadu UINSU ke kontraktor.
Saksi Irwansyah menyatakan, ia mendatangani berita acara untuk pencairan pembayaran pada kontraktor PT Multikarya Bisnis Perkasa pada akhir Desember 2018, meski bangunan belum selesai, karena pihak Manajemen Konstruksi (MK) dari PT Kanta Karya Utama selaku konsultan telah menandatangani dan ada uang jaminan dari kontraktor untuk penyelesaian pengerjaan bangunan.
Hal itu disampaikan saksi pada persidangan kasus korupsi gedung mangkrak UINSU dengan terdakwa mantan Rektor UINSU Prof Saidurrahman, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Syahruddin dan Dirut PT Multikarya Bisnis Perkasa, Joni Siswoyo, Senin (6/9), yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Medan.
“Pada Desember 2018, saya lupa tanggalnya, Manajemen Konstruksi (MK) selaku konsultan menyampaikan progres pengerjaan sudah 91% lebih dan ada uang jaminan untuk penyelesaian proyek sehingga pembayaran bisa dilakukan. MK sudah tandatangan, sehingga saya juga tandatangan pak Hakim, sebab saya bukan orang teknis dan mengikuti konsultan,” ujar Irwansyah.
Baik saksi Irwansyah, Dedi Junaidi dan Muhammad Dahrin mengatakan, tidak ada interpensi PPK apalagi KPA/Rektor UINSU Prof Saidurrahman dalam proyek pembangunan gedung kuliah terpadu yang mangkrak itu, sehingga menyebabkan mereka berdua menjadi terdakwa.
“Tapi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), saudara saksi, saudara menyampaikan keberatan untuk tandatangan progres pekerjaan, tapi karena dipaksa PPK untuk tandatangan karena diminta KPA sebab KPA telah setuju melakukan pembayaran ke kontraktor, saudara kemudian tandatangan. Kalau saudara tidak tandatangan, pembayaran kan tidak jadi dibayarkan hingga 100%,” ujar JPU kepada saksi.
“Tidak ada dipaksa pak,” ujar saksi. Lalu kembali dicecer JPU, “Ini kan BAP saudara, apakah saudara ada dipaksa saat diperiksa penyidik dan apakah saudara membaca BAP setelah disidik. Inikan tandatangan saudara,” kata JPU lagi sembari menunjukkan BAP pada persidangan.
Pertanyaan yang sama juga diajukan jaksa pada saksi Dedi Junaidi dan M Dahrin, karena keduanya juga mengaku tidak ada tekanan dari PPK dan KPA.
Atas cecaran jaksa itu ketiga saksi sempat terlihat kebingungan, dan saksi M Dahrin menyatakan bahwa BAP nya tidak seperti yang dibacakan jaksa. Hal yang sama juga disampaikan Irwansyah. Sehingga, saat JPU kembali mencecar ketiga saksi, penasehat hukum Syahruddin mengajukan keberatan karena menilai pertanyaan jaksa terkesan menekan saksi, sedangkan saksi yang berada dibawah sumpah sudah memberikan keterangan di persidangan.
Untuk menengahinya, majelis hakim kemudian mengambil alih pertanyaan kepada ketiga saksi apakah benar kesaksian mereka seperti dalam BAP yang dibacakan jaksa bahwa PPK dan KPA menekan mereka untuk tandatangan progres pekerjaan untuk pembayaran pada kontraktor, ketiga saksi tetap menjawab tidak dan tetap bertahan pada keterangan yang diberikan dipersidangan.
Atas keterangan saksi yang berbeda dengan BAP dan saran dari penasehat hukum Prof Saidurrahman dan Syahruddin, majelis hakim pun memutuskan untuk memanggil penyidik dari kepolisian ke persidangan untuk di konfrontir dengan keterangan saksi, dan ketiga saksi kembali diminta hadir pada sidang lanjutan Senin (13/9) depan. (has)