Prof Yudian: Indonesia Sangat Plural, Pancasila Benar-benar Rahmat Allah

Prof Yudian
Ketua BPIP Prof. Yudian Wahyudi bersama Sekretaris GDKK Muhammad Ikhyar Velayati Harahap
Prof Yudian
Ketua BPIP Prof. Yudian Wahyudi bersama Sekretaris GDKK Muhammad Ikhyar Velayati Harahap

Asaberita.com, Medan – Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Profesor Drs KH Yudian Wahyudi MA Ph.D menyatakan bahwa masyarakat Indonesia sangat plural, sehingga lahirnya Pancasila yang disusun oleh para tokoh bangsa, benar-benar merupakan rahmat Allah bagi Indonesia. Pluralitas adalah hukum Tuhan yang mengatur kehidupan, menghargai pluralitas berarti mengakui hukum Tuhan (sunnatullah).

Hal itu disampaikan Prof Yudian Wahyudi, ketika di dapuk sebagai pembicara secara virtual pada kegiatan Ngaji Kerukunan antar Umat Beragama serta Refleksi Akhir Tahun 2020, yang diadakan Gerakan Kerukunan dan Kebangsaan (GDKK), di Cafe’ Resep Nenek Moyangku 1819, Jalan Hasanuddin No.10 Petisah Hulu, Medan, Kamis (31/12).

Bacaan Lainnya

Dalam kegiatan yang diikuti sejumlah tokoh lintas agama, tokoh masyarakat, akademisi dan para aktifis sosial ini, Prof Yudian menyatakan, deklarasi Kemerdekaan Indonesia melalui pembacaan Proklamasi oleh Bung Karno dan Bung Hatta, serta lahirnya Pancasila, merupakan peristiwa yang unik dalam catatan sejarah.

Menurutnya, pembacaan Proklamasi dan penyusunan naskah Pancasila, terjadi tanpa ada pertumpahan darah dan pengerahan tekhnologi militer. “Ini satu catatan sejarah, deklarasi kemerdekaan tanpa berdarah,” kata Yudian.

Lebih lanjut disebutkan Yudian, setelah dilakukannya Proklamasi Kemerdekaan, maka terbentuklah negara kesatuan Indonesia yang mempersatukan 43 negara yang dulunya merupakan kerajaan-kerajaan.

“Dengan pembacaan Proklamasi yang tidak sampai 5 menit, seluruh wilayah nusantara bersatu. Negara-negara kerajaan semuanya melebur ke NKRI. Karenanya dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, pada alenia ke 4 disebutkan ‘Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa’ Indonesia bisa merdeka dan bersatu dari aneka ragam suku bangsa, bahasa dan agama,” papar Yudian.

BACA JUGA :  Relevansi dan Aktualisasi Nilai Islam Kebangsaan Megawati Soekarno Putri

Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa ini juga, lanjut Yudian, memberi makna kerukunan dan toleransi antara sesama umat dan antar umat beragama di Indonesia harus tetap dijaga untuk keutuhan NKRI.

“Kelebihan kita ada kata Bhineka Tunggal Ika. Kebhinekaan kita sangat berlapis, sangat majemuk. Karena Indonesia memang sangat plural, sehingga Pancasila sebagai ideologi dan perekat bangsa ini adalah benar-benar rahmat Tuhan yang harus tetap dijaga dan pelihara,” imbuh Yudian.

Persatuan Indonesia itu, lanjut Yudian, diawali dengan Sumpah Pemuda sebagai gerakan kebangsaan dan kemerdekaan, serta menjadi gerakan nasional.

“Jadi jika sebelumnya perjuangan-perjuangan melawan penjajah banyak dilakukan oleh raja-raja dan pejuang Islam, sehingga sering disebut sebagai perjuangan keagamaan, tapi setelah Sumpah Pemuda, perjuangan yang dilakukan adalah perjuangan nasional dan juga telah diikuti tokoh-tokoh dari agama lainnya,” jelas Yudian.

Negara kesatuan Indonesia, tidaklah dapat diklaim hanya milik satu golongan atau satu agama saja, karena didalamnya berhimpun segala suku bangsa, bahasa dan agama yang sangat berbeda-beda.

Tetapi, lanjut Yudian, perbedaan ini haruslah dijadikan sebagai kekuatan. Harus juga disepakati bahwa perbedaan itu untuk saling mengisi satu sama lain. Setiap orang memang memiliki ego pribadi, tapi bagaimana kita menurunkan ego masing-masing hingga titik netral untuk kesepakatan akan perbedaan itu dan dapat saling hormat menghormati, harga menghargai.

BACA JUGA :  Relawan Persatuan Nasional : Harusnya Gagasan Budiman Yang Didiskusikan, Bukan Malah Dibully

Lebih jauh dikatakannya, Proklamasi Indonesia apabila berkaca pada sejarah Islam, itu adalah Piagam Madinah. Dalam Piagam Madinah, Nabi Muhammad SAW membuat perjanjian dengan semua suku dan kaum penting di Yatsrib (kemudian bernama Madinah) pada tahun 622 M.

Piagam Madinah dibuat dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu, dalam dokumen itu menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas lain di Madinah, sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.

“Demikian juga dengan Proklamasi, adalah untuk menyatukan seluruh suku-suku, bangsa-bangsa dan agama-agama serta kepercayaan yang ada di Indonesia menjadi satu kesatuan komunitas yakni komunitas bangsa Indonesia yang hidup saling harga-menghargai dan toleran,” ucap Yudian.

Yudian menyampaikan dalam politik, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerapkan dan mencontohkan prilaku politik yang toleran dengan merangkul 2 rival politiknya ke dalam kabinet. Apa yang dilakukan Presiden Jokowi itu sebagai prilaku yang sangat Pancasilais, memanusiakan manusia. Menang tapi tidak merendahkan lawan politiknya.

Loading

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *