Scroll untuk baca artikel
#
Opini

Menakar Peluang 5 Calon Rektor UINSU

×

Menakar Peluang 5 Calon Rektor UINSU

Sebarkan artikel ini
Muhammad Ikhyar Harahap

Muhammad Ikhyar HarahapOleh Muhammmad Ikhyar Velayati Harahap

Statuta UINSU Medan menyatakan bahwa penetapan rektor merupakan hak prerogatif Menteri Agama RI, sedangkan Senat Universitas hanya diberi amanah untuk melakukan penjaringan potensi dan kapabilitas saja

JIKA tidak ada aral melintang, tanggal 1 September 2020, Rektor UINSU yang baru sudah dilantik. Menteri Agama RI atas nama presiden akan menetapkan siapa Rektor UINSU Medan periode 2020-2024 itu. Tulisan ini mencoba seobjektif mungkin melihat sekaligus menakar plus minus lima calon rektor yang sudah di tangan menteri.

Sejak perubahan status IAINSU menjadi UINSU, pergantian kepemimpinan rektor telah mendapat perhatian sedemikian penting di UINSU Medan.

Selain karena meningkatnya minat mahasiswa memasuki UINSU Medan yang demikian pesat khususnya empat tahun terakhir, juga karena telah ditetapkannya target UINSU Medan menjadi World Class University (WCU) pada Tahun 2045 yang tentu menyisakan berbagai peluang dan tantangan bagi kepemimpinan kampus Islam Negeri pertama di Sumatera Utara ini.

Sekadar informasi, tanggal 31 Agustus 2020 menjadi akhir dari periodesasi kepemimpinan Rektor UINSU Medan dan akan dilanjutkan oleh periode baru 2020-2024.

Menarik ketika Statuta UINSU Medan menyatakan bahwa penetapan rektor merupakan hak prerogatif Menteri Agama RI, sedangkan Senat Universitas hanya diberi amanah untuk melakukan penjaringan potensi dan kapabilitas saja.

Sistem ini telah membuka peluang, setidaknya 5 kandidat Rektor UINSU Medan yang telah mendaftar dan mengikuti penjaringan awal pada tingkat Senat Universitas pada beberapa waktu lalu.

Kepemimpinan UINSU Medan periode 2020-2024 tampaknya memiliki posisi strategis terhadap pencapaian target WCU 2045, disebut begitu karena sejumlah persiapan dan tahapan strategis menuju target tersebut sedang dan akan dijalankan oleh UINSU Medan, baik menyangkut program, rencana strategis maupun budgeting.

Dalam rangka memenuhi harapan tersebut, agaknya penting untuk menganalisa serta menakar secara komprehensif kompetensi dan kapasitas, kapabilitas serta akseptabilitas 5 kandidat Rektor UINSU Medan menuju UIN Sumut mencapai target World Class University(WCU) 2045.

Kompetensi yang dimaksud adalah kemampuan sebagai seorang individu atau calon pemimpin, diharapkan memiliki kemampuan dan keterampilan (skill). Kapabilitas adalah sama dengan kompetensi, namun pemaknaan kapabilitas tidak sebatas memiliki keterampilan, tetapi lebih dari itu yaitu lebih paham secara detail dan benar-benar menguasai kemampuannya, baik dari aspek pemetaan titik lemah dan solusi cara mengatasinya.

Adapun makna akseptabilitas adalah keberterimaan, kecocokan dan kepantasan. Tentu saja, visi sustainabilitypembangunan UINSU Medan dari kandidat menjadi nilai plus dalam penilaian ini.

Statuta UINSU Medan menyatakan bahwa penetapan rektor merupakan hak prerogatif Menteri Agama RI, sedangkan Senat Universitas hanya diberi amanah untuk melakukan penjaringan potensi dan kapabilitas saja

Merespon apa yang diuraikan di atas, penulis mencoba memberi penilaian kualitatif kepada lima calon rektor.

Pertama, Prof Dr H Abdullah, M.Si, Guru Besar dalam Bidang Ilmu Dakwah di FDK UINSU Medan ini, memiliki sejumlah karya dan tulisan maupun pengabdian yang cukup. Beberapa pihak melihat secara akademik dipandang layak mencalonkan diri sebagai kandidat Rektor UINSU Medan.

Jika dilihat dari jejak rekam, Prof Abdullah pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Dakwah & Komunikasi UINSU Medan di era transisi dari IAIN menuju UIN. Di samping itu, Prof Abdullah pernah juga menjabat sebagai Rektor Univesitas Cut Nyak Dien Medan, sebuah Perguruan Tinggi Swasta yang tergolong kecil di Sumatera Utara.

Jika dilihat dari jumlah mahasiswa dan fasilitasnya, Universitas Cut Nyak Dien ini setara dengan satu fakultas saja di UINSU Medan.

Mengacu pada jejak rekam di atas, maka menjadi pertanyaan besar apakah Prof Abdullah mampu membawa UINSU ke arah yang lebih baik lagi di tengah kondisi pesatnya perkembangan UINSU saat ini atau minimal bisa mempertahankan capaian keberhasilan yang ada.

Dari aspek model kepemimpinan, civitas akademis UINSU Medan mengenal Prof Abdullah mempunyai tipe dan karakter kepemimpinan yang personalized power  dan hal ini di anggap sebahagian kalangan kurang cocok dalam memimpin Lembaga pendidikan perguruan tinggi.

Tridarma perguruan tinggi berupa pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat membutuhkan model kepemimpinan kolektif kolegial yang mampu melibatkan para pihak yang berkepentingan untuk mengeluarkan keputusan atau kebijakan melalui mekanisme musyawarah dan mufakat serta mengedepankan kebersamaan,  khususnya perguruan tinggi Islam (UINSU).

BACA JUGA :  Hidup Harmoni dengan atau Tanpa Agama

Di sisi lain, minimnya dukungan dari stakeholder UINSU atau Ormas Islam kepada Prof Abdullah tentu akan menjadi catatan tersendiri  bagi Menteri Agama. Padahal dukungan tokoh dan ormas Islam sangat penting dalam membangun dan mengembangkan UINSU ke depan menjadi lebih maju.

Kedua, adalah Prof Dr Amroeni, M.Ag Guru Besar Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN Sumatera Utara. Secara akademik tentu tidak ada yang meragukan Prof Amroeni untuk ikut bertarung sebagai kandidat Rektor UIN Sumatera Utara. Saat ini Prof. Dr Amroeni, MAg menjabat sebagai Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, yang tupoksinya adalah membantu rektor dalam mengelola kreativitas dan pemberdayaan mahasiswa, mengonsolidasikan dan membangun jejaring alumni serta melakukan koordinasi dan  kerjasama kampus UINSU dengan kampus lainnya.

Jika dievaluasi dari aspek tupoksi WR III, program yang diamanahkan kepada Prof Amroeni oleh berbagai pihak dianggap kurang berhasil, kalau tidak bisa di katakan gagal.

Indikatornya terlihat dari banyaknya aksi unjukrasa yang isu dan aksinya sebenarnya masih standar, tetapi karena minimnya komunikasi serta terbatasnya pemahaman dan kemampuan dalam mengelola aspirasi mahasiswa, dinamika aksi mahasiswa tersebut tidak dapat diselesaikan secara tuntas. Begitu juga dengan lemahnya pemberdayaan mahasiswa yang masih aktif.

Dalam bidang jejaring alumni dan kerjasama selama kepemimpinan wakil rektor, penulis mengamati sepertinya ibarat pepatah “jauh pungguk merindukan bulan”.

Jabatan yang disandang Prof Amroeni justru tidak sejalan dengan tupoksi yang ada. Jejaring alumni UINSU tidak berjalan dengan baik, sejumlah kerjasama yang sejatinya mampu memberikan kontribusi bagi kampus UINSU Medan juga tidak berjalan maksimal.

Sebagai Guru Besar yang hampir seluruh waktunya dihabiskan di kampus, Prof Amroeni cenderung kurang populer di kalangan masyarakat dan stakeholders Sumatera Utara dan juga level nasional, sehingga networkingdan relasi yang dimiliki tergolong masih sangat terbatas.

Dalam konteks UINSU Medan menuju WCU 2045, maka aspek networkingdan relasi menjadi faktor penting yang tidak mungkin diabaikan. Rektor UINSU Medan ke depan harus memiliki kemampuan membangun networking di tingkat lokal, nasional dan bahkan internasional. Prof Amroeni jika dibandingkan dengan kandidat lain, sangat lemah dalam hal ini.

Statuta UINSU Medan menyatakan bahwa penetapan rektor merupakan hak prerogatif Menteri Agama RI, sedangkan Senat Universitas hanya diberi amanah untuk melakukan penjaringan potensi dan kapabilitas saja

Ketiga, adalah Prof Dr Faisar Ananda Arfa, MA, Guru Besar bidang Filsafat Hukum Islam. Dari segi akademik Prof Ananda cukup mumpuni, tetapi dari aspek manajerial dan leadership untuk memimpin Universitas Islam terbesar di Sumatera Utara sangat minim pengalaman. Prof Faisar belum pernah mendapat kepercayaan untuk memegang jabatan pada level wakil dekan, dekan apalagi di tingkat rektorat.

Jejak rekam kepemimpinan Prof Faisar di UINSU hanya pernah menjabat sebagai  Ketua Program Studi pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam, itu pun sempat menghadapi polemik akreditasi yang hampir saja terancam gagal yang kemudian di ambil alih penanganannya oleh Fakultas.

Kemudian dari aspek akseptabilitas Prof Faisar minim dukungan dari stakeholder UINSU (Ormas Islam, Ulama, dan lembaga perguruan tinggi Islam lainnya), hal ini membuat kapasitas kepemimpinan, manajerial dan networking Prof Faisar dipertanyakan oleh stakeholder di UINSU, di tengah perkembangan pesat kuantitas dan kualitas UINSU Medan yang justru membutuhkan  sosok rektor yang punya  pengalaman manajerial dan leadership yang mumpuni.

Sedangkan calon rektor keempat adalah Prof Dr Syahrin Harahap, MA, Guru Besar Pemikiran Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Sumatera Utara. Beliau dikenal sebagai penulis di beberapa harian lokal dan karyanya banyak tersebar di berbagai media.

Adapun pengalaman kepemimpinan Prof Syahrin dimulai dari Wakil Dekan I Fakultas Ushuluddin, Dekan Fakultas Ushuluddin, Wakil Rektor III, Wakil Direktur Pasca Sarjana IAIN Sumatera Utara serta Rektor Universitas al-Washliyah Medan. Walaupun pernah memimpin sebuah lembaga perguruan tinggi (Al Wasliyah), tentu tidak bisa dibandingkan dengan UINSU jika dilihat dari jumlah mahasiswa, fakultas maupun prodi yang ada. Sehinggga tidak sebanding beban kepemimpinannya jika dilihat dari dari aspek tanggung jawab, beban maupun tantangannya jika memimpin UINSU.

BACA JUGA :  Membangkitkan Semangat Politik Hukum Islam

Selain itu, publik lebih mengenal jejak rekam Prof Sahrin sebagai politisi atau konsultan politik, hal ini dikarenakan keterlibatan beliau yang intens dalam perhelatan pilkada, pilgub hingga pilpres.

Padahal Kampus adalah lembaga yang di dalamnya terdiri dari civitas akademika, baik mahasiswa, dosen maupun karyawannya, haruslah steril dari politik praktis. Karena politik praktis berarti ikut ambil bagian dalam proses dukung mendukung dan pilih memilih dalam ranah kekuasaan, yang rentan terjadi tawar menawar atau kontrak politik .

Perguruan tinggi dan civitas akademika harus mengutamakan aktivitas tridarmanya berupa pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Perguruan tinggi saat ini masih relatif dianggap sebagai institusi dalam negara yang mempunyai kewibawaan dan objektif.

Sehingga apabila civitas akademik maupun perguruan tinggi terlalu masuk dalam politik praktis, dikhawatirkan independensinya terganggu sehingga kepercayaan masyarakat berkurang dan kredibilitas perguruan tinggi tersebut akan di pertaruhkan.

Statuta UINSU Medan menyatakan bahwa penetapan rektor merupakan hak prerogatif Menteri Agama RI, sedangkan Senat Universitas hanya diberi amanah untuk melakukan penjaringan potensi dan kapabilitas saja

Kandidiat kelima, adalah petahana Rektor UINSU Prof Dr Saidurrahman, M.Ag, Guru Besar Siyasah Islam. Dari aspek akademik dan intelektualitas beliau sangat mumpuni terlihat dari sejumlah karya tulisan di berbagai media maupun buku yang pernah diterbitkan. Jejak rekam kepemimpinan Prof Saidurrahman merangkak dari bawah hingga menjabat Rektor saat ini. Dimulai dari Ketua Program Studi pada Fakultas Syariah dan Hukum Islam, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Islam, dan terakhir saat ini menjabat Rektor UINSU Priode 2016-2020.

Prof Dr Saidurrahman dipandang cakap dan mumpuni untuk memimpin kampus UINSU Medan. Sejumlah Succes Story serta prestasi yang spektakuler diraih oleh UINSU dalam kepemimpinan beliau. Di tangan Prof Saidurrahman akreditasi UINSU meningkat menjadi B, bahkan A di sejumlah Prodi. Dari sisi SDM, UINSU  masuk 5 besar yang memiliki guru besar terbanyak di Indonesia.

Di bawah kepemimpinan dan tangan dingin Prof Saidurrahman pembangunan UINSU berlangsung pesat. Terjadi penambahan aset sarana dan prasarana berupa dua gedung ISBN yang berada di Kampus Pancing serta beberapa gedung berstandar internasional di Tuntungan yang sudah dapat digunakan.

Dan yang tak kalah penting, UINSU juga mendapat hibah 100 Ha tanah di Kualanamu yang direncanakan oleh Prof Saidurrahman sebagai kampus terpadu ke depannya.

Beberapa kelebihan Prof Saidurrahman yang lain tercermin dari keluasan jaringan (networking) serta relasi yang telah dibangun dan bina oleh Prof Saiduraahman di tingkat lokal, nasional maupun di level internasional. Poin ini menjadi modal penting bagi keberlanjutan program dan pengembangan UINSU menuju World Class University (WCU).

Prof Saidurrahman juga banjir dukungan dari umat dan Ormas Islam pendiri UINSU seperti NU, Al-Washliyah, Muhammadiyah, Al-Ittihadiyah, MUI, GDKK dan lainnya yang diberikan secara tertulis seperti diberitakan di berbagai media massa.

Dukungan ini mencerminkan apresiasi ormas dan tokoh Islam atas keberhasilan Prof Saidurrahman memimpin kampus kebanggaan masyarakat Sumatera Utara.

Penutup

Apa yang diuraikan di atas, plus minus kelebihan dan kekurangan calon Rektor UINSU Medan bukan berarti menggiring pembaca memutuskan perhatiannya kepada salah satu kandidat rektor.

Informasi, data dan track record masing-masing calon rektor yang diuraikan itu berdasarkan temuan lapangan serta data digitalisasi yang tersimpan dalam dunia maya.

Tulisan ini hanya sekadar memberikan pemahaman bersifat umum dari masing-masing calon rektor. Semoga bermanfaat bagi pembaca dan kebaikan UINSU Medan empat tahun ke depan.

Penulis adalah Direktur Riset and Development Lembaga Survey dan Sosialisasi (LSS) UINSU Medan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *